Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
GURU Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Sulistyowati Irianto mendesak Badan Legislasi DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pembahasan RUU tersebut perlu menggunakan hati nurani bukan sebaliknya membangun sentimen politik identitas yang mengaburkan substansinya.
"Selama ini KUHP menempatkan kejahatan kekerasan seksual sebagai kejahatan asusila saja. Padahal kekerasan seksual itu kejahatan kemanusiaan, sudah terlalu banyak bukti yang menunjukan bahwa korban bisa kehilangan nyawa. Dan itu bukan hanya bisa tapi sudah terjadi, mengalami trauma sepanjang hidup, kecacatan dan kehilangan masa depan. Jadi kekerasan seksual itu bukan crime against etics tetapi crime agaist humanity, harus dihentikan," ujarnya dalam diskusi virual, Jumat (26/11).
Sulistyo mengatakan bahwa korban-korban kekerasan seksual sudah sangat banyak. Banyak korban juga masih takut bersuara karena tidak ada payung hukum yang melindungi mereka di negara ini.
Perjuangan RUU TPKS itu pun sudah berlangsung lama, tarik ulur di legislatif hingga saat ini belum menemui titik terang. Padahal sejumlah syarat sudah dilengkapi dan semua berdasarkan pada evidence base dan temuan-temuan penelitian ilmiah. "Saya ajak teman-teman para wakil rakyat yang terhormat di Baleg itu untuk melihat syarat-syaratnya, secara filosofis, yuridis, dan sosisologis apakah RUU ini baik atau tidak," kata dia.
Lebih lanjut, dia meminta DPR mendengarkan suara-suara korban yang setiap tahun terus dilaporkan Komnas Perempuan. Angkanya terus bertambah, sehingga menggunakan hati nurani dalam membahas upaya perlindungan terhadap kejahatan kemanusiaan itu.
Dia menyebut pembahasan di DPR terhambat lantaran adanya sentimen politik identitas. Sementara korban terus berjatuhan menanti perjalanan RUU yang berlangsung hampir 9 tahun itu.
"Selama ini yang terjadi adalah bagaimana sentimen-sentimen politik itu dimunculkan untuk menghambat RUU ini sampai 9 tahun tidak segera kunjung disahkan. Padahal korbanya berjatuhan ribuan setiap tahun, setiap 2 jam ada 3 korban," tandasnya.(H-1)
Aturan teknis sangat dibutuhkan agar menjadi landasan pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPDT).
Agar kehadiran beleid itu efektif mencegah dan menuntaskan kasus kekerasan seksual di Tanah Air
Sepanjang 2021 terdapat 3.838 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan. Angka itu naik 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
PKS merupakan satu-satunya pihak di DPR yang menolak pembahasan RUU PKS
RUU TPKS akan memuat aturan secara terperinci hingga ke aturan hukum beracara untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Kemenag sedang menyusun regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dengan mengikuti dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Untuk pemilihan umum, seleksi kandidat dilakukan oleh sekelompok kecil yang kebanyakan laki-laki.
Perempuan masih rentan dalam kasus-kasus kekerasan yang acap kali berujung pembunuhan.
Menurut laporan tersebut, meskipun persentase wanita yang menempati level manajemen senior secara global meningkat menjadi 33,5% selama dua dekade, namun lajunya relatif lambat.
LAPORAN Varieties of Democracy 2024 (berdasar data 2023) menempatkan Indonesia ke dalam kategori 'demokrasi elektoral' meski berada di grup terendah bersama Malaysia
Peranan pemerintah sangat penting untuk menekan adanya kesenjangan gender di tengah masyarakat melalui berbagai kebijakan yang tidak diskriminatif dan adil.
Sunat perempuan yakni praktik pemotongan pembukaan genetalia perempuan (P2GP) atau khitan alat kelamin pada bayi perempuan tanpa memandang kelas sosial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved