Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PIMPINAN DPR RI sudah memberikan waktu kembali kepada Komisi I DPR RI untuk membahas dan menyelesaikan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad tidak menampik pembahasan RUU sering kali molor dari target waktu yang ditentukan. Hal ini tidak lepas dari kompleksitas pembahasan yang membutuhkan kecermatan agar dapat menghasilkan UU yang baik serta berkeadilan.
"Memang tidak mudah karena tentu butuh ketelitian dan juga pembahasan pasti ada tarik ulur dan itu dinamika yang biasa terjadi. PDP masih ada kendala teknis yang tentunya kendalanya harus dicarikan solusinya untuk kesempurnaan dari undang-undang ini," ujarnya saat dihubungi, Selasa (5/7).
Keputusan pemberian waktu satu kali masa sidang kepada Komisi I DPR tersebut sudah dipertimbangkan atas persetujuan badan pertimbangan musyawarah pengganti konsultasi rapat Badan Musyawarah.
"Kemarin menyetujui satu masa sidang lagi diberikan kesempatan kepada pemerintah dan Komisi I untuk melakukan sinkronisasi agar apa yang menjadi kendala itu menjadi persepsi yang sama," ungkap Dasco.
Anggota Komisi I Muhammad Farhan mengatakan Komisi I telah selesai membahas seluruh daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU PDP. Namun, dibutuhkan peninjauan ulang. "Kami akan meninjau kembali atau review terhadap DIM yang karena usulan-usulan baru perlu disesuaikan," ungkapnya.
Selain itu, menurut Farhan, diperlukan perumusan dan sinkronisasi, khususnya terhadap aspek teknis, seperti, ketentuan terkait agregat data, lembaga otoritas pengawasan perlindungan data pribadi atau ODP, dan ketentuan teknis lainnya. "Dan bagaimana sinkronisasi terhadap sertifikasi data protection officer," sebut dia.
Farhan berharap agar proses sinkronisasi dan perumusan berjalan lancar sehingga RUU PDP bisa segera disahkan. "Mudah-mudahan sih setelah 17 Agustus kita sudah bisa ketok," ujar dia.
Farhan mengatakan pemerintah juga mendesak agar RUU PDP segera disahkan. Berbagai kendala pembahasan pun dicarikan jalan keluarnya.
"Pemerintah juga sudah gelisah kenapa ini enggak jadi jadi. Bottle neck-nya, tapi sudah selesai semua," tandas Farhan.
Tunggakan
Peneliti Formappi Lucius Karus menilai masih cukup banyak tunggakan RUU prioritas yang mesti diselesaikan di antaranya RUU PDP, Rancangan Kita Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Aparatur Sipil Negara (ASN), RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Masyarakat Adat, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan RUU tentang Wabah.
"Secara umum kita dibuat terkejut oleh catatan pencapaian legislasi DPR sepanjang 2022. Dari 40 daftar RUU Prioritas 2022, 10 di antaranya sudah disahkan menjadi UU. Akan tetapi sesungguhnya kita terkecoh. Hanya 4 yang benar-benar disahkan pada 2022, sedangkan 7 di antaranya sudah disahkan di akhir 2021 lalu," ungkapnya.
"RUU yang disahkan pun hanya RUU TPKS yang mungkin mendapat sambutan positif dari publik. RUU yang jadi prioritas ini sesungguhnya sudah ditunggu tetapi malah dinomorduakan oleh DPR," imbuh Lucius,
Hal ini masih menjadi catatan penting bagi DPR untuk bisa menyelesaikan tunggakan RUU yang seharusnya dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan. (Atm/P-2)
Penguatan fungsi dan wewenang DPD RI ini penting sekali. Di era Presiden Jokowi, revisi UU MD3 justru telah mereduksi dan mengurangi kewenangan DPD RI.
ANGGOTA Badan Legislasi atau Baleg DPR RI Guspardi Gaus membantah adanya jalur khusus untuk menggolkan rancangan undang-undang hingga ke paripurna. Menurutnya DPR tetap on the track
Feri Amsari mengkritisi cara kerja dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang selama ini bekerja hanya berdasarkan pesanan dan kepentingan politik.
Formappi menilai revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) bentuk ekspresi ketidaknyamanan DPR terhadap sejumlah kewenangan MK.
Ketidakseriusan DPR tersebut terbaca dari minimnya dinamika pelaksanaan fungsi legislasi semenjak masa sidang IV dibuka.
DOSEN dari Universitas Paramadina Joko Arizal menyampaikan keresahannya terkait mayoritas aktor politik di Indonesia tidak menjalankan cita-cita dari para pendiri bangsa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved