Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
KETUA Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, memiliki dua catatan besar terkait Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yakni substansi bagus tapi narasinya multitafsir dan kedua sebaliknya. Maka ke depan persoalan tersebut patut mendapatkan sorotan serius supaya diperbaiki.
"Level persoalan besarnya ada dua, satu yang subtansinya tidak bermasalah tapi diformulasi secara tidak jelas. Sehingga akan jadi multitafsir dan akan jadi persoalan," terang Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Ahmad Abdullah dalam diskusi bertajuk 'Mengapa RKUHP Ditunda?', di Jakarta, Sabtu (21/9).
"Yang kedua secara subtansi jadi masalah, gejala umumnya satu yang makar kemudian penghinaan presiden, pasal-pasal arkehelen ini ada di pasal kolonial juga ruang privat secara moral sangat relatif seperti perzinahan," ujar Ikhsan.
Menurut Ikhsan, catatan tersebut perlu musyawarah lebih mendalam untuk merumuskan dan mencari jalan keluar. Tujuannya jelas, KUHP merupakan acuan utama hukum pidana sehingga harus jelas dan dapat dipahami semua pihak.
"Indonesia sudah mengambil jalan demokrasi dan Hak Asasi Manusia maka RUU RKUHP harus mencerminkan keduanya," tuturnya.
Ia setuju dengan semangat penghapusan aturan warisan kolonial diganti dengan produk hukum hasil pemikiran bangsa sendiri melalui RUU RKUHP.
Tapi niat tersebut, menurut Ikhsan, harus sejalan dengan pelaksanaannya yaitu setiap pasal yang termaktub berlaku adil dan tidak mencederai capaian demokrasi dan mengekang kebebasan.
"Tapi tujuan umtuk meningkatkan keadilan akan sirna ketika aturan yang baru itu tetap melahirkan penindasan dan mengekang kebebasan berpendapat dan yang lain-lain," tegasnya.
Dengan penundaan pengesahan RUU RKUHP, Ikhsan meminta semua pihak kembali mengkaji ulang setiap pasal yang akan menjadi kerangka besar hukum pidana.
"Maksudnya jangan sampai disahkan pada periode (DPR dan pemerintah) berikutnya tanpa perubahan berarti," pungkasnya. (OL-09)
Anggota Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno membantah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dikebut.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai terlalu buru-buru dalam pembahasan dan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU), yakni RUU TNI, RUU Polri, Dewan Pertimbangan Presiden.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) disetujui menjadi usul inisiatif DPR RI.
Penetapan kawasan konservasi yang sentralistik tersebut mengasingkan peran masyarakat lokal maupun masyarakat hukum adat.
PAN mengeklaim Rancangan Undang-Undang (RUU) Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) diusulkan untuk memperkuat tugas dan fungsi lembaga tersebut.
Presiden Joko Widodo menolak mengomentari usulan Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada DPR sebagai inisiator.
Sementara ketentuan aborsi diatur dalam PP 28/2024 Pasal 116 yakni setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana
Fatwa ini semakin memperkuat kedudukan fatwa sebelumnya, yaitu Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina
Ismail Haniyeh disebut telah gugur sebagai syahid dibunuh oleh Israel menyusul para syuhada sebelumnya.
BPKH menggandeng BAZNAS RI menyalurkan bantuan kepada MUI berupa Program Sosialisasi, Literasi, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Ekonomi Syariah.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda, menilai judi jenis apapun, termasuk judi online dapat memicu hal-hal negatif yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus menjaga dan melindungi umat agar terhindar dari bahaya narkoba dan judi online.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved