Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K Lukito menyesalkan produsen air kemasan yang keras kepala menentang rencana pelabelan risiko Bisfenol A atau BPA--bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan--pada galon guna ulang meski dengan dasar pemahaman yang salah.
"Memang ada beberapa pihak, ini industri-industri tertentu, yang merasa akan dirugikan padahal dengan pandangan yang salah," katanya dalam rapat di Dewan Perwakilan Rakyat, pekan lalu. Menurut Penny, regulasi pelabelan risiko BPA tersebut sangat penting untuk kesehatan publik dan karena itulah BPOM berkomitmen memperjuangkan pengesahannya.
"Draf peraturan pelabelan BPA sebenarnya sudah selesai harmonisasi di Kementerian Hukum. Kami juga sudah menulis surat ke Presiden Joko Widodo, melalui Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara, meminta agar draf tersebut segera difinalkan," katanya menjawab pertanyaan Dewan yang cemas rancangan peraturan tersebut kandas akibat lobi-lobi gelap sejumlah pihak.
Penny bilang, senyampang menunggu pengesahan, BPOM segera melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat terkait potensi bahaya BPA pada galon guna ulang. "Kegiatan itu akan paralel dengan proses pengesahannya," katanya.
Dalam rapat di Senayan pada 4 April itu, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai NasDem, Ratu Ngadu Bonu Wulla, mendesak BPOM segera menerbitkan regulasi pelabelan BPA pada semua kemasan pangan, termasuk pada air minum kemasan. Dia menyitir hasil penelitian terkait risiko BPA pada galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat.
"Penelitian mengatakan bahwa kelompok rentan, yakni bayi usia 6-12 bulan, berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun," katanya. "Artinya apa? Pelabelan sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita, dan janin tidak mengonsumsi air galon guna ulang."
Ratu Ngadu menjelaskan residu BPA pada galon guna ulang bisa berpindah dari kemasan ke air akibat sejumlah faktor, termasuk paparan sinar matahari. "Semakin tinggi suhu dan lama durasi kontak semakin banyak BPA yang dapat mencemari makanan atau minuman," katanya.
Yang mengkhawatirkan, lanjutnya, BPA yang melebihi ambang batas memiliki efek samping buruk untuk tubuh jika sampai termakan atau terminum dari kemasan yang digunakan. "Efek samping bisa muncul yaitu peningkatan risiko penyakit jantung, kanker, kelainan organ hati, diabetes, dan gangguan otak, serta perilaku pada anak kecil," katanya.
Hasil uji post-market BPOM pada Januari 2022 atas level migrasi BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan. Ini peringatan pertama BPOM setelah lima tahun berturut-turut sebelumnya lembaga menyatakan migrasi BPA pada galon guna ulang masih di level yang aman.
Menurut Ratu Ngadu, regulasi pelabelan BPA penting untuk memastikan mutu dan keamanan galon yang beredar luas di masyarakat. Regulasi serupa, katanya, bisa meningkatkan kesadaran pelaku usaha atas pentingnya informasi yang akurat dan lengkap dari produk pangan serta untuk memproduksi pangan yang berkualitas, aman dikonsumsi, dan mengikuti standar yang berlaku.
Lebih jauh dia meminta BPOM mewaspadai manuver sejumlah pihak yang mungkin berupaya menjegal lahirnya peraturan pelabelan risiko BPA. "Pihak-pihak tersebut sejatinya kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan masyarakat," katanya.
Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan, organisasi lobi industri air kemasan, termasuk yang vokal menyatakan penentangan terbuka atas rencana pelabelan risiko BPA yang digulirkan BPOM. Pejabat asosiasi kerap menggambarkan inisiatif tersebut sebagai 'vonis mati' atas industri yang sebagian besar produknya menggunakan galon kemasan plastik keras polikarbonat. Menurut asosiasi, bila pelabelan sampai disahkan, publik bakal beralih ke galon dengan kemasan plastik lunak yang bebas BPA.
Namun Ratu Ngadu menepis argumen itu. Menurutnya, pelabelan risiko BPA tidak akan berpengaruh pada pasar. Dia mencontohkan penjualan rokok yang telah melejit meski pemerintah mewajibkan pemasangan label bahaya merokok di setiap kemasan yang beredar di pasar. "Yang terpenting negara harus hadir untuk memberikan edukasi dan mengingatkan pada masyarakat terkait bahaya BPA," katanya.
Baca juga: Pemerintah Pertebal Bansos dan Tingkatkan Alokasi KUR
Draf peraturan BPOM tentang pelabelan risiko BPA antara lain mengharuskan produsen galon yang menggunakan kemasan plastik keras polikarbonat memasang label Berpotensi Mengandung BPA terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan. Adapun produsen yang menggunakan galon dengan kemasan selain polikarbonat, diperbolehkan memasang label Bebas BPA.
(RO/OL-14)
Mengonsumsi terlalu banyak gula bisa menimbulkan beragam masalah. Mulai dari berat badan yang bertambah hingga persoalan kesehatan lain seperti obesitas dan kerusakan gigi.
Menetapkan ketentuan mengenai informasi kandungan gula, garam, lemak, pesan Kesehatan, dan label gizi depan kemasan pada pangan olahan dan/atau pangan olahan siap saji.
Pengaturan ulang ini tentu bertujuan menyediakan makanan dan minuman yang lebih sehat, dengan formula yang kadar GGL sesuai dengan prinsip dasar kesehatan.
KitaLabel memberikan edukasi mengenai pentingnya label bagi UKM di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut) tepatnya di Sentra IKM Malalayang.
Aksi mereka ini merupakan bagian dari program kerja sama Kementerian Kesehatan RI dan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) dengan dukungan pendanaan dari Fondation Botnar.
Lewat giant bottle video mapping yang ditampilkan di Sarinah, Jakarta itu, Nu tea memperkenalkan secara resmi 8 desain label baru untuk seluruh rangkaian produk Nu Tea.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) diminta membuat aturan yang fair tentang bahaya Bisfenol A (BPA) di galon air sekali pakai berbahan PET (polietilen tereftalat).
Produsen air minum dalam kemasan (AMDK) Le Minerale menegaskan bahwa pihakya merupakan perusahaan asli Indonesia dan tidak terafiliasi dengan Israel.
TERNYATA terdapat senyawa lain di air minum dalam kemasan (AMDK) bernama bromat yang disebut jauh lebih berbahaya dari BPA.
TEMUAN adanya air minum dalam kemasan (AMDK) mengandung senyawa bromat melebihi ambang batas dinilai merugikan konsumen dan membahayakan kesehatan
Sebelumnya, video yang menampilkan influencer media sosial menyatakan salah satu produk AMDK produksi dalam negeri mengandung senyawa bromat melewati ambang batas.
SEJUMLAH agen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang ada di wilayah Jakarta dan Depok mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan dari distributor pasca libur Lebaran 2024
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved