Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Adaninggar Primadia Nariswari meminta masyarakat tidak khawatir soal penyebaran nyamuk berbakteri Wolbachia. Ia mengatakan nyamuk tersebut bukanlah hasil rekayasa genetik sehingga tidak berbahaya bagi manusia.
"Apa benar nyamuk ini hasil rekayasa genetik? kalau sudah mikir genetik pasti sudah mikir macam-macam. Padahal, sebenarnya nyamuk ini atau yang nanti disebarkan tidak melalui rekayasa genetik," jelas Adaninggal melalui akun media sosial pribadinya, Jumat (17/11).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kemenkes menyebarkan nyamuk yang memiliki bakteri Wolbachia sebagai salah satu upaya menekan angka demam berdarah dengue (DBD) di sejumlah wilayah di Indonesia.
Baca juga: Kemenkes: Hasil Uji Wolbachia Efektif Tekan Dengue
Adapun, terkait Wolbachia, ia menjelaskan itu adalah bakteri alami yang terdapat pada 60% jenis serangga seperti lalat, ngengat, capung, dan kupu-kupu. Wolbachia dapat diperbanyak dengan cara mengawinkan nyamuk yang sudah memiliki bakteri tersebut dengan nyamuk yang tidak memilikinya.
"Jadi ini adalah bakteri alami, bukan buatan atau hasil rekayasa genetika," ucapnya.
Melalui pengawinan beberapa generasi, diharapkan seluruh nyamuk aedes aegypti akan mengandung bakteri Wolbachia, sehingga bisa mengurangi penyebaran virus dengue.
Baca juga: Cegah DBD, Denpasar akan Tebar Telur Nyamuk Wolbachia
Ia juga memastikan bahwa program penyebaran nyamuk ber-Wolbachia bukan uji coba yang belum terbukti. Uji coba dan penelitian tentang bakteri itu telah dilakukan sejak 2011.
Dia menyebutkan terdapat sejumlah negara endemis DBD seperti Brasil, Australia, Vietnam, Meksiko, dan Sri Lanka yang juga menerapkan langkah serupa.
Di Indonesia, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Yogyakarta dan mampu menekan angka kesakitan akibat DBD hingga 77%, serta mengurangi risiko rawat inap menjadi 86%.
"Meskipun teknologi Wolbachia bermanfaat dan efektif, pencegahan DBD harus dilakukan dengan perilaku hidup bersih dan sehat," tandasnya.
Ada 1.009 kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, di sepanjang Januari hingga akhir Juli 2024. Dari jumlah itu, angka kematian mencapai 31 orang.
Pada sesi talkshow ini, dibahas mengenai pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya DBD di Indonesia bahwa kasus DBD masih menjadi masalah kesehatan yang serius.
Memasuki musim pancaroba, daya tahan tubuh anak kerap menurun. Hal ini perlu diwaspadai karena pancaroba identik dengan penyakit demam berdarah.
Tidak hanya gejala umum, DBD juga bisa menunjukkan gejala yang tidak biasa. Gejala-gejala ini penting untuk diwaspadai agar pasien bisa segera mendapatkan penanganan medis yang tepat.
Pengobatan yang diberikan dokter kepada pasien DBD adalah untuk mengatasi gejala, seperti pemberian cairan infus, atau pemberian penghilang nyeri (pain killer).
Ada tiga fase DBD, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase recovery. Jadi, masyarakat harus memahami kapan dia bisa kelola di rumah dan kapan harus dibawa berobat.
Musim kamarau yang terjadi pada tahun ini ada peningkatan kasus terutama nyamuk aedes aegypti atau demam berdarah dengue (DBD). Peningkatan kasus, menyebabkan 4 orang meninggal
DBD termasuk penyakit yang mengancam jiwa. Seseorang bisa mengalami DBD lebih dari sekali akibat infeksi virus dengue dan infeksi berikutnya berisiko lebih parah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved