Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PARA peneliti belum lama ini telah mengkategorikan lebih dari 80.000 spesies tanaman di seluruh dunia dan menemukan bahwa sebagian besar dari mereka akan punah karena manusia tidak membutuhkannnya lagi.
Menurut makalah yang diterbitkan dalam jurnal Plants, People, Planet, Ini berarti bahwa komunitas tumbuhan di masa depan akan jauh lebih homogen daripada yang ada saat ini.
Temuan ini menunjukkan secara gamblang tentang ancaman terhadap keanekaragaman hayati. “Ini adalah panggilan darurat bagi kita semua,” kata para peneliti, menyoroti perlunya lebih banyak pekerjaan di bidang konservasi, terutama tanaman, seperti dilansir The Guardian, Jumat (11/3)
John Kress, kurator botani emeritus di Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian dan penulis utama makalah tersebut mengatakan “Ini bukan masa depan, tapi sudah terjadi. Saya pikir itu adalah bagian dari peringatan yang kami coba berikan . Mungkin kita bisa memperlambat sedikit kepunahan itu.”
Para peneliti di Smithsonian mulai mengkategorikan dengan tepat spesies tanaman mana yang paling terpengaruh oleh manusia sejak awal Antroposen – zaman geologis yang ditandai dengan dampak aktivitas manusia terhadap ekosistem di Bumi, seperti pemanasan global, penggundulan hutan, dan akibat negatif lainnya dari industrialisasi.
Mereka menganalisis data pada 86.592 spesies tanaman vaskular, mengumpulkan informasi dari database internasional tentang kegunaan yang berbeda dari tanaman tersebut, misalnya: apakah tanaman itu secara ekonomi penting bagi manusia, apakah spesiesnya terancam punah yang perlu dilindungi, atau apakah tanaman itu jadi bagian dari perdagangan illegal.
Dari informasi ini, mereka membuat kategorisasi tentang bagaimana nasib tanaman-tanaman tersebut di masa depan. Mereka pun sepakat menyimpulkan bahwa lebih banyak spesies tanaman akan punah oleh aktivitas manusia di Bumi, ketimbang diselamatkan.
Para peneliti mengatakan, ada 6.749 tanaman yang bakal bertahan dan bermanfaat bagi manusia seperti jagung, padi, gandum, dan tanaman lainnya. Mereka menutupi 40% dari permukaan planet ini. Selain itu, ada pula tanaman yang telah punah di alam liar tetapi masih hidup di kota-kota, seperti sebagai pohon ginkgo, yang ditanam di setiap blok di Kota New York. Ginkgo biloba telah ditanam oleh manusia selama ratusan tahun dan merupakan pohon hias populer yang telah digunakan untuk makanan, obat-obatan, dan sebagai suplemen makanan.
Namun, ada sekitar 20.290 spesies tumbuhan dikategorikan bernasib kurang beruntung, kebanyakan karena tidak bermanfaat bagi manusia dan memang sudah diakui sebagai spesies yang terancam punah, seperti pohon magnolia dari Haiti, yang ditebang untuk kayu bakar dan tidak tumbuh di tempat lain. Garis keturunan spesies tumbuhan yang lebih kecil – seperti sikas, famili cemara seperti kayu merah dan juniper, dan famili tumbuhan runjung kuno yang disebut araucariales, kemungkinan besar akan menghilang sepenuhnya.
Para ilmuwan mencatat 26.002 spesies sebagai calon pecundang (punah) dan 18.664 spesies sebagai calon pemenang (bertahan). Dua kategori terakhir adalah tumbuhan yang saat ini dianggap netral, artinya antara masih dibutuhkan atau tidak oleh manusia.
Inti dari penelitian tersebut, di masa depan, akan ada jauh lebih sedikit keanekaragaman hayati, yang pada gilirannya akan mendorong hilangnya sejumlah spesies tanaman, dan membuat ekosistem lebih rentan dalam menghadapi cuaca ekstrem, perubahan iklim, atau lebih banyak degradasi karena dampak manusia.
“Para penulis menggunakan kumpulan data 86.592 yang mewakili sekitar 25% tanaman vaskular dunia,” kata Barnabas Daru, asisten profesor biologi di Texas A&M University, yang tidak terlibat dalam penelitian ini. “Ini berarti bahwa kita kehilangan sebagian besar teka-teki, terutama kesenjangan pengetahuan yang luas di beberapa wilayah yang paling beragam seperti Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara.” (M-4)
LOCAL Conference of Youth Indonesia 2024 mengadakan pre-event dengan tema Youth Synergy in Local Conference of Youth Indonesia di Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kementerian Keuangan.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membeberkan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi karbon dan deforestasi.
Kita bisa membuat sendiri masker untuk merawat kulit wajah. Caranya mudah, cukup sediakan tisu bambu dan manfaatkan produk skincare yang ada di rumah.
Bank sampah menghadapi sejumlah tantangan. Antara lain, kurangnya kurangnya pembeli tetap bahan daur ulang serta keterbatasan kapasitas pengelolaan sampah dan keterampilan bisnis.
DEPARTEMEN Lingkungan Hidup BEM Universitas Indonesia 2024 menggelar kegiatan The 13th UI YEA yang dilaksanakan pada 21-30 Juni 2024, di Desa Ujungjaya, Ujung Kulon, Banten.
Pada 8 Juli 2024, kualitas udara Jakarta dikategorikan sedang dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) 98 dan konsentrasi PM2,5 29,8 mikrogram per meter kubik.
Banyak spot wisata apik yang masih belum banyak dijamah pengunjung di Banyuwangi
Untuk memberikan edukasi hal tersebut sejak dini, Kelas Kreatif Keanekaragaman Hayati atau Biodiversity Fun Class (BDFC) berlangsung di tiga sekolah dasar negeri (SDN).
Menurut Professor Pramaditya, padang lamun 35 kali lebih efisien menyerap karbon dibandingkan hutan tropis
Adanya pemberatan serta kekhususan sanksi pidana untuk memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Tim riset lintas disiplin untuk biodiversitas perlu memasukkan ahli taksonomi dan sistematika, ahli ekologi, dan ahli genetika.
Penanaman mangrove di wilayah tersebut melibatkan 100 relawan dari seluruh karyawan Grup ABM dengan jumlah bibit yang ditanam sebanyak 600 bibit.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved