Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
POLEMIK kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang ramai belakangan dinilai akibat salah kelola pendidikan tinggi negeri di Indonesia. Persoalannya, sistem pendidikan di Indonesia dikelola dengan mekanisme pasar. Apalagi dengan kebijakan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH), kampus seakan menjadi entitas bisnis untuk mencari keuntungan.
Hal itu disampaikan Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji dalam sebuah diskusi pendidikan di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (29/5). Ia menganalogikan bahwa pendidikan seharusnya dikelola seperti jalan raya. Artinya siapa saja dapat mengakses. Selain itu, pengelolaan pendidikan juga harus non-profit.
"Memang betul biaya pendidikan itu mahal. Tapi apakah lembaga pendidikan (harus) ditempatkan untuk mencari uang? Kalau buat saya lembaga pendidikan itu harusnya tempat menghabiskan uang, bukan tempat menghabiskan (red: mencari) uang," paparnya.
Baca juga : Dirjen Dikti-Ristek Surati Para Rektor PTN dan PTNBH terkait Pembatalan Kenaikan UKT
"Kalau lembaga pendidikan harus cari uang, kenapa gak sekalian TNI suruh cari uang? Mahal lho beli alutsista, macam-macam," imbuhnya.
Indra mencontohkan, ketika biaya kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS) bisa lebih murah dari perguruan tinggi negeri (PTN), artinya ada salah kelola. "Padahal PTN itu dosennya digaji pemerintah, masih dapat bantuan operasional PTN, kok biayanya bisa lebih tinggi?" katanya.
Padahal ketika negara hadir untuk menyediakan biaya pendidikan yang terjangkau, rakyat punya kesempatan mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya dan akhirnya bisa membangun negara. "Nantinya mereka mandiri, punya penghasilan, baru dipajakin. Siklusnya begitu," jelasnya.
Baca juga : Jokowi: Kemungkinan Kenaikan UKT PTN Dimulai Tahun Depan
Indra juga menyoroti bahwa sebenarnya anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN bisa dimanfaatkan bila dikelola dengan baik. Ia mencontohkan, Undang-Undang 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut anggaran pendidikan 20% itu tidak termasuk sekolah kedinasan.
"Sekolah-sekolah ini harusnya di luar anggaran pendidikan. Kenapa sekarang malah ada 22 kementerian di luar Kemendikbud dan Kemenag yang mendapatkan anggaran pendidikan Kemensos dapat Rp12 triliun anggaran pendidikan, ini mendidik siapa?" katanya.
Menurut Indra, harus ada kemauan politik untuk menata ulang agar 20% anggaran pendidikan harus betul-betul dipakai untuk pendidikan di luar sekolah kedinasan.
Baca juga : Pembatalan Kenaikan UKT Dinilai tidak Cukup untuk Jamin Pendidikan Tinggi yang Berkeadilan bagi Masyarakat
Menyoal UKT yang diproyeksikan akan naik tahun depan, Indra menyebut hal itu akan terjadi karena Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 yang menjadi dasarnya tidak dicabut.
"Kalau mau (tidak naik) Permendikbud-nya dihapus. Ini kan tidak. Ini kan hanya keputusan verbal (UKT batal naik) tapi aturannya (Permendikbud) tidak dihapuskan," jelasnya.
Ia menyebut bahwa yang paling terdampak dari kenaikan UKT bukan rakyat miskin tetapi rakyat berpenghasilan menengah. "Pendapatan per kapita Indonesia kan Rp75 juta per tahun. Kalau iuran pengembangan institusi (IPI) Rp75 juta juga, berarti orang itu harus puasa setahun. Kalau UKT Rp20 juta atau Rp40 juta per tahun berarti sudah 60% dari pendapatan per tahun mereka. Itu untuk satu anak. Berarti ini sebuah kebijakan yang tidak punya dasar teknokratik" pungkasnya.
Baca juga : Anggaran Pendidikan di APBN Besar, DPR Pertanyakan Meroketnya Biaya Kuliah
Pada kesempatan yang sama, hadir mantan Menteri ESDM Sudirman Said. Ia mengingatkan bahwa beban terbesar dari biaya pendidikan mesti dipikul oleh negara. Karena itu, katanya, tidak tepat apabila lembaga-lembaga pendidikan berfungsi seperti instrumen untuk mencari uang.
"Lembaga pendidikan harus difungsikan kembali sebagai instrumen mencerdaskan bangsa. Cara kerjanya pasti berbeda. Kenaikan UKT meskipun ditunda, mudah-mudahan kebijakan mengenai uang kuliah ke depan betul-betul berpihak pada masyarakat," katanya.
Sudirman beranggapan bahwa pendidikan yang dikelola dengan cara pasar akan jadi berantakan. "Akhirnya antara sekolah swasta dengan negeri itu beda tipis saja. Swasta berusaha efisien karena harus bersaing dengan negeri, negerinya karena mentang-mentang mendapatkan branding, seperti menggunakan kesempatan ini untuk menaikkan biaya," katanya. (Ifa/Z-7)
Leadership Talks sangat penting bagi pimpinan PT untuk mengatasi tantangan dan permasalahan kompleks di era saat ini.
Peserta Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun ini mencapai 785 ribu berasal dari lulusan SMA, SMK, dan MA 2022, 2023, dan 2024. Peserta yang dinyatakan lulus mencapai 231.104 orang.
Kemendikbud Ristek tengah mempersiapkan perubahan menjadi PTN-BH untuk Universitas Trisakti. Salah satu tujuan pemerintah yakni untuk mengambil seluruh aset milik yayasan.
KEPALA Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan perlu adanya alternatif pendanaan untuk BOPTN agar kebijakan tentang standar satuan biaya tidak menimbulkan kegaduhan di kalangan publik.
STANDAR Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPTN) merupakan penentu besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sebab itu, Komisi X DPR RI berkomitmen akan mengawasi kerja
ASOSIASI Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BP PTSI) rekomendasikan pemerintah agar ikut serta mengembangkan perguruan tinggi swasta dari berbagai upaya.
LLDikti Wilayah III bersama Universitas Esa Unggul menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Transformasi Kehumasan di Era Digital: Strategi dan Kolaborasi Masa Depan.
Akreditasi Unggul merupakan peringkat akreditasi tertinggi kepada perguruan tinggi atau program studi yang dianggap memenuhi kriteria akreditasi BAN-PT.
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyoroti biaya kuliah yang tinggi di perguruan tinggi negeri (PTN) dan menekankan pentingnya mandiri bagi PTN.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved