Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Koalisi Jokowi Jangan Cederai Demokrasi

Akmal Fauzi
27/7/2019 06:45
Koalisi Jokowi Jangan Cederai Demokrasi
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyampaikan keterangan pers.(ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

SEIRING dengan meluluhnya sikap ­Partai Gerindra menjadi oposisi dan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin periode 2019-2024, sejumlah kalangan mewanti-wanti Presiden terpilih Jokowi, termasuk koalisi pendukungnya, agar tidak mengakomodasi oposisi untuk bergabung.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan bersatunya koalisi dengan ­oposisi baik di kabinet maupun parlemen dengan membagi kursi Ketua MPR merupakan khianat kepada para pemilihnya.  

“Amanat para pemilih tidak menginginkan itu. ­Rekonsiliasi tidak berarti bagi-bagi kursi. Sistem demokrasi jangan dikhianati atas nama rekonsiliasi. Ini demokrasi, bukan nasi goreng yang perlu dibagi-bagi,” kata Feri, tadi malam  

Rekonsiliasi, kata dia, harusnya diartikan menjalankan sistem demokrasi sesuai mandat UUD 1945.

Menurut Feri, Jokowi sebagai pemenang Pilpres 2019 dengan jarak suara yang cukup signifikan semestinya mempunyai keberanian maksimal untuk menjalankan roda pemerintahan tanpa perlu membagi-bagi kursi kepada seluruh partai yang ada, baik koalisi maupun oposisi.

“Upaya membagi-bagi kursi itu memperlihatkan Jokowi tidak sepenuhnya paham sistem pemerintahan bahwa pusat kekuasaan sepenuhnya ada di tangan presiden, bukan ketua partai,” jelasnya.

Sinyal akan bergabungnya kubu oposisi terlihat dari pertemuan Ketum Partai ­Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu (24/7).

Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate menyatakan, hingga kini Koalisi Indonesia Kerja (KIK) belum memikirkan soal koalisi plus-plus seperti yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

“Jangankan berbicara, berpikir saja belum. Yang ada adalah kami menjaga agar soliditas sehat dan kuatnya KIK tetap bertahan selama lima tahun,” kata Johnny di sela-sela pembubaran secara resmi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin di Restoran Seribu Rasa, Menteng, Jakarta, kemarin.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Bakir Ihsan, mengatakan sejak reformasi belum ada oposisi an sich, yang terbangun ­berdasarkan perbedaan sudut pandang ideologi.

“Berkoalisi dengan banyak partai tentu akan memberikan insentif yang lebih besar. Ini adalah rangkaian pragmatisme partai politik yang menempatkan kepentingan sebagai faktor segalanya,” ujarnya, kemarin.

Tetap solid
Terkait dengan itu, Jokowi juga ­menegaskan sejauh ini belum ada pembicaraan di internal partai pengusung soal penambahan koalisi.

“Sampai saat ini kita belum berbicara mengenai penambahan koalisi,” tegas Jokowi di Restoran Seribu Rasa, Menteng, Jakarta, kemarin.

Ia menepis koalisi penyokongnya retak sehubung-an ada pertemuan Prabowo-Megawati, pertemuan empat ketua umum partai koalisi di Kantor DPP Partai NasDem, dan pertemuan Ketum NasDem Surya Paloh dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan “Koalisi tetap rukun-rukun saja,” kata Jokowi.

Di sisi lain, meski TKN dibubarkan, Jokowi mengaku tetap akan menjaga silaturahim dengan partai koalisi. “Bertemu dengan para sekjen, dengan ketua-ketua umum, kita kan mengatur kapan ketemunya,” tukasnya. (Mir/Ins/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya