Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pusako Sebut Kesalahan OTT Basarna Ada pada Pimpinan KPK

Media Indonesia
30/7/2023 09:29
Pusako Sebut Kesalahan OTT Basarna Ada pada Pimpinan KPK
Logo KPK(Dok MI)

PENELITI senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unan), Padang, Sumatra Barat, Feri Amsari menegaskan pimpinan KPK harus bertanggung jawab atas operasi tangkap tangan (OTT) Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.

Menurutnya, pimpinan KPK telah melanggar Undang-Undang (UU) KPK terkait proses hukum dugaan korupsi yang melibatkan dua anggota TNI aktif tersebut. Karena itu, Feri menyebut pimpinan KPK tidak bisa menyalahkan anak buah dalam polemik penetapan tersangka.

“Sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 2 UU KPK, seluruh proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di KPK itu di bawah pimpinan KPK. Sehingga penentuan tersangka dan segala macam tentu dikoordinasi oleh pimpinan KPK,” kata Feri, Sabtu (29/7).

Lag-lagi, Feri menambahkan, titik kesalahan dari kisruh ini adalah pimpinan KPK. Para pimpinan KPK tidak memahami UU KPK. Padahal, semestinya mereka harus tahu mengenai berbagai UU yang berlaku di Republik Indonesia.

Kealpaan besar itu ada di pimpinan KPK yang tidak memahami juga ketentuan Pasal 42 UU KPK yang menyatakan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk perkara yang berkoneksitas itu dipimpin KPK. 

"Artinya, KPK tidak menyadari batasan-batasan kewenangan mereka, sehingga kemudian penetapan tersangka melampaui batas kewenangan, padahal mestinya dikoordinasikan dengan baik," imbuhnya.

Menurut Feri, jika pimpinan KPK paham dengan aturan, kesalahan ini tidak akan terjadi. Dalam kasus OTT dugaan suap di proyek Basarnas ini, lanjutnya, semestinya pihak KPK terus berkoordinasi dengan TNI.

Berkoordinasi, maksud Feri, adalah KPK memimpin agar oditur militer dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. 

Feri mengatakan KPK tidak menyerahkan 100% kasus pada peradilan militer, tapi memastikan proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berjalan benar.

“Meskipun semangat reformasi terhadap perjuangan korupsi menginginkan kalau kasus extraordinary crime tindak pidana korupsi itu melalui peradilan biasa, tapi secara praktik, dan berdasarkan ketentuan (Pasal) 42 tadi, mestinya KPK sadar memang KPK berwewenang untuk melakukan OTT, tapi tahapan-tahapan berikutnya harus dikoordinasikan dengan Mabes TNI," jelasnya.

Feri meyakini polemik ini terjadi karena pimpinan KPK tidak paham dengan UU KPK. Dia pun mempertanyakan kualitas pimpinan KPK. 

"Dan ini penting. Ini menunjukkan pimpinan KPK tidak paham dengan UU KPK itu sendiri, kualitas jauh sekali dari harapan. Sehingga dalam kasus ini muncul hal-hal yang kita khawatirkan, yaitu terjadinya benturan atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pimpinan KPK tanpa betul-betul memahami UU KPK," ucap Feri.

Pesan serupa disampaikan mantan penyidik KPK Yudi Purnomo. Menurutnya, polemik kasus tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya pimpinan KPK. Pimpinan KPK yang paling bertanggung jawab dalam proses OTT karena mereka yang memberikan perintah dalam bentuk surat perintah penyelidikan dan menetapkan seseorang sebagai tersangka. 

"Jadi pimpinan haruslah menyalahkan diri sendiri, jangan anak buah," tambahnya.

Yudi mengatakan sikap pimpinan KPK yang menyalahkan penyelidik di kasus korupsi Basarnas akan berdampak buruk pada upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Para penyelidik dan penyidik, kata Yudi, akan takut menuntaskan tugas mereka.

“’Menyalahkan anak buah bisa jadi akan menyebabkan moral pegawai runtuh karena merasa pimpinan tidak mau bertanggung jawab dan ini bisa berbahaya bagi kegiatan pemberantasan korupsi ke depannya. Pegawai akan takut melakukan sesuatu hal atau tindakan walaupun itu benar karena kalau ada apa-apa mereka akan disalahkan," katanya.

Pernyataan menyalahkan penyelidik dalam kisruh OTT di Basarnas disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada Jumat (28/7). Tanak mengatakan adanya kekhilafan dari penyelidik saat melakukan OTT hingga menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi sebagai salah satu tersangka.

Lebih lanjut Yudi mengatakan pimpinan KPK wajib mencabut pernyataan yang menyalahkan penyelidik dalam kisruh penanganan kasus korupsi di Basarnas.

"Pimpinan KPK harus mencabut pernyataannya yang menyalahkan penyelidiknya untuk menaikkan moralitas pegawai KPK kembali," tutur Yudi.

KPK telah melakukan OTT di Basarnas di Bekasi dan Jakarta Timur, pada Selasa (25/7). Terdapat sepuluh orang ditangkap. Termasuk Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.

Sesuai mekanisme, KPK membawa 10 orang yang ditangkap tersebut untuk diperiksa di gedung KPK. Pihak KPK, Rabu (26/7) lalu, mengumumkan lima tersangka dari kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

Pengumuman tersangka itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Dua orang tersangka yang disampaikan Alexander diketahui merupakan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. (RO/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya