Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ANGKA konsumsi rokok pada remaja di Indonesia sangat tinggi. Banyak penelitian sebelumnya mengungkap bahwa keterjangkauan rokok menjadi tantangan utama dalam upaya menurunkan prevalensi perokok muda di negeri ini. Produk tembakau dijual dengan harga sangat murah dan bisa diecer.
CISDI mendapati 70% koresponden riset yaitu siswa SMP-SMA mengakui membeli rokok batangan saat mencoba rokok pertama kali dan pada pembelian di 30 hari terakhir saat diinterview. Pembelian rokok batangan oleh remaja berhubungan dengan kebiasaan merokok tidak rutin serta merokok 5 batang atau kurang per hari.
“Dengan pola merokok ini, dapat dikatakan konsumsi rokok batangan berhubungan dengan tahap eksperimen pada remaja, sebuah tahapan yang menggiring seseorang menjadi pecandu dan rutin merokok,” kata Chief of Research and Policy CISDI Olivia Herlinda, Selasa (12/12).
Baca juga : Karena Rokok, Orang Indonesia Kena Kanker Paru 10 Tahun Lebih Dulu
Riset menunjukkan remaja tergoda untuk membeli rokok terus-menerus karena rokok batangan dijual, dipromosikan secara masif, dan tersedia di sekitar. Hasil focus group discussion (FGD) dengan 49 remaja menunjukkan mereka memperoleh rokok di kios-kios sekitar sekolah dengan harga paling rendah sekitar Rp1.000 per batang.
Pembelian rokok batangan murah secara berulang membuat remaja akhirnya mengeluarkan uang antara Rp30 ribu hingga Rp200 ribu setiap minggu. Jumlah ini setara dengan separuh pengeluaran per kapita mingguan rata-rata penduduk Indonesia.
Baca juga : Jumlah Perokok Indonesia Bertambah 8,8 Juta dalam 10 Tahun
“Penjualan rokok batangan membuat remaja bisa membeli rokok dengan uang jajan harian. Rokok yang sudah murah menjadi lebih terjangkau lagi karena diecer. Bayangkan betapa besarnya alokasi untuk belanja rokok. Padahal, mereka seharusnya bisa menggunakan dana ini untuk kebutuhan esensial seperti membeli makanan bergizi,” tegas Olivia.
Mudahnya remaja mendapatkan rokok batangan dikarenakan tidak adanya aturan pelarangan penjualan secara eceran dan lemahnya kepatuhan serta penegakan hukum tentang pelarangan penjualan kepada anak di bawah 18 tahun. Sebagian besar kios tidak melakukan pengecekan identitas pembeli rokok.
Itu tergambar dari pengakuan remaja yang jarang diminta menunjukkan kartu tanda pengenal atau identitas saat membeli rokok di warung, kios, toserba bahkan minimarket. Akibatnya, anak dibawah umur pun bisa bebas membeli dan mengkonsumsi rokok.
Kenaikan harga jual rokok bisa mempercepat seseorang berhenti merokok. Sebab, terdapat hubungan sangat kuat antara harga jual rokok dengan keputusan perokok untuk berhenti. Peningkatan harga rokok yang signifikan atau tinggi dapat menekan prevalensi merokok di Indonesia.
Melalui penerapan kebijakan kenaikan cukai, pemerintah bisa mengerek harga jual rokok di pasaran. Sayangnya, kebijakan kenaikan harga rokok naik selama ini, tidak cukup efektif, contohnya; perhitungan relative income price atau proporsi GDP per kapita untuk membeli 100 bungkus rokok menunjukkan harga rokok pada 2021 justru 3,6 kali lebih terjangkau dibandingkan 1998. Ini artinya, terdapat ruang sangat luas bagi pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok lebih tinggi lagi.
“Di samping itu, struktur cukai rokok di Indonesia yang rumit, juga membuat kenaikan cukai tidak berdampak signifikan terhadap konsumsi rokok, dikarenakan konsumen bisa beralih ke produk yang lebih murah ketika terjadi kenaikan cukai,” kata Olivia.
Sebagai tambahan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 menjelaskan cukai hasil tembakau hingga hari ini terdiri atas delapan lapisan tarif. Di sisi lain, masih ditemukan juga potensi konsumen beralih membeli rokok batangan ataupun rokok ilegal.
Oleh karena itu, CISDI merekomendasikan pemerintah untuk tingkatkan kenaikan cukai rokok dengan signifikan. Survei yang dilakukan PRAKARSA pada 2018 menyebutkan 32% perokok akan berhenti merokok ketika kenaikan harga jual rokok mencapai 100%.
Selanjutnya, pemerintah diminta untuk sederhanakan struktur tarif cukai. Penyederhanaan akan mencegah perokok beralih ke rokok lebih murah dalam struktur tarif yang berbeda.
Pemerintah juga harus melarang penjualan rokok batangan. Larangan akan mencegah perokok beralih ke rokok batangan ketika terjadi kenaikan harga.
Aparat penegak hukum juga harus berikan sanksi atas pelanggaran penjualan produk tembakau pada remaja di bawah usia 18 tahun. Indonesia sudah memiliki aturan jelas mengenai pelarangan penjualan produk tembakau bagi remaja berusia di bawah 18 tahun yang tidak dipatuhi oleh penjual.
Selain itu, pemerintah harus mewajibkan penjual memiliki lisensi. Berkaca dari negara lain, penerapan lisensi efektif dapat mengontrol ketat penjualan rokok di level akar rumput.
Pemerintah juga harus melawan peredaran rokok ilegal. Rokok ilegal buruk bagi pemasukan negara dari cukai dan karena murah mendorong perokok untuk tetap merokok.
Terakhir dan yang paling penting mempomosikan program berhenti merokok. Gunakan cukai rokok dan berbagai lini komunikasi untuk mengedukasi dampak buruk konsumsi rokok dan konseling untuk berhenti merokok. (Z-5)
Untuk mengontrol konsumsi rokok pada remaja, cukai rokok menjadi salah satu upaya yang paling signifikan.
Data Outlook Perokok Pelajar Indonesia pada 2023, sebanyak 47,06% anak membeli rokok secara eceran dengan tempat membeli rokok terbanyak di kios.
Selain deteksi dini untuk screening kanker paru, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah regulasi terkait pembelian rokok oleh remaja maupun anak sekolah.
Fokus kebijakan sebaiknya diletakkan pada pengurangan akses kaum muda ke produk tembakau melalui penegakan hukum.
Terobosan tersebut bisa dari keharusan menunjukkan KTP atau peredaran rokok dibatasi seperti halnya penjualan minuman beralkohol.
Di Indonesia dari keempat rekomendasi WHO tersebut masih belum optimal adalah pelarangan iklan dan sponsor rokok.
Penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang menyebar di seluruh Indonesia
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
PP Kesehatan diterbitkan sebagai upaya langkah preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved