Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SETELAH 33 RUU Prioritas Prolegnas 2021 disahkan DPR diharapkan lebih memprioritaskan membahas RUU yang lebih dibutuhkan publik dengan kualitas yang dapat memecahkan persoalan. Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Anwar Razak, Rabu (24/3).
"DPR harus berpikir lebih jernih untuk menghasilkan UU yang lebih dibutuhkan publik dan dapat mengeluarkannya dari banyak persoalan," ujarnya.
Menurutnya DPR masih memiliki ambisi namun tidak realistis. Kondisi ini dapat dilihat dari produktifitas DPR dalam menghasilkan undang-undang yang masih sedikit. Jika melihat tingkat produktifitasnya rata-rata kemampuan DPR RI menghasilkan UU setiap tahun hanya 10 UU. Sejak 2018 wakil rakyat bahkan hanya menghasilkan emapt UU dari 50 RUU Prolenas, 2019 ada 14 UU dari 55 RUU Prolegnas dan 2020 ada 13 UU dari 50 RUU.
"Hanya berambisi tapi tidak realistis. Kalau dipaksakan membahas lebih dari 10 maka kualitasnya akan rendah. Bahkan lagi akan mengulang sejarah UU Cipta kerja dan Revisi UU KPK yang banyak masalah di dalamnya bahkan sampai hal-hal yang kecil seperti typo," cetusnya.
Di sisi lain Peneliti Formapi Lucius Karus menilai dengan baru disahkannya 33 RUU Prioritas Prolegnas 2021 hari ini, berarti secara realistis hanya tersisa tiga masa sidang yang akan dipakai DPR untuk mengejar target 33 RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas.
Padahal masa sidang sebelumnya dapat digunakan untuk mengoptimalkan pembahasan RUU sehingga jumlahnya tidak membengkak seperti yang telah disahkan.
"Masa sidang lain sudah hangus dengan bertele-telenya DPR mengesahkan Prolegnas Prioritas itu. Sia-sia dua masa sidang itu tanpa kerja nyata DPR membahas RUU," cetusnya saat dihubungi, Selasa (23/3).
Dengan hanya tersisa tiga masa sidang, maka jumlah 33 RUU tersebut masih sangat bombastis. Tapi harus diakui DPR sudah berupaya membuat target yang realistis dengan hanya menetapkan 33 RUU jika dibandingkan dengan target-target prioritas di periode lalu yang selalu berjumlah sekitar 50 RUU setiap tahun.
"Tapi bersamaan dengan upaya membuat perencanaan yang realistis, konsistensi DPR untuk bekerja efektif justru tudak terlihat. Jadinya jumlah 33 RUU untuk Prolegnas Prioritas 2021 terlihat bombastis karena waktu tersisa untuk mengejar target itu hanya tiga masa sidang saja"
Dia menambahkan sejak awal DPR sangat minim koordinasi dalam menyusun kebutuhan prioritas Prolegnas. Hal tersebut dapat dilihat dari batalnya pembahasan RUU pemilu dan UU ITE yang belakangan baru diketahui.
"Kalau saja semua pemangku kepentingan dilibatkan sejak awal untuk menyampaikan usulan dan pertimbangan, mungkin kejadian bertele-telenya pembahasan Prolegnas Prioritas tidak akan terjadi," tukasnya. (Sru/OL-09).
Alangkah baiknya jika pengaturan pembelian BBM subsidi juga dilaksanakan segera sehingga volume BBM subsidi bisa berkurang dan masyarakat dari kalangan mampu akan membeli BBM nonsubsidi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Said Abdullah yang mengusulkan Revisi UU MD3
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menepis kabar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) sudah disiapkan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur larangan penjualan rokok secara eceran per batang.
DPR mengingatkan pemerintah agar menepati janji bonus kepada pemain dan pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-19 usai meraih juara pada Piala AFF U19 2024.
Pimpinan TNI semestinya menjadi garda terdepan dalam menekankan profesionalitas militer serta memberi demarkasi agar militer fokus dengan fungsi pertahanan.
Anggota Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno membantah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dikebut.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai terlalu buru-buru dalam pembahasan dan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU), yakni RUU TNI, RUU Polri, Dewan Pertimbangan Presiden.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) disetujui menjadi usul inisiatif DPR RI.
Penetapan kawasan konservasi yang sentralistik tersebut mengasingkan peran masyarakat lokal maupun masyarakat hukum adat.
PAN mengeklaim Rancangan Undang-Undang (RUU) Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) diusulkan untuk memperkuat tugas dan fungsi lembaga tersebut.
Presiden Joko Widodo menolak mengomentari usulan Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada DPR sebagai inisiator.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved