Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Industri Hasil Tembakau makin Terpuruk jika Cukai Naik

Mediaindonesia.com
28/10/2020 14:00
Industri Hasil Tembakau makin Terpuruk jika Cukai Naik
.(ANTARA/Raisan Al Farisi)

INDUSTRI hasil tembakau sebagai salah satu industri strategis nasional yang terpukul dan terpuruk akibat wabah covid-19. Keterpurukan semakin bertambah setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan lewat peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 yang menaikkan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok masing-masing sebesar 23% dan 35%.

Bila pada 2021 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sama, IHT diyakini akan semakin babak belur. Itu berarti ribuan tenaga kerja IHT, termasuk para petaninya, akan kehilangan pekerjaan.

“Tahun ini  kesejahteraan petani tembakau sudah hancur akibat harga jual tembakau yang rendah. Harga jual tembakau rendah karena pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan cukai dan harga jual eceran yang sangat tinggi pada 2019 yang berlaku mulai April 2020,” papar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji kepada pers kemarin di Jakarta.

Akibatnya, lanjut Agus, harga rokok juga tinggi. Padahal, daya beli masyarakat sedang menurun karena adanya wabah covid-19. Produksi dan penjualan rokok menurun. Jika benar akan ada kenaikan harga cukai, menurutnya, kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat industri hasil tembakau  di Tanah Air akan semakin parah

Lebih lanjut Agus menjelaskan, akibat kebijakan kenaikan cukai yang tinggi saat ini para petani tembakau mengalami kesulitan melanjutkan mata pencaharian di bidang perkebunan tembakau. Kondisi ini seharusnya menjadi kajian dan perhatian pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan. “Petani dan buruh industri tembakau sudah menderita kok cukai malah mau dinaikkan lagi?” tanya Agus Pamuji

Menurutnya, pemerintah hanya sepihak dalam mengambil kebijakan cukai. Pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam wacana kenaikan cukai rokok. Padahal, seharusnya pemerintah mengajak semua pihak untuk duduk bersama.    

“Kalau penyerapan industri tembakau melemah apa pemerintah mau membeli hasil tembakau kami? Jangan hanya buat kebijakan tapi tidak ada solusi bagi permasalahan ekonomi masyarakat petani dan buruh industri hasil tembakau,”  tegas Agus Pamudji.

Ketua Federasi Serikat Pekerja  Rokok  Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sudarto menyampaikan hal yang sama. Menurutnya,  kenaikan cukai tahun ini yang mencekik ditambah dengan mewabahnya pandemi covid-19 membuat kondisi industri hasil tembakau (IHT) semakin tertekan dan tidak menentu.

Imbasnya dari kenaikan cukai pada 2020, para pekerja yang juga anggota FSP RTMM SPSI dalam sektor industri IHT telah mengalami penurunan penghasilan akibat adanya penurunan produksi rokok. Bahkan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan.

“Penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan, dan daya beli pekerja. Pertanyaannya, di manakah peran pemerintah untuk melindungi rakyatnya, khususnya pekerja yang menggantungkan penghidupannya dari industri legal ini?" ungkap Ketua FSP RTMM SPSI Sudarto.

FSP RTMM-SPSI yang menaungi dan mewakili 148.693 pekerja industri hasil tembakau dengan tegas menolak rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2021 sebesar 13%-20%. Pihaknya meminta Menteri Keuangan agar melibatkan kementerian terkait dalam mengambil kebijakan kenaikan HJE-Cukai tahun 2021, di antaranya Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, serta pemangku kepentingan lain seperti industri hasil tembakau/pengusaha dan asosiasi industri hasil tembakau. (RO/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu
Berita Lainnya