Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Sebagai negara yang memiliki belasan ribu pulau dan beribu suku, masing-masing daerah mempunyai ciri khas dan jati diri yang berbeda dan unik yang salah satunya bisa dilihat saat m menyambut hari raya keagamaan seperti hari raya Idul Fitri.
Setelah menjalankan ibadah bulan puasa Ramadan selama 30 hari, umat muslim akan menyambut hari kemenangan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 di bulan Syawal. Setiap suku tersebut memiliki caranya sendiri dalam mengucap syukur kepada Sang Pencipta. Dilansir dari laman resmi Menpan RB, berikut ini 5 tradisi di Indonesia dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri.
1. Bakar Gunung Api (Bengkulu)
Suku Serawai di Bengkulu juga menyambut Idul Fitri dengan sebuah tradisi bernama Ronjok Sayak atau yang dikenal Bakar Gunung Api dengan menyusun batok-batok kelapa menyerupai tusuk sate hingga menjulang tinggi, lalu kemudian dibakar di depan rumah masing-masing pada malam takbiran.
Tradisi ini yang telah berlangsung selama ratusan tahun ini membakar batok kelapa tersebut sebagai sebuah simbolis atas ungkapan syukur kepada Sang Khalik dan sebagai doa bagi para arwah keluarga agar tentram di dunia akhirat. Sebab, masyarakat Bengkulu percaya bahwa api merupakan penghubung antara manusia dengan leluhur mereka.
2. Grebeg Syawal (Yogyakarta)
Grebeg Syawal merupakan sebuah tradisi berupa hajatan dan syukuran yang dimulai pada masa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Tradisi ini menandakan akhir bulan suci Ramadan sekaligus menyambut bulan Syawal dengan membagi-bagikan sedekah. Sedekah tersebut berupa beragam masakan, makanan ringan hingga hasil bumi.
Upacara ritual yang rutin diadakan pada tanggal 1 Syawal (hari idul fitri) ini diawali dengan aktivitas para warga yang mengarak bermacam-macam hasil bumi yang disebut gunungan lanang berbentuk kerucut berukuran besar dari Pagelaran Keraton menuju halaman Masjid Agung Kauman untuk didoakan.
Gunungan lanang sendiri merupakan simbol perwujudan sedekah dari Sultan kepada rakyatnya. Setelah didoakan, hasil bumi tadi biasanya akan menjadi rebutan warga yang hadir dalam kegiatan tersebut. Pada puncak ritual, warga sekitar memperebutkan isi dari Gunungan Lanang dengan harapan mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa.
3. Perang Topat (Nusa Tenggara Barat)
Dilansir dari laman resmi pemkab Lombok Barat, tradisi ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dan rasa toleransi sebagai sesamat umat beragama.
Kegiatan perang topat ini diawali oleh ritual di kemaliq di pura lingsar. Kemudian masyarakat hindu dan muslim melakukan tradisi saling lempar ketupat. Hal ini sebagai bentuk komunikasi dan kebersamaan antara warga hindu dan islam di Lingsar. Kegiatan ini merupakan salah satu wujud toleransi dan moderasi di pulau Lombok.
Pada tradisi Perang Topat dilakukan 6 hari setelah hari raya Idul Fitri yang dimulai pada pukul 17.30, tepat dimana matahari mulai terbenam, warga Lombok yang berasal dari agama Islam dan Hindu saling berperang dengan melemparkan ketupat. Sebelum melaksanakan Perang Topat, warga Lombok berziarah terlebih dulu ke makam para ulama.
Usai berziarah, prosesi Perang Topat dimulai dengan membawa sesajen berupa hasil bumi yang dilakukan oleh Suku Sasak dan tokoh umat Hindu di Lombok. Tradisi Perang Topat sendiri juga mampu mengajak manusia untuk kembali merefleksikan jati dirinya
4. Meriam Karbit (Pontianak)
Tradisi Meriam Karbit ini yang sudah sudah dijalankan selama 200 tahun lebih oleh masyarakat muslim di sekitar tepian Sungai Kapuas dalam menyambut idul fitri ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur dengan membunyikan Meriam Karbit yang berukuran 6 meter.
Tradisi ini sendiri menggunakan meriam yang terbuat dari bambu besar dan diletakkan di pinggir Sungai Kapuas. Menjelang malam takbiran, para warga Pontianak akan berkumpul di sekitar pinggir sungai untuk menyalakan meriam-meriam besar tersebut sebagai tanda datangnya hari kemenangan. Seiring berjalannya waktu, tradisi tersebut menjelma menjadi ajang perlombaan, dimana setiap kelompok warga yang memiliki meriam saling membunyikan meriam.
5. Pukul Sapu (Maluku Tengah)
Tradisi yang awal mula berkembang di desa Morela dan desa Mamala di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah itu dijalankan oleh para pemuda dengan saling berhadapan dan saling memukul punggung satu sama lain menggunakan lidi dari pohon enau dalam kurun waktu 30 menit di halaman masjid.
Tradisi Pukul Sapu yang dilaksanakan secara rutin setiap 7 hari pasca lebaran ini meskipun dianggap ekstrim dan membahayakan para anggotanya, namun menjadi salah satu cara yang mampu menjalin ikatan silaturahmi antara kedua desa dengan baik.
Seusai penyelenggaraan tradisi yang telah dilestarikan sejak abad ke-17 ini, setiap pemuda mendapatkan pengobatan secara khusus dari desanya karena punggung para pemuda akan mengalami kulit sobek hingga berdarah-darah.
Pemuda yang berasal dari desa Morela akan memperoleh getah jarak sebagai obat penyembuh luka, sementara pemuda yang berasal dari desa Mamala menerima obat penyembuh luka yang terbuat dari minyak kelapa yang dicampur dengan pala dan cengkeh.(M-3)
Sejak awal berdirinya, Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) selalu menjadi tempat favorit bagi para seniman di Solo Raya untuk mengekspresikan karya mereka.
Sang Kembang Bale adalah pertunjukan yang mengangkat kesenian Ronggeng Gunung dari Ciamis dan Pangandaran yang menawarkan nuansa spiritual bagi penontonnya.
Pementasan ini terinspirasi dari kesenian Ronggeng Gunung, seni klasik dari Jawa Barat.
Beberapa event yang bisa jadi pertimbangan untuk dikunjungi yakni Festival Lembah Baliem hingga Dieng Culture Festival
Kolaborasi ini tidak hanya bertujuan meningkatkan nilai estetika produk, tetapi juga membantu seniman lokal untuk lebih dikenal.
Kegiatan Residensi Pemajuan Kebudayaan 2024 merupakan pengembangan dari kegiatan Belajar Bersama Maestro, yang sebelumnya hanya melibatkan pelaku budaya di bidang kesenian saja.
Penyelenggaraan Upacara Bendera HUT ke-79 Kemerdekaan RI mendatang di Nusantara akan menjadi momentum penting.
Sebanyak 100 peserta dari Hipapi Indonesia dari seluruh Indonesia diberikan edukasi tentang adat dan budaya pernikahan, khususnya di Jawa.
Alila Solo kembali menghadirkan acara kuliner istimewa bertajuk “Sate Nusantara Festival” yang akan berlangsung di Epice Restaurant.
Indonesia, dengan kekayaan budaya dan alamnya, menawarkan berbagai kuliner lezat, termasuk minuman tradisional yang menggugah selera.
Pembangunan IKN Nusantara bisa dijadikan momentum revitalisasi gerakan koperasi. Ratusan ribu ASN terpelajar ini bisa didorong membentuk ribuan Koperasi ASN.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved