Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
MANTAN Komisioner Komisi Pengawas Keuangan Penyelenggara Negara (KPKPN) Petrus Selestinus mengharapkan pimpinan KPK baru bisa mengoreksi total pelaksanaan tugas KPK yang selama ini menyimpang.
Menurut Petrus, Firli Bahur Cs memiliki momentum melakukan koreksi tersebut dengan adanya revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Revisi UU KPK kali ini harus dijadikan momentum bagi Firli dkk untuk membuat KPK tampil lebih digdaya dan taat asas," ujar Petrus dalam acara diskusi bertajuk "Prospek Pemberantasan Korupsi Pasca Revis UU KPK" di Jakarta, Rabu (11/12)
Selain Petrus, acara diskusi juga dihadiri oleh sejumlah narasumber, yakni Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dan Mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Chairul Imam.
Petrus berharap KPK di bawah rezim Firli mampu mengefektifkan dan mengefisienkan tugas pemberantasan korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan yang selama 15 (lima belas) tahun usia KPK gagal diwujudkan.
Baca juga : Penggugat UU KPK Mengaku Sulit Dapatkan Alat Bukti dari DPR
Padahal UU KPK memberikan KPK dengan 5 (lima) tugas dan kewenangan besar yaitu koordinasi, supervisi, penindakan (penyelidikan, penyidikan dan penuntutan), pencegahan tindak pidana korupsi dan monitor.
"Dari lima tugas besar ini, yang menonjol dilaksanakan adalah hanya bidang penindakan sedangkan empat bidang tugas lainnya nyaris tak terdengar. Tugas penindakan pun gagal dilaksanakan, karena banyak kasus besar mangkrak (tidak tuntas) diselesaikan oleh KPK, belum lagi kasus-kasus besar yang mangkrak di Kepolisian dan Kejaksaan yang juga menjadi wewenang KPK untuk mengambilalih tetapi kenyataannya tidak pernah dilakukan," ungkap dia.
Menurut Petrus, kegagalan pencegahan dan pemberantasan korupsi ini tidak semata-mata karena ada titik lemah pada UU KPK. Namun, kata dia, juga pada persoalan kapasitas pimpinan KPK, yang mudah diintervensi.
"Pimpinan KPK akhirnya melakukan praktek tebang pilih, dan memilih jalan pintas melakukan penindakan dengan cara OTT, karena OTT tidak mudah diintervensi dan mendapat publikasi luas, tetapi OTT juga bisa diorder untuk target-target terntu," tandas dia.
Pascarevisi UU KPK, kata Petrus, penampilan KPK akan berbeda karena adanya organ baru yaitu Dewan Pengawas (Dewas) dengan kekuasaan mengawasi dan ikut menentukan proses penindakan di KPK.
Selain itu, KPK juga mempunyai kewenangan SP3, posisi KPK berada pada rumpun kekuasaan eksekutif, pegawai KPK adalah ASN, serta adanya tambahan asas di mana pada setiap tindakan KPK harus tetap menjunjung tinggi HAM disamping asas-asas lainnya.
"Munculnya organ baru dengan status hukum baru di mana KPK menjadi lembga yang berada di bawah rumpun kekuasaan eksekutif, hal tersebut berimplikasi kepada hilangnya organ penasihat KPK dan pegawai KPK non-ASN. Perubahan struktur dan status hukum KPK ini diharapkan agar kedigdayaan KPK terus bertambah, akan tetapi berjalan dengan tetap menjunjung tinggi HAM dan asas-asas lainnya," jelas dia. (OL-7)
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia di 2024 tercatat sebesar 3,85 dari skala 0 sampai 5. Angka itu lebih rendah dibandingkan capaian 2023 yang mencapai 3,92.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah didengungkan.
Boyamin mengatakan Alex merupakan salah satu pimpinan yang menyepakati revisi undang-undang KPK saat fit and proper test di DPR.
Pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengenai perlunya perombakan besar dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 memunculkan kontroversi.
KOMISI III DPR RI diminta fokus untuk mengawal jalannya pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketimbang mewacanakan revisi UU KPK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved