Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Ruang angkasa dipenuhi dengan miliaran bintang, bahkan lebih besar daripada Matahari, yang bersinar terang. Akan tetapi, mengapa kondisi ruang angkasa masih terlihat gelap? Mengapa ruang angkasa tidak berwarna-warni, seperti langit siang hari yang biru di Bumi?
Jika ruang angkasa terang, apakah lubang hitam akan terlihat? Atau, jika langit kita putih dan terang, apakah kita masih bisa melihat bintang?
Hal ini sudah menjadi pertanyaan para astronom dan ilmuwan sejak 400 tahun yang lalu. Mereka terus mencari jawaban mengenai paradoks langit gelap beserta implikasinya.
Alam semesta dan kecepatan cahaya ternyata memiliki keterbatasan usia, sehingga tidak semua alam semesta yang memiliki cakrawala tersebut terdapat berbagai bintang. Hal ini karena bintang-bintang memiliki batas usia dan bisa mati, meski bisa dilahirkan kembali. Tak sepenuhnya bintang mampu menyinari alam semesta
Sebagain orang mungkin berpikir luar angkasa berwarna hitam terjadi akibat kurangnya cahaya di ruang antar planet dan antar galaksi ini, tetapi para ilmuan mengatakan itu bukanlah penyebabnya.
"Anda mungkin berpikir karena ada miliaran bintang di galaksi kita, miliaran galaksi di alam semesta dan benda-benda lain, seperti planet yang memantulkan cahaya, dan ketika kita melihat ke langit pada malam hari, langit akan menjadi sangat terang, tapi sebaliknya, itu malah benar-benar gelap," kata Tenley Hutchinson-Smith, seorang mahasiswa pascasarjana astronomi dan astrofisika di University of California, Santa Cruz (UCSC), seperti dilansir dari Live Science.
Hutchinson-Smith mengatakan kontradiksi ini dikenal dalam lingkaran fisika dan astronomi sebagai paradoks Olbers, fenomena ini berkaitan dengan teori ekspansi ruang-waktu yang menyebutkan bahwa alam semesta kita mengembang lebih cepat daripada kecepatan cahaya.
Cahaya dari galaksi mungkin meregang dan berubah menjadi gelombang inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio, yang tidak dapat dideteksi oleh mata manusia. Akibatnya tidak dapat terdeteksi, ruang angkasa tampak gelap atau hitam saat dilihat dengan mata telanjang.
Penjelasan lain datang dari Miranda Apfel, mahasiswa pascasarjana astronomi dan astrofisika di UCSC. Dia mengatakan bahwa bintang memancarkan cahaya dalam semua warna, bahkan warna yang tidak terlihat oleh mata manusia, seperti ultraviolet atau inframerah.
"Jika kita bisa melihat gelombang mikro, semua ruang akan bersinar," katamya.
Menurut Apfel, gelombang mikro kosmik masih mengisi seluruh ruang-ruang antar planet dan antar galaksi, seperti energi cahaya dari Big Bang yang dihamburkan oleh proton dan elektron yang ada pada awal alam semesta. Alasan lain ruang antar bintang dan antar planet tampak gelap adalah karena ruang itu hampir vakum sempurna.
Ingatlah bahwa dari permukaan Bumi, langit tampak berwarna biru karena molekul yang membentuk atmosfer, termasuk nitrogen dan oksigen, menyebarkan banyak komponen cahaya tampak dengan panjang gelombang biru dan ungu dari Matahari ke segala arah, termasuk ke mata kita.
Namun, dalam ketiadaan materi, cahaya bergerak dalam garis lurus dari sumbernya ke penerima, karena ruang angkasa memiliki kondisi hampa yang hampir sempurna, artinya ia memiliki partikel yang sangat sedikit atau hampir tidak ada apapun di ruang antara bintang dan planet yang menyebarkan cahaya ke mata kita, sehingga ia terlihat hitam.
Meski demikian, sebuah studi yang diterbitkan pada The Astrophysical Journal tahun 2021 menunjukkan bahwa luar angkasa mungkin tidak sehitam yang diperkirakan para ilmuwan.
Para peneliti dapat melihat ruang angkasa tanpa gangguan cahaya dari Bumi atau Matahari melalui misi New Horizons NASA ke Planet Pluto dan Sabuk Kuiper, .
Tim menyaring gambar yang diambil oleh pesawat antariksa dan mengurangi semua cahaya dari bintang yang ada di Bima Sakti, beberapa galaksi lain, dan secahaya apa pun yang mungkin bocor ke kamera. Hasilnya, luar angkasa masih lebih terang dua kali lipat dari apa yang diperkirakan para ilmuwan. (Livescience.com/M-2)
Dua astronot NASA, Sunita Williams dan Barry "Butch" Wilmore, menghadapi ketidakpastian terkait jadwal kepulangan mereka dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Sebagai bagian dari misinya, pesawat ruang angkasa tersebut menambang material dari permukaan asteroid, mengemasnya, dan mengembalikannya ke Bumi.
Saat ini sektor antariksa yang potensial secara ekonomi memang telekomunikasi. Namun, potensi lain yang bisa dieksplorasi adalah penginderaan jauh atau remote sensing.
China berhasil meluncurkan Chang’e 6 pada 3 Mei 2024 dengan tujuan mengambil sampel batuan di sisi terjauh bulan atau sisi bulan yang tidak terlihat dari bumi
Tiga perusahaan sedang berupaya menyediakan penjelajah Bulan berikutnya milik NASA untuk misi berawak yang direncanakan pada akhir dekade ini.
Gedung Putih pada Selasa (2/4) mengumumkan bahwa mereka mengarahkan NASA untuk menciptakan standar waktu terpadu untuk Bulan dan benda langit lain. Apa tujuannya?
HUJAN meteor Alpha Capricornid adalah salah satu peristiwa langit yang paling dinantikan oleh para pengamat bintang dan astronom amatir.
SEBUAH bintang aneh yang muncul di langit 840 tahun lalu dan kemudian menghilang, baru-baru ini menunjukkan aktivitas baru.
Komandan penerbangan Barry "Butch" Wilmore dan pilot penerbangan Sunita "Suni" Williams terjebak di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS
Sampah antariksa memberikan potensi bahaya jika masuk kembali (re-entry) dan kemudian jatuh ke bumi.
Misi Shenzhou-18 dipimpin oleh Ye Guanfu, pilot pesawat tempur dan astronaut, yang sebelumnya bertugas di misi Shenzhou-13 pada 2021.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved