Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DIREKTUR Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan sebagian fintech bermasalah karena manajemen risiko yang tidak menyesuaikan situasi ekonomi.
Pada 2-3 tahun lalu, bank fintech yang gencar lakukan penyaluran pinjaman dengan syarat yang sangat longgar. Apalagi pinjaman konsumtif verifikasi dan syaratnya mudah dan yang penting proses cepat.
"Fintech pada 2-3 tahun lalu berlomba menaikkan laju penyaluran pinjaman untuk mendapat suntikan pendanaan dari institusional lender seperti bank," kata Bhima.
Baca juga: Kredit Macet Layaknya Hama
Begitu terjadi tekanan di sisi makroekonomi yakni inflasi naik, konsumsi juga tumbuh di bawah ekspektasi risiko borrower fintech naik tajam.
"Ada juga beberapa fintech yang hanya mengejar valuasi, tanpa strategi keberlanjutan akhirnya harus berhadapan dengan nilai kredit macet yang tinggi," kata Bhima.
Baca juga: Banyak Kredit Macet, OJK Terus Pantau TKB
Maka OJK harus tegas kepada fintech yang sudah diberi batas waktu tapi gagal mengatasi kredit bermasalah sebaiknya ditarik izinnya.
"Semakin sedikit jumlah fintech makin bagus, pengawasan jadi lebih mudah dan pembiayaan jadi lebih berkualitas," kata Bhima.
Untuk batas maksimum pinjaman konsumtif, Bhima menyarankan untuk diturunkan di bawah Rp 100 juta per borrower. Sementara untuk pinjaman produktif asal asesmen calon peminjam nya diperbaiki bukan tidak mungkin bisa mendapat batas maksimum Rp30 miliar.
"Tapi sekali lagi ini batas maksimum, tergantung skala usaha, track record dan penilaian dari fintech," kata Bhima.
PT Amartha Mikro Fintek menjelaskan strategi untuk menjaga kualitas pinjaman. Chief Risk Officer Amartha Aria Widyanto mengatakan perusahaan sebagai prosperity platform yang berfokus pada pemberdayaan UMKM akar rumput melalui layanan keuangan inklusif, telah menyalurkan permodalan lebih dari Rp 12 triliun kepada lebih dari 1,7 juta pelaku usaha ultra mikro di Indonesia. Amartha berhasil menjaga kualitas pinjaman yang terlihat dari angka NPL (Non Performing Loan) Amartha yang stabil di sekitar 1%.
"Amartha menerapkan beberapa strategi untuk menjaga kualitas pinjaman," kata Aria, saat dihubungi, Kamis (25/5).
Baca juga: Fenomena Meningkatnya Kredit Macet di Fintech Perlu Diwaspadai
Dari sisi produk, Amartha terus berinovasi menghadirkan layanan keuangan digital yang komprehensif. Layanan menjangkau segmen B2C dan ada pula layanan B2B yang membuka peluang kolaborasi dengan institusi seperti perbankan, untuk bersama-sama mendukung kemajuan ekonomi akar rumput.
Dari sisi operasional, perusahaan melakukan intervensi berupa pendampingan usaha bagi mitra UMKM. Jadi, tidak hanya menyalurkan modal tetapi juga memberikan pendampingan. Amartha mengerahkan lebih dari 8.000 tenaga lapangan untuk memonitor perkembangan usaha. Tenaga lapangan membantu memastikan pembayaran angsuran tepat waktu.
"Dari sisi teknologi, kami memonitor risiko kredit dengan data-driven risk profiling engine sehingga membantu Amartha lebih memahami profil risiko dalam menjaga kualitas pinjaman, memastikan mitra tidak mengalami over debt, dan meminimalisir risiko gagal bayar," kata Aria.
Dari sisi segmen pasar, Amartha fokus menjangkau segmen UMKM akar rumput yang terbukti memiliki resiliensi cukup kuat dalam menghadapi gejolak ekonomi, karena UMKM umumnya memiliki pangsa pasar lokal sehingga kinerjanya lebih stabil.
Dari skema pembiayaan, Amartha menggunakan skema tanggung renteng dalam menyalurkan permodalan. Peminjam diwajibkan untuk membentuk kelompok usaha dan bersedia menanggung risiko bersama. Hal-hal tersebut terbukti mampu mendukung Amartha dalam menjaga kualitas pinjaman dan mempertahankan performa keuangan yang sehat dan kuat.
Dia juga menjelaskan penyebab kredit macet umumnya, terjadi karena beberapa hal. Pertama, untuk di sektor pinjaman produktif, pemilik usaha mengalami kesulitan bayar yang disebabkan berbagai faktor, baik kondisi ekonomi secara umum maupun penurunan kinerja usaha.
"Kesalahan pengukuran risiko oleh teknologi, di Amartha, faktor ini dimitigasi dengan mengoptimalkan teknologi machine learning dan penggunaan AI, sehingga hasil pengukuran risiko lebih akurat," kata Aria. (Try)
Di 2020, karyawan pada usaha ini sebanyak 30 orang. Empat tahun kemudian usahanya meningkat menjadi 100 karyawan yang bekerja sebagai pemotong kain, penjahit, dan petugas di bagian penjualan.
Bank Sumsel Babel terus berinovasi di sektor teknologi finansial (fintech) dengan memaksimalkan layanan Kartu Kredit Pemerintah Daerah (KKPD).
Penggunaan aplikasi teknologi keuangan (financial technology) semakin meluas. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran, fintech juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas keuangan
Masyarakat yang unbankable atau underserved lebih memilih pembiayaan digital alternatif seperti fintech P2P Lending
Langkah-langkah preventif sangat penting untuk mencegah dan mengantisipasi praktik judi online dalam ekosistem fintech.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk turut serta memberantas aktivitas judi online atau daring yang kian marak.
Sinergi ini memungkinkan proyek properti yang mengajukan pendanaan ke fintech syariah untuk mendapatkan pembiayaan tambahan jika melebihi batas pembiayaan Rp2 M.
Kesulitan dalam pembiayaan UMKM sering kali disebabkan oleh prosedur hukum yang rumit dan ketidakmampuan pelaku usaha dalam menghasilkan dokumen dan laporan keuangan yang diperlukan.
Industri fintech lending yang legal terus berkomitmen untuk mendorong inovasi dan inklusivitas dalam perkembangan sektor-sektor terkait, terutama UMKM.
Layanan fintech P2P lending memberikan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman dana maupun berinvestasi. Bagaimana kiat agar manfaatnya optimal?
OJK menerbitkan tiga SEOJK yang salah satunya mengatur mengenai pelaporan penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (fintech lending).
PEMEGANG saham mayoritas PT Investree Radhika Jaya, Investree Singapore Pte. Ltd telah menyetujui pemberhentian Adrian A Gunadi dari jabatannya sebagai Direktur Utama Investree.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved