Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Pembatasan Sosial Tergantung Provinsi

Andhika Prasetyo
07/1/2021 02:55
Pembatasan Sosial Tergantung Provinsi
Pekerja mengenakan masker saat melintas di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, kemarin.(MI/ANDRI WIDIYANT)

PEMERINTAH akan kembali memperketat pembatasan sosial di seluruh provinsi di Jawa dan Bali mulai 11 hingga 25 Januari 2021 mengingat semakin memburuknya kondisi kesehatan. Pembatasan itu dilakukan secara mikro atau tidak diterapkan penuh di satu provinsi.

“Nanti gubernur tiap-tiap provinsi yang akan menentukan wilayahwilayah mana saja yang akan dilakukan pembatasan. Aturan lebih rinci mengenai pembatasan kegiatan masyarakat akan diterbitkan melalui peraturan gubernur,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kemarin.

Dia mengungkapkan pembatasan sosial dilakukan terhadap provinsiprovinsi berkriteria tertentu, yakni yang memiliki tingkat kematian akibat covid-19 di atas rata-rata nasional atau 3%, memiliki tingkat kesembuhan di bawah rata-rata nasional atau 82%, memiliki tingkat kasus aktif di atas rata-rata nasional atau 14%, serta memiliki tingkat keterisian rumah sakit di atas 70%. “Semua provinsi di Jawa dan Bali memiliki setidaknya satu dari empat parameter tersebut,” ujarnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut keputusan pemerintah itu sejalan dengan pengetatan dari PSBB transisi yang sedang berjalan di Jakarta. Dia pun meminta adanya integrasi kebijakan pembatasan, khususnya untuk daerah di Jawa Barat yang berdampingan dengan DKI Jakarta.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, M Ridwan Kamil, mengatakan Pemprov Jabar akan menyiapkan petunjuk teknis tentang penerapan pembatasan aktivitas penduduk di wilayah Bandung Raya dan Bogor, Depok, serta Bekasi. “Sebelum diberlakukan, kami akan memaksimalkan sisa waktu untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat,” ungkapnya.

Senada, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku siap, tetapi masih menunggu peraturan resmi dari pemerintah pusat. Menurut dia, pengetatan ini bisa disebut pembatasan sosial berskala besar, bisa juga dikatakan sebagai pembatasan kegiatan masyarakat. Intinya, dilakukan pada daerah yang menjadi perhatian khusus atau zona merah.

“Misalnya di Jateng, saya usulkan di Semarang Raya, Solo Raya, dan Banyumas Raya yang kasusnya melonjak,” jelasnya.

Wakil Ketua Sekretariat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah Istimewa Yogyakarta, Biwara Yuswantana, menyatakan Pemda DIY juga siap mendukung keputusan pembatasan sosial di Jawa-Bali.

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian/Riset MI-NRC

 


Warga abai

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan pemerintah seharusnya belajar dari Thailand dalam menerapkan PSBB.“Kalau mau dari awal seperti PSBB di Thailand, pemerintah Thailand melakukan lockdown, tetapi benar-benar tegas,” kata Esther saat dihubungi, kemarin.

Kasus pandemi covid-19 di Thailand per Rabu (6/1) sebanyak 9.331 kasus dengan angka kematian 66 orang dan pasien sembuh sebanyak 4.418 orang.

Akibat PSBB yang terus berjilid, kebijakan itu dinilai tidak lagi genting sehingga membuat banyak warga masyarakat cenderung mengabaikannya. “Masyarakat sekarang cenderung abai, sementara pemerintah juga mengeluarkan kebijakan hanya setengah hati,” ucap Esther.

Esther menilai penerapan PSBB secara ketat di wilayah Jawa-Bali pada 11-25 Januari tidak akan efektif.

“PSBB tidak akan efektif. Masyarakat tetap keluar rumah. Bilang PSBB, tetapi tidak ada tindakan tegas untuk warga yang melanggar,” kata Esther. (Hld/Mir/Iam/HT/AT/Ant/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya