Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KETUA Kelompok Kehumasan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah menyebutkan dari data yang mereka terima ternyata anak di bawah umur hingga orang tua terjerat judi online.
Tidak hanya itu, dari data itu pula tersingkap bahwa para pemain judi online bukan dari kelompok masyarakat yang secara materi berkecukupan. Natsir menyebut, bahkan pengemis pun ada yang terjerat permainan judi online.
“Banyak anak-anak yang belum dewasa, kelompok usia SD, SMP, bahkan para pengemis, mereka yang tak memiliki pekerjaan, para pekerja sektor informal (terjerat judi online),” kata Natsir, Selasa (18/6).
Baca juga : Dana 5.000 Rekening Judi Online Mengalir ke 20 Negara
Dia juga mengungkapkan bahkan ada pula kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa orang dewasa dan anak di bawah umur menghimpun dana untuk bermain judi online. Parahnya, sebagian dari mereka menggunakan nama rekening untuk bermain judi online dengan nama perantaranya.
“Terbukti dari data transaksi (menggunakan nama perantara, bukan pelaku). Memang fenomena judi online sudah merambah hampir semua kalangan. Dari usia anak hingga usia tua (pensiunan dll)” ungkap Natsir.
Natsir juga mengatakan dari data yang mereka himpun, ternyata ada lansia yang terlibat judi online. Uang yang digunakan oleh lansia itu ternyata berasal dari nafkah bulanan yang diberikan oleh anaknya untuk keperluan kehidupan sehari-hari.
Baca juga : PPATK: Perputaran Uang Judi Online Terus Meningkat
“Bahkan ada anak yang mengadukan ibu atau bapaknya yang sudah sepuh terlibat judol (judi online). Padahal si anak yang memberikan nafkah bulanan untuk orangtuanya. Ternyata malah dipakai untuk judol,” kata dia.
“Ada juga laporan yang sebaliknya, orangtua mengadukan anaknya yang terlibat judol memakai uang orangtuanya. Macam-macam kondisi yang memprihatinkan,” tambahnya.
Dia berharap arahan dari Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) mengenai satgas judi online dapat ditindaklanjuti dengan baik. Dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak lagi terlena dengan judi online yang akan mengakibatkan hidup makin terpuruk.
“Arahan pak presiden memang perlu ditaati oleh semua saudara-saudara kita yang terlibat maupun yang tidak terlibat. Jangan terlena oleh judol. Setelah kami cek transaksinya, memang terbukti fenomenanya demikian,” pungkasnya. (Z-8)
KEPALA PPATK Ivan Yustiavandana memaparkan transaksi judol berdasarkan usia di bawah 11 tahun sebanyak 1.160 anak dengan angka sudah menyentuh Rp3 miliar lebih frekuensi 22 ribu transaksi.
PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat wilayah-wilayah yang paling banyak melakukan deposit atau terlibat dalam transaksi judi online (judol),
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, menegaskan pemerintah tidak takut pada sosok berinisial T yang diduga menjadi pengendali judi online.
MENTERI Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya telah berhasil menutup lebih dari 2,6 juta situs judi online.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, meminta kepada DPR untuk memberikan kewenangan investigasi judi online kepada PPATK.
PENGAMAT kebijakan publik Trubus Rahadiansyah merespons temuan PPATK yang menyebut pemain judi online didominasi masyarakat berpenghasilan rendah. Mereka diduga penerima bansos.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved