Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan pengelolaan air, baik dalam skala global, regional, nasional, hingga lokal, memiliki peran yang vital.
Hal ini karena krisis air juga berkaitan dengan dampak perubahan iklim, yang diperparah dengan kerusakan lingkungan. Dampak lanjutnya akan luar biasa, karena saling menguatkan (saling memperparah) pada berbagai sektor kehidupan. Maka dari itu, langkah-langkah nyata untuk mewujudkan keadilan dalam mengakses air bersih, mutlak perlu terus dilakukan.
Hal tersebut disampaikan Dwikorita dalam pidatonya bersama Presiden Majelis Umum PBB, pada High Level Event Celebrating World Water Day 2024: Converging Efforts, Keeping the Momentum of Progress di Markas PPB, New York, AS.
Baca juga : Melemahnya Ketahanan Air Ancam Ketahanan Pangan Global
Dalam acara tersebut Dwikorita juga didaulat menjadi panelis pada Sesi Ke-2, yang membahas Highlight of Key-Priorities: From 2023, to 2024 and Beyond.
“Pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara berkelanjutan, menyeluruh dari hulu dan hilir sebagai sebuah satu kesatuan perencanaan yang bersifat berkalanjutan, adil, dan merata. Langkah ini merupakan salah satu bentuk upaya konkret dan serius untuk mengatasi kemiskinan, ketahanan pangan dan energi, serta konservasi sumber daya alam,” papar Dwikorita.
Ditegaskan Dwikorita, poin-poin penting yang dihasilkan dari UN Water Conference 2023 harus diterapkan dan diwujudkan dalam langkah nyata melalui berbagai platform global. Termasuk melalui World Water Forum ke10 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia bersama Konsil Air Dunia, di Bali, Mei nanti. Dwikorita juga mengundang para peserta untuk hadir dan berkontribusi aktif pada WWF-10 tersebut.
Baca juga : Hari Air Sedunia ke-74, BMKG Ajak Kolaborasi Hadapi Perubahan Iklim
Dwikorita mengungkapkan, lebih dari 2 miliar orang tinggal di bawah tekanan karena masalah air, dan 3,6 miliar orang menghadapi akses air yang tidak memadai setidaknya satu bulan dalam setahun.
Kondisi ini, kata dia, tidak terlepas akibat pemanasan global dan perubahan iklim yang diperparah oleh aktivitas manusia yang merusak lingkungan. Karena itu, keterkaitan antara air, iklim, pengelolaan lingkungan dan transformasi gaya hidup untuk selalu menjaga alam, harus menjadi dasar kebijakan penanganan persoalan pengelolaan air global.
Persoalan air, lanjut Dwikorita, tidak hanya tentang ketersediaan jumlahnya dan aksesibilitasnya saja, namun juga dari segi kualitas, terutama yang terkait dengan sanitasi dan aspek higienik.
Baca juga : 2023 Pecahkan Rekor Tahun Terpanas, Dampak Perubahan Iklim Kian Mengkhawatirkan
Hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama karena ketersediaan air bersih berkualitas sangat berkaitan erat dengan upaya penghapusan kemiskinan, penghapusan kelaparan, kesehatan yang baik, sanitasi, energi bersih, pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan ketidaksetaraan, hingga upaya perwujudan keadilan dan perdamaian.
“Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam Game Changer No 1 Konferensi Air PBB 2023. Krisis iklim berdampak besar terhadap berbagai bidang kehidupan karena efeknya kemana-mana,” ujarnya.
World Meteorological Organization (WMO), kata Dwikorita, dalam laporannya menyebut bahwa pemanasan global sedang berlangsung dengan cepat. Diterangkan bahwa Tahun 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat, dan berbagai indikator utama iklim juga mencatat rekor yang terpecahkan.
Baca juga : Indonesia Perlu Bentuk Komite Cuaca Ekstrem
“Persoalan ini harus menjadi perhatian kita bersama, seluruh negara tanpa terkecuali. Jumlah kejadian cuaca ekstrem yang memicu bencana hidro-meteorologi basah dan kekeringan yang makin sering, serta intensitasnya makin meningkat tajam. Hal ini tentu sangat berbahaya karena mengancam keberlangsungan hidup generasi yang akan datang,” imbuhnya.
Lebih lanjut Dwikorita menegaskan bahwa dampak buruk dari bencana hidrometeorologi ekstrem dapat diredam di setiap negara melalui upaya menjaga lingkungan bersama serta memberikan layanan peringatan dini melalui inisiatif Early Warning for All.
Menurutnya, kerja sama antar negara diantaranya dengan mengintegrasikan kebijakan dan tindakan untuk selalu menjaga/mengelola lingkungan yang terkait dengan air dan iklim, aksesibilitas dan kualitas air, serta inisiatif Early Warning for All (EW4LL), diharapkan dapat memperbaiki kondisi bumi kekinian hingga masa depan, yang tengah mengalami krisis.
Baca juga : Tuan Rumah Word Water Forum, Indonesia Dorong 3 Hal Ini dalam Pengelolaan Air di Tengah Krisis Iklim
“Saya optimistis kerja sama ini akan berdampak besar jika semua negara berkomitmen menjaga keberlangsungan bumi demi anak cucu di masa mendatang,” pungkasnya.
Sementara itu, dalam kunjungannya ke New York, Amerika Serikat, Dwikorita juga melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Majelis Umum PBB, H.E Mr Dennis Francis.
Pertemuan tersebut membahas isu pentingnya pengelolaan air secara global karena memberikan pengaruh secara luas pada berbagai aspek kehidupan.
Dwikorita dengan didampingi oleh Perwakilan Tetap Indonesia di PBB, juga melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Insfrastruktur dan Air Kerajaan Belanda, H.E Mr Jaap Slootmaker dengan pokok bahasan peluang kerja sama antara Indonesia dan Belanda di bidang hidrologi, termasuk terkait rencana pembentukan Centre of Excellence on Water and Climate Resilience di Indonesia. (R-1)
Menurut Kementan tidak ada cara lain menghindari krisisi pangan selain mengebut program pompanisasi dan oplah.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyoroti bahaya fenomena cuaca panas ekstrem yang semakin meningkat di banyak negara.
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, mendesak negara-negara untuk bertindak menanggapi dampak panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.
Suhu baru tertinggi yang tercatat sebesar 17,09 derajat Celcius, sedikit melampaui rekor sebelumnya sebesar 17,08 derajat Celcius yang terjadi pada 6 Juli 2023.
Untuk menghadapi tantangan ini, dibutuhkan generasi muda yang peduli pada lingkungan dan memiliki pengetahuan serta keahlian membangun masa depan berkelanjutan.
Langkah nyata ini juga sebagai bentuk dukungan BMKG untuk memberikan data yang lebih akurat dalam mewujudkan target Net Zero Emission tahun 2060.
Pindah ke Pulau Jawa, di wilayah Yogyakarta diprakirakan akan berawan. Sedangkan untuk wilayah Serang, Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya berpotensi hujan ringan.
STASIUN Meteorologi Maritim Belawan, Sumatra Utara (Sumut), menyebutkan gelombang setinggi 2,0 meter hingga 2,5 meter diprakirakan berpeluang terjadi perairan Sumatra.
Suhu udara umumnya berkisar antara 16 hingga 35 derajat Celcius dan kelembaban berkisar antara 47% hingga 99%.
Dalam tiga hari ke depan, mulai Rabu (31/7), tinggi gelombang laut terutama di perairan selatan Bali berpotensi mencapai 3 meter.
Pengamatan cuaca pukul 05.30 WIB melihat adanya perubahan cuaca Rabu (31/7) ini, yakni potensi hujan ringan hingga sedang terjadi di sebagian besar daerah daerah di kawasan pegunungan
BMKG juga mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved