Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
JURU Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan negaranya siap melakukan konsultasi untuk membicarakan Pedoman Tata Perilaku (Code of Conduct atau COC) Laut China Selatan dengan negara-negara anggota ASEAN.
"Kami berharap negara-negara ASEAN akan bekerja sama dengan kami untuk mencapai target yang ditetapkan dan mempercepat konsultasi untuk penerapan COC," kata Mao Ning seperti dilansir dari Antara, Jumat (12/1).
Sebelumnya pada Selasa (9/1), Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan siap bekerja sama dengan seluruh negara anggota ASEAN, termasuk Filipina untuk menyelesaikan COC Laut China Selatan secepatnya.
Filipina dan Tiongkok sudah sering terlibat perselisihan di wilayah perairan Laut China Selatan dalam beberapa bulan terakhir, terutama di dekat pulau karang yang disebut Tiongkok sebagai Ren'ai Jia sementara Filipina menyebutnya sebagai Beting Ayungin yaitu bagian dari Kepulauan Spratly.
Baca juga: Dua Pendorong Arus Masuk Dana Asing ke ASEAN pada 2024
"Tiongkok dan negara-negara ASEAN sedang berupaya untuk mengadopsi Pedoman Tata Perilaku di Laut Cina Selatan yang merupakan langkah penting dalam mengimplementasikan Deklarasi Perilaku Para Pihak (Declaration of Conduct atau DOC) di Laut Cina Selatan," papar Mao Ning.
Menurut Mao Ning, konsultasi antara pemerintah Tiongkok dengan negara-negara ASEAN dalam membahan COC berjalan lancar.
"Pembahasan tahap kedua telah selesai dan pembahasan tahap ketiga telah dimulai. Para pihak telah mengadopsi pedoman untuk mempercepat konsultasi mengenai COC," ungkap Mao Ning.
Namun Mao Ning juga mengingatkan bahwa permasalahan Laut Cina Selatan sangat kompleks dan menghadapi campur tangan pihak luar.
"Posisi Tiongkok mengenai masalah Laut Cina Selatan jelas dan konsisten. Kami berkomitmen untuk menangani perselisihan dengan baik melalui dialog dan konsultasi dengan negara-negara terkait, dan ingin bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan," jelas Mao Ning.
Meskipun demikian, Tiongkok, kata Mao Ning, akan dengan tegas menjaga kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritimnya. "Tidak ada negara yang tidak berada di kawasan yang berhak ikut campur dalam sengketa maritim antara Tiongkok dan Filipina," tegas Mao Ning.
Tiongkok mengakui kedaulatannya atas hampir seluruh wilayah di Laut China Selatan dengan menyebutnya sebagai kawasan Nine-Dash Line yaitu wilayah historis militer Tiongkok yang termasuk sebagian zona ekonomi eksklusif (ZEE) Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina dan Vietnam.
Sejak 1997, negara-negara ASEAN dan Tiongkok menyepakati Deklarasi Perilaku Para Pihak (Declaration of Conduct atau DOC) pada 2002. Pada tahun itu pula COC mulai dirundingkan, menandai pertama kalinya Tiongkok menerima perjanjian multilateral mengenai isu tersebut.
Setelah 17 tahun berunding, ASEAN-Tiongkok menyepakati naskah yang akan dirundingkan dan dimulai pada 2019. Namun pada 2020-2021 terhenti akibat pandemi sehingga baru pada 2022, perundingan dimulai kembali.
Pemerintah Filipina yang merupakan sekutu dekat Amerika Serikat (AS) memberikan akses kehadiran militer AS di empat pangkalan di negara tersebut sehingga menjadikan mereka dapat berhadapan langsung dengan militer Tiongkok yang secara aktif hadir di Laut China Selatan dan bahkan membayangi Taiwan.
Baca juga: Sejumlah Negara Bayar Upeti ke Trump Lewat Perusahaannya
Pada 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional, atas permintaan Filipina, memberikan fatwa bahwa daratan hasil reklamasi di Laut China Selatan tidak bisa dijadikan dasar klaim perairan. Sayangnya Tiongkok menolak mengakui fatwa itu karena menilai tidak punya dasar hukum, sementara Indonesia dan berbagai negara lain menerimanya.
Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 mengatakan klaim Tiongkok itu tidak memiliki dasar hukum.
Pada November 2023, Filipina mengajukan COC baru bagi kestabilan dan perdamaian di wilayah sengketa Laut China Selatan. Usulan Manila muncul setelah Presiden Ferdinand Marcos merasa prihatin mengenai negosiasi yang berkepanjangan antara ASEAN dan Tiongkok tentang COC di Laut China Selatan.
Marcos juga mencari dukungan dari negara-negara, seperti Vietnam dan Malaysia, untuk membentuk kode etik kelautan yang akan menjaga perdamaian di Laut China Selatan. (Z-6)
Pada sesi talkshow ini, dibahas mengenai pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya DBD di Indonesia bahwa kasus DBD masih menjadi masalah kesehatan yang serius.
Pameran GIIAS 2024 bisa menjadi kesempatan untuk menampilkan aneka solusi pengisian daya mobil listrik mutakhir dan berinteraksi dengan para pelaku industri dan konsumen
KEPALA Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam pertemuan dengan diplomat ASEAN di Laos pada Jumat (26/7) membela kebijakan Brussels terkait krisis Gaza.
Keberadaan mangrove krusial secara nilainya baik ekologi, sosial maupun ekonomi. Namun demikian tantangannya juga cukup besar.
Indonesia punya strategic action plan dari tahun 2025 sampai dengan 2030. Dalam hal ini ini Indonesia bisa menjadi lead untuk mangrove.
KLHK merumuskan berbagai standar sebagai guidance dalam pengelolaan hutan dan hasil hutan, misalnya dalam pemanenan, pengelolaan produk hingga pengelolaan lingkungan.
Filipina akan tempuh upaya diplomatik untuk selesaikan sengketa Laut Cina Selatan
BMKG merilis laporan cuaca untuk 22 Juli 2024, yang mengindikasikan kondisi cuaca dan peringatan potensial di berbagai wilayah Indonesia.
FILIPINA menuduh penjaga pantai Tiongkok bertindak seperti bajak laut dalam konfrontasi terbaru di Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Militer dan pertahanan mesti diperkuat sehingga konflik perairan itu tidak mengganggu kedaulatan RI.
Kondisi cuaca dan perairan LNU yang relatif terbuka membutuhkan kehadiran kapal-kapal patroli pengawasan yang lebih mumpuni.
Konflik Laut China Selatan sudah dimulai sejak 1947. Saat itu, China memproduksi peta LCS dengan garis putus-putus.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved