Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
INDONESIA memiliki letak geografis yang berada pada 6o Lintang Utara (LU) hingga 11O Lintang Selatan (LS) dan membelah garis khatulistiwa (0o). Kondisi geografis tersebut memungkinkan matahari untuk pada suatu titik tepat berada tegak lurus di atas kita, hal tersebut menyebabkan fenomena hari tanpa bayangan.
Fenomena hari tanpa bayangan atau yang dikenal dengan kulminasi tersebut akan berlangsung pada tengah hari mulai 7 September hingga 21 Oktober 2022. Fenomena ini dapat diamati dari berbagai wilayah di Indonesia dalam waktu yang berbeda tergantung dari letak geografis masing-masing daerah.
Periset Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Pangerang menjelaskan bahwa fenomena ini disebabkan karena nilai deklinasi matahari pada periode tersebut akan sama dengan lintang geografis wilayah Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan matahari akan berada tepat di atas kepala.
Baca juga: SDM Lokal Khawatir Tidak Mampu Bersaing Setelah Pembangunan IKN
“Karena nilai deklinasi matahari sama dengan lintang geografis wilayah Indonesia, maka matahari akan berada tepat di atas kepala kita saat tengah hari. Ketika matahari berada di atas Indonesia, tidak ada bayangan yang terbentuk oleh benda tegak tidak berongga saat tengah hari, sehingga fenomena ini dapat disebut sebagai Hari Tanpa Bayangan Matahari,” jelas Andi.
Hari tanpa bayangan sendiri terjadi dua kali setahun untuk daerah yang terletak di antara Garis Balik Utara (Tropi of Cancer; 23,4O LU) dan Garis Balik Selatan (Tropic of Capricorn; 23,4O LS) atau di sekitar garis khatulistiwa. Sementara, untuk daerah yang terletak di Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan akan mengalami hari tanpa bayangan hanya sekali setahun, yakni Ketika Solstis Juni (21/22 Juni) maupun Solstis Desember (21/22 Desember). Sedangkan di luar wilayah tersebut, matahari tidak akan berada di atas kepala (zenit) ketika tengah hari sepanjang tahun.
Di Indonesia sendiri nilai deklinasi matahari bervariasi antara +6O hingga -11O (6O LU hingga 11OLS) sejak pekan kedua bulan September hingga pekan ketiga bulan Oktober. “Deklinasi merupakan sudut apit antara lintasan semu Matahari dengan proyeksi ekuator Bumi pada bola langit atau disebut juga dengan ekuator langit,” terang Andi.
Baca juga: Pakar Jelaskan Beberapa Hal yang Perlu Diketahui tentang Legionella
Andi memberikan tips untuk bisa menyaksikan fenomena hari tanpa bayangan matahari. “Yang pertama siapkan benda tegak seperti tongkat atau spidol atau benda lain yang dapat ditegakkan. Lalu letakkan di permukaan yang rata dan amati bayangan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jangan lupa untuk mendokumentasikannya dengan foto atau rekaman video saat proses tidak adanya bayangan matahari,” paparnya.
Andi juga menambahkan, apabila cuaca berawan, fenomena ini dapat disaksikan paling cepat lima menit sebelum atau paling lambat lima menit setelah waktu yang ditentukan. Hal ini dikarenakan di luar rentang waktu lima menit tersebut bayangan akan muncul kembali.
“Kota Pontianak akan mengalami fenomena ini saat terjadinya ekuinoks pada 23 September pukul 11.35.10 WIB. Untuk di Pulau Jawa, beberapa kota besar akan mengalaminya antara tanggal 9 Oktober-13 Oktober. Seperti di Jakarta yang akan terjadi pada 9 Oktober pada 11.39.59 WIB, Semarang pada 11 Oktober 11.25.08 WIB, Surabaya pada 12 Oktober 11.15.34 WIB, dan Yogyakarta pada 13 Oktober 11.24.51 WIB. Lebih lengkapnya kawan BRIN dapat melihat tabel waktu,” ujar Andi.
Saat sinar matahari datang tegak lurus dengan permukaan Bumi intensitas sinar atau radiasi akan maksimum. Akan tetapi intensitas ini tidak serta merta mempengaruhi kenaikan suhu di permukaan Bumi saat siang hari di wilayah yang mengalami hari tanpa bayangan.
Hal ini dikarenakan kenaikan suhu tidak hanya dipengaruhi oleh sudut penyinaran, melainkan juga oleh tutupan awan, kelembaban, dan jumlah bibit awan hujan. Semakin kecil tiga faktor tersebut, maka suhu permukaan Bumi akan semakin tinggi saat tengah hari.
“Jarak Bumi-Matahari juga sedikit berperan dalam kenaikan dan penurunan suhu rata-rata global permukaan Bumi, meskipun hanya kurang lebih 2,4OC,” lanjut Andi. (H-3)
Dua astronot NASA, Sunita Williams dan Barry "Butch" Wilmore, menghadapi ketidakpastian terkait jadwal kepulangan mereka dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Sebagai bagian dari misinya, pesawat ruang angkasa tersebut menambang material dari permukaan asteroid, mengemasnya, dan mengembalikannya ke Bumi.
Saat ini sektor antariksa yang potensial secara ekonomi memang telekomunikasi. Namun, potensi lain yang bisa dieksplorasi adalah penginderaan jauh atau remote sensing.
China berhasil meluncurkan Chang’e 6 pada 3 Mei 2024 dengan tujuan mengambil sampel batuan di sisi terjauh bulan atau sisi bulan yang tidak terlihat dari bumi
Tiga perusahaan sedang berupaya menyediakan penjelajah Bulan berikutnya milik NASA untuk misi berawak yang direncanakan pada akhir dekade ini.
Gedung Putih pada Selasa (2/4) mengumumkan bahwa mereka mengarahkan NASA untuk menciptakan standar waktu terpadu untuk Bulan dan benda langit lain. Apa tujuannya?
Kekhawatiran mengenai jarak antara Matahari dan Bumi memang sering muncul dalam diskusi ilmiah dan populer.
National Aeronautics and Space Administration (NASA) berhasil merekam letusan plasma gelap di matahari.
Mata adalah organ yang sangat sensitif terhadap cahaya. Saat kita melihat matahari atau terpapar cahaya yang sangat terang, sering kali mata kita akan berair.
Dalam dunia astronomi, kehadiran komet terang bisa menjadi peristiwa langka yang mempesona dan menginspirasi.
Apa yang terjadi bila bumi berhenti mengitari matahari? Simak penjelasannya berikut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved