Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DPR RI akan mempertimbangkan muatan materi untuk merevisi Undang-Undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar lebih relevan dengan undang-undang yang dibuat setelah UU KUHAP.
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengatakan usulan revisi UU KUHAP telah masuk dalam daftar program legislasi nasonal (prolegnas) prioritas. Hal itu ia utarakan dalam sidang uji materi Pasal 54 UU No.8/1981 di Mahkamah Konstitusi (MK)
"Semua masukan, aspirasi tawaran materi muatan bisa ditawarkan pada DPR maupun pemerintah dalam penyempurnaan RUU KUHAP sudah masuk dalam prolegnas prioritas," ujar Arteria, ketika memberikan keterangan dalam persidangan di MK, Jakarta, Kamis (14/7).
Baca juga : DPR Harap RUU Penyiaran Selesai di Periode 2019-2024
Hakim Konstitusi Suhartoyo sebelumnya menanyakan pada Arteria mengenai kemungkinan pemberian hak bagi saksi ataupun terperiksa untuk didampingi oleh penasihat hukum saat proses penyidikan atau penyelidikan.
Suhartoyo menjelaskan, Pasal 54 UU KUHAP belum mengakomodir hak saksi dan terperiksa. Hanya tersangka dan terdakwa yang diberikan pendampingan dari penasihat hukum.
"Menjadi bagian dalam pembahasan. Tapi untuk diubah atau tidak (dalam Bab VI Pasal 54 KUHAP) menjadi permasalahan tersendiri isunya," jelasnya.
Baca juga : Pembahasan Revisi RUU ITE Perlu Diselerasakan dengan UU KUHP
"Bagaimana hak saksi atau hak advokat untuk bisa mendampingi kliennya. Memang UU Advokat dibuat pada 2003 sedangkan KUHAP pada 1981," jawab Arteria.
Permohonan pengujian Pasal 54 UU No.8/1981 diajukan oleh 13 orang advokat diantaranya Ari Torando, Agung Laksono, dan Octolin H Hutagalung.
Mereka mempersoalkan ketentuan pasal tersebut karena menghalangi hak advokat memberikan bantuan hukum pada siapapun untuk didampingi selama proses hukum sehingga meminta Mahkamah untuk memperluas ketentuan Pasal 54 UU KUHAP bahwa pendampingan diberikan tidak hanya untuk tersangka atau terdakwa tapi juga saksi dan terperiksa.
Baca juga : Masyarakat Sipil Dorong Revisi UU KUHAP Segera Diwujudkan
Pada sidang itu, MK meminta keterangan dari DPR, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK dan Kepolisian sepakat bahwa keberadaan saksi dalam rangka pemenuhan kecukupan alat bukti. KUHAP telah mengatur tahapan baik dalam ajudikasi, judikasi dan postjudikasi berdasarkan fungsinya.
Sehingga menurut KPK dan kepolisian, belum terdapat kepentingan pembelaan bagi saksi dan terperiksa pada fase ajudikasi dan judikasi.
"Mengingat tanggung jawab saksi berkenaan dengan apa yang didengar, dilihat dan dialami. Kedudukan saksi di mata hukum tidak mengandung ancaman sepanjang saksi memenuhi kewajiban menyampaikan keterangan dengan benar," ujar Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto.
Baca juga : Tanggapi RKUHP, Legislator Tekankan Indonesia Negara Demokrasi
"Saksi tidak dalam kapasitas berhadapan dengan hukum, bahkan saksi yang berkedudukan atas nama hukum yang membuat terang suatu peristiwa," jelas Karyoto.
Ia menambahkan saksi baru berhadapan dengan hukum apabila memberikan keterangan tidak jujur atau tidak benar/ direkayasa.
Seorang saksi yang menjadi tersangka pada kasus korupsi, terangnya, bukan diakibatkan karena tidak didampingi oleh penasehat hukum, melainkan fakta yang ada saksi perlu dimintai pertanggung jawaban hukum atas perbuatannya.
Baca juga : Revisi UU Migas Harus Segera Diselesaikan untuk Kepastian Hukum dan Investasi
"Saksi yang demikian dikenal sebagai saksi pelaku yang mendapat bantuan hukum sebagai pihak yang disangka melakukan tindak pidana," tukas Karyoto. (ind/OL-09)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru mengatur lebih tegas mengenai perselingkuhan dan perzinaan.
Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru memberikan pengaturan hukum yang lebih tegas mengenai kohabitasi dan perzinaan atau kumpul kebo
PRAKTISI hukum sekaligus bekas caleg DPR RI dari PDIP Henry Yosodiningrat menilai bahwa kasus Harun Masiku merupakan kasus musiman politik
KPK merespons kabar adanya penerimaan Rp1,3 miliar kepada Firli Bahuri. Informasi itu diklaim masih berkaitan dengan kasus yang ditangani Polda Metro Jaya.
Penerapan pidana bersyarat sebagai alternatif pemidanaan dapat menjadi solusi dari pemecahan masalah daya tampung lapas di Indonesia yang telah mengalami over kapasitas.
Penerapan pidana bersyarat untuk putusan tahanan di bawah satu tahun. Sanksi untuk terdakwa yang dijatuhi pidana bersyarat diganti dari kurungan penjara menjadi hukuman kerja sosial.
Alangkah baiknya jika pengaturan pembelian BBM subsidi juga dilaksanakan segera sehingga volume BBM subsidi bisa berkurang dan masyarakat dari kalangan mampu akan membeli BBM nonsubsidi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Said Abdullah yang mengusulkan Revisi UU MD3
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menepis kabar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) sudah disiapkan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur larangan penjualan rokok secara eceran per batang.
DPR mengingatkan pemerintah agar menepati janji bonus kepada pemain dan pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-19 usai meraih juara pada Piala AFF U19 2024.
Pimpinan TNI semestinya menjadi garda terdepan dalam menekankan profesionalitas militer serta memberi demarkasi agar militer fokus dengan fungsi pertahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved