Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PAJAK pertambahan nilai (PPN) bakal dikenakan pemerintah pada sekolah-sekolah berbiaya mahal. Selama ini sekolah mahal identik dengan sekolah internasional yang kini disebut dengan satuan pendidikan kerja sama (SPK)
Ketua Perkumpulan SPK Indonesia Haifa Segeir berharap PPN untuk lembaga pendidikan tidak memandang status sekolah. Baik SPK maupun sekolah nasional pada umumnya.
''Di Indonesia saat ini ada sekitar 600 unit sekolah berstatus SPK. Mulai tingkat PAUD sampai SMA sederajat,'' katanya, Jumat (17/9.
Menurut Haifa, yang kini juga Ketua Yayasan di SPK New Zealand School Jakarta, banyak sekolah swasta yang besar dan penghasilannya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan SPK.
Sekolah swasta seperti itu memiliki banyak pemasukan. Selain dari SPP atau uang sekolah siswa, sekolah tetap menerima dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah.Sedangkan SPK tidak bisa menerima dana BOS. Biaya operasional pendidikan murni berasal dari orang tua siswa.
Selain itu, menurut Haifa, guru-guru di SPK tidak bisa mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG) layaknya guru di sekolah negeri atau swasta nasional. Padahal, SPK bukan lembaga yang berorientasi laba atau keuntungan.
Di dalam pengurusan izinnya, SPK tetap harus berada di bawah naungan yayasan dan bersifat nirlaba. ”PPN untuk lembaga pendidikan nanti pasti dibebankan kepada masyarakat,” tuturnya.
Baca juga : Kampus di DKI Jakarta Siap Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Ia menambahkan, pengenaan PPN akan menambah beban pada sekolah sebagai satuan pendidikan yang harus mandiri secara finansial (dengan tidak menerima bantuan atau subsidi dalam bentuk apapun dari pemerintah) meskipun berorientasi nirlaba.
"Hal ini secara otomatis juga akan sangat memberatkan orangtua kami yang dengan sangat terpaksa akan juga merasakan kenaikan biaya yang tidak pernah kami inginkan karena biaya operasional sekolah hanya bersumber dari kontribusi orangtua," katanya.
Menurutnya, tingkat pendapatan orangtua pada SPK berbeda-beda. Tidak semua orangtua mampu membayar dalam jumlah yang sama. Selain itu SPK juga banyak memberikan keringanan biaya bagi siswa yang kurang mampu dan beasiswa kepada siswa berprestasi.
Haifa menambahkan, pihaknya sangat mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upayanya memulihkan ekonomi.
Ia mengatakan, keberadaan SPK secara langsung membantu peningkatan investasi asing dan devisa negara dimana salah satu pertimbangan penting masuknya investasi asing oleh investor berdasarkan data yang diterima dari beberapa kamar dagang asing adalah tersedianya Pendidikan berkualitas internasional di lokasi investasi.
"Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, kami mohon pertimbangan dari Bapak/Ibu atas asas keadilan dengan tidak mengenakan PPN kepada institusi pendidikan yang berbentuk badan usaha nirlaba (Yayasan) secara keseluruhan tanpa memandang status maupun kategori dari institusi tersebut," pungkasnya. (RO/OL-2)
Ketum APPBI Alphonzus Widjaja meminta kepada pemerintah untuk menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari yang sebelumnya 11 persen menjadi 12 persen.
PEMERINTAH diminta untuk membatalkan penetapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di 2025.
Mutasi atau balik nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan proses mengubah data atau identitas karena adanya pergantian kepemilikan atau hak.
Penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% di 2025 bergantung pada keputusan dari Presiden terpilih Prabowo Subianto saat menjalankan roda pemerintahan.
ANGGOTA Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengatakan masih perlu ada kajian mendalam soal kenaikan tarif PPN sebesar 12% di 2025.
KETUA Umum HIPPINDO Budihardjo Induansjah mengungkapkan bahwa dirinya meminta kepada pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved