Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
KEPUTUSAN Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengkompromi kekurangan kuota keterwakilan calon legislatif (caleg) perempuan minimal 30 % menuai polemik.
Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai kebijakan KPU bertentangan dengan bunyi Undang-Undang (UU) 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan setiap partai politik (parpol) memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen.
“Bertentangan dengan UU Pemilu yang menyatakan bahwa daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Artinya, boleh lebih dari 30%, tapi tidak boleh kurang dari 30%,” ujar Titi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/5).
Baca juga : Caleg Pemilu 2024, Ini Yang Harus Diperhatikan Partai Politik
Kebijakan KPU tersebut diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10/2023 yang mengatur soal pencalonan anggota DPR dari tingkat pusat sampai daerah. PKPU tersebut memungkinkan keterwakilan perempuan di bawah 30%.
Titi menyoroti Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023 yang mengatur soal pembulatan desimal ke bawah. Ini dapat terjadi jika dalam hal penghitungan 30% jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan atau dapil menghasilkan pecahan kurang dari 50 di belakang koma.
Baca juga : Bacaleg Baru Ngeluh Dokumen Persyaratan Terlalu Rumit
Ia memberi contoh, partai politik atau parpol yang mengajukan empat bacaleg di sebuah dapil dengan empat kursi, maka keterwkilan perempuannya adalah 1,2 dari hasil presentase 30%.
"Kalau pakai pembulatan, Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023, maka hasilnya dibulatkan jadi satu. Problemnya akan muncul sebab satu dari empat adalah hanya 25%, artinya kurang dari paling sedikit 30%," jelas Titi.
Menurutnya, pengaturan oleh KPU soal pembulatan ke bawah itu merupakan sikap yang disengaja. Hal tersebut menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan dan sengaja melawan perintah UU Pemilu.
Padahal saat Pemilu 2019, KPU masih menerapkan kebijakan pembulatan desimal ke atas untuk berapapun angka hasil pembagian.
"Bisa dibilang KPU sudah melanggar hukum dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu atas kesengajaannya tersebut," tandas Titi.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati menegaskan bahwa keterwakilan perempuan bukan sebatas aturan yang harus dipenuhi semata. Penyelenggara pemilu, lanjutnya, harus membuat kebijakan turunan yang ramah dan dapat mempermudah perempuan untuk menjadi bacaleg.
Beberapa hambatan bagi perempuan untuk berkontestasi dalam pemilu antara lain keterbatasan informasi dan ruang serta minimnya dukungan. Bahkan, Mike mengatakan tak jarang perempuan terbentur aturan partai politik yang memberatkan.
"Misalnya harus punya uang sekian, itu yang mereka (perempuan) akhirnya berpikir ini kayaknya enggak mungkin," kata Mike. (Z-8)
Perimenopause adalah perjalan panjang menuju tahap menopause yang juga akhir masa reproduksi perempuan. Ini gejala dan cara mengatasinya.
Tumbuhnya ekonomi kerakyatan berkat skala operasi lokal. Mereka cenderung merekrut tenaga kerja di lingkungan sekitar, sehingga menciptakan lapangan pekerjaan di tingkat lokal.
Masalah irama jantung atau aritmia biasanya ditandai dengan gejala jantung berdebar tanpa alasan dan dalam keadaan tubuh tidak sedang beraktivitas.
Pemerintah melakukan berbagai upaya konkret untuk menekan angka perdagangan orang di Indonesia. Sejumlah regulasi dan program yang efektif diterbitkan untuk menangani masalah tersebut.
Ia memanfaatkan momen Hari Mangrove Sedunia dengan meluncurkan inisiatif Next Generation New Icon Gadis Antariksa.
Untuk menjadi versi terbaik mereka, kaum perempuan perlu memperkuat berbagai aspek seperti fisik, kecerdasan mental, spiritual, sosial, dan keluarga.
Langkah KPU itu diharapkan mampu menaati prosedur dan lini masa yang ada.
PENETAPAN hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Minggu (28/7)
PKB mendorong pemisahan pelaksanaan pileg dan pilpres dengan meminta revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu.
Menurut AHY, penyelenggaran pilpres dan pileg yang dilakukan serentak menyebabkan banyak calon anggota legislatif yang berkontestasi cenderung tidak dikenali.
Keserentakan pada Pemilu 2024 lalu merupakan salah satu dari lima model yang direkomendasikan Mahkamah Konstitusi (MK).
TINGKAT partisipasi pemilh pada pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 di Sumatera Barat kurang dari 40%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved