Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Peringatan Jangan Sembrono, dari Presiden Jokowi untuk Siapa?

Henri Siagian
30/10/2022 08:32

Jangan sembrono dan jangan lama-lama. Itulah kurang lebih pesan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat menyampaikan sambutan dalam Hari Ulang Tahun Ke-58 Partai Golkar di Jakarta., pada 21 Oktober 2022.

Pertama, Presiden Jokowi mengaku yakin Golkar akan dengan cermat, akan dengan teliti, akan dengan hati-hati, tidak sembrono dalam mendeklarasikan calon presiden dan wakil presiden 2024.

"Meskipun tadi saya lihat sudah teriak semua Pak Airlangga Hartarto dan saya juga meyakini bahwa yang akan dipilih oleh Partai Golkar capres maupun cawapres ini adalah tokoh tokoh yang benar. Silakan terjemahkan sendiri." Itu ucap Presiden.

Baca juga: Pesan Jokowi ke Golkar: Jangan Sembrono Pilih Capres

Presiden Jokowi menyampaikan pesan itu di tengah ruangan yang penuh dengan warna kuning yang menjadi warna dasar yang identik dengan Partai Golkar. Termasuk, Presiden juga sampai menunjuk Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menggunakan jas berwarna kuning.

Apa sebenarnya makna sembrono yang dinyatakan Presiden Jokowi? Bila mengacu kamus besar bahasa Indonesia, sembrono dapat diartikan sebagai kurang hati-hati; gegabah, sembarangan, atau kurang sopan.

Sehingga, apakah pernyataan Presiden bermakna bahwa Partai Golkar jangan sembrono atau jangan sampai kurang sopan bila hendak mengajukan Airlangga Hartarto sebagai calon presiden?

Ataukah, seperti ucapan Presiden untuk menerjemahkan sendiri, sejumlah pengamat kemudian menafsirkan pernyataan itu hendak ditujukan ke Partai NasDem yang sudah mengajukan Anies Baswedan sebagai calon presiden?

Baca juga: Deklarasi Awal Pencapresan Anies Sesuai Tradisi NasDem

NasDem kembali menjadi partai yang terdepan dalam mengusung kandidat politik. Pada 3 Oktober, NasDem resmi mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden.

Lalu, apakah berarti NasDem sembrono?

NasDem adalah partai baru pada Pemilu 2014 dan meraih 8,4 juta suara atau 36 kursi dari 560 kursi DPR. Dan pada 2019, mendapatkan 12,6 juta suara dengan 59 dari 575 kursi DPR.  

Bila kita tidak melupakan sejarah, Partai NasDem adalah yang pertama kali menyatakan mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden pada 2014. Langkah cepat itu kemudian diulang pada 2019.

Sehingga, sebagai partai politik yang baru mengikuti pemilu pada 2014, NasDem menjadi partai pendukung pemerintah sejak awal 2014 dan berkomitmen hingga tuntas periode kedua Jokowi pada 2024.

Sikap itu juga diterapkan dalam pemilihan kepala daerah. Semisal, Ridwan Kamil di Jawa Barat, Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur, dan juga Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di pemilihan gubernur DKI Jakarta. Dan semua didukung tanpa syarat. Termasuk dalam hal penentuan pasangan para kepala daerah itu.

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengakui partai yang baru berdiri pada 11 November 2011 itu juga telah mendapatkan beragam dampak akibat bersikap.

"Kan, aneh, dukung Ahok saya dibilang penista agama. Sekarang dukung Anies dibilang ini baru jadi kadrun." Itu kata Surya Paloh.

Baca juga: Surya Paloh: Anies Akan Perkuat Nilai Kebangsaan

Akan tetapi, meski sempat dicap sebagai penista agama, NasDem tetap komitmen mengusung Ahok yang berpasangan dengan politisi PDIP Djarot Saiful Hidayat pada pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017.

NasDem juga tidak pernah berpindah ke lain hati untuk komitmen mendukung pemerintahan yang diusung untuk menjadi oposisi. Termasuk ketika Presiden Joko Widodo mencopot menteri berlatar belakang NasDem.  

Bila dibandingkan dengan konteks pidato Presiden, Partai Golkar adalah partai berkuasa pada 1971 hingga 1999.

Pascareformasi 1999, Partai Golkar masih mampu mempertahankan perolehan suara tiga besar dibandingkan partai lain.  Bila pada 1999 meraih 23,7 juta suara atau 22,4%, lalu pada 2004 menjadi 24,4 juta suara (21,5%), pada 2009 anjlok menjadi 15 juta suara (14,4%), pada 2014 18,4 juta suara (14,7%), dan pada 2019 menjadi 17,2 juta atau 12,3%.

Yang menarik adalah melihat posisi Partai Golkar di pemerintahan. Partai berlambang pohon beringin ini adalah yang paling tidak tahan berada di luar pemerintahan meskipun selalu berada di barisan lawan presiden terpilih di pilpres.

Seperti, pada 2004, Golkar mengusung Wiranto-Salahuddin Wahid. Pilpres 2004 dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Dan berselang beberapa bulan setelah pelantikan presiden, Golkar merapat menjadi barisan pendukung pemerintah sejak Desember 2004.

Lalu, pada 2009, Golkar mengusung Jusuf Kalla-Wiranto yang harus kembali kalah berhadapan dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Lagi-lagi, seusai pilpres, Golkar menjadi partai pengusung pemerintah.

Pada 2014, Golkar berada di barisan pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Kali ini pemilihan dimenangkan oleh Jokowi-Jusuf Kalla. Dan pada 2016, Golkar kembali merapat ke pemerintah.

Baru pada 2019, Golkar berada di barisan pemenang pemilihan presiden, yakni Jokowi-Ma'ruf Amin yang berhadapan dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Baru pada era ini, Golkar tidak berpindah posisi.

Baca juga: Ditegur PDIP Soal 'Siap Nyapres', Ganjar Tetap Nyatakan Siap

Belum lagi, sebenarnya bukan hanya NasDem yang mendeklarasikan calon presiden. Ada Partai Solidaritas Indonesia atau PSI yang dalam hitungan beberapa jam setelah NasDem, mendeklarasikan mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres. PSI bahkan menetapkan putri mendiang Presiden Indonesia ke-4 Abdurrachman Wahid, Yenny Wahid, sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Ganjar pun mengaku telah menjalin komunikasi dengan PSI. Dia juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan. Meskipun, dia mengaku masih mau fokus mengurus Jawa Tengah.

Meskipun, pada 24 Oktober, Ketua DPP PDIP Komarudin Watubun menyampaikan PDIP menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Ganjar Pranowo terkait dengan pernyataannya siap menjadi capres pada Pemilu 2024.

Lalu, pada 26 Oktober, PDIP juga memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua DPC PDIP Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo karena secara terbuka memberikan dukungan kepada Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden untuk Pemilu 2024.

Jangan lama-lama

Pesan kedua yang disampaikan Presiden Jokowi adalah jangan terlalu lama-lama. 'Saya dengar-dengar dan saya melihat tiap hari itu Pak Airlangga Hartarto itu rangkulan terus dengan Pak Mardiono dari PPP dan Pak Zulkifli Hasan dari PAN. Jangan hanya rangkul-rangkulan terus. Tapi saya meyakini sebentar lagi pasti akan segera menentukan, kita tunggu saja." Itu kata Presiden.

Baca juga: Mardiono : PPP akan Pilih Capres yang Nilai Survei Tertinggi

Partai politik diberikan hak monopoli oleh konstitusi untuk mengajukan calon presiden dan pasangannya. Meskipun, keterpilihan presiden dan wakil presiden ditentukan oleh suara rakyat.

Sehingga, seyogianya partai politik tidak menomorduakan suara rakyat. Berikanlah kandidat terbaik berdasarkan kualitas dan elektabilitas pada pemilihan presiden. Partai politik jangan ragu memberikan kandidat terbaik yang laik menjadi aktor politik liga utama. Salah satu ukuran yang objektif dalam menilai kualifikasi para kandidat ialah calon menempati peringkat atas yang telah ada berdasarkan hasil survei. Di mana, dari beragam survei yang sudah ada, urutan tiga besar ialah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.

Selain itu, berikan kepada rakyat hak untuk menilai para kandidat. Sehingga, publik harus diberikan waktu yang cukup. Jangan lagi penetapan capres menunggu saat terakhir atau last minute. Itu kalau para elite memang hendak mengakhiri masa memilih kucing dalam karung.

Mungkin pemikiran itu yang melatarbelakangi Presiden Jokowi berpesan jangan lama-lama dalam menentukan capres. Karena, menjadi pelopor yang mengawali bukan berarti asal-asalan. Partai politik kita yakini memiliki ragam pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.

Baca juga: Erick Thohir Dinilai Cawapres Paket Lengkap untuk KIB

Presiden Jokowi telah secara eksplisit menyinggung para elite Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yakni Airlangga Hartarto dari Golkar, Mardiono dari PPP, dan Zulkifli Hasan dari PAN. Presiden jelas-jelas memesankan jangan terlalu lama dalam bersikap.

Jadi, Presiden tentu berharap KIB jangan terjebak pola lama, memberikan sosok calon pemimpin kepada rakyat pada last minutes. Sudah sepantasnya hak rakyat untuk tahu, menyukai, dan memilih diberikan oleh partai politik. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya