Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ANGGOTA Komisi XI DPR RI Jon Erizal mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini didominasi dari utang yang dilakukan pemerintah. Itu karena target pendapatan negara yang disusun dalam APBN tak pernah tercapai.
"Pertumbuhan yang disampaikan (pemerintah) ke kita (DPR) itu implementasinya dari utang. Karena penerimaan kita tidak pernah tercapai. Itu dalam kondisi normal," ujarnya dalam webinar bertajuk Ekonomi Politik APBN, Utang dan Pembiayaan Covid-19, Minggu (1/8).
Namun dia menilai, pengadaan utang yang dilakukan pemerintah acap kali tak produktif dan tidak memberi dampak yang luas bagi perekonomian nasional. Hal itu terjadi lantaran dasar penganggaran yang digunakan pemerintah hanya menyasar pada prioritas.
Menurut Jon, program prioritas tak melulu berdampak langsung pada perekonomian. Sebab, sebagian program prioritas yang dimiliki pemerintah merupakan kebijakan jangka panjang.
Dia mengatakan, dasar penganggaran yang bisa memberi dampak tinggi pada perekonomian ialah menggunakan pendekatan produktivitas. Hal itu nantinya juga akan berpengaruh pada efektivitas pengadaan utang yang dilakukan pemerintah.
"Banyak hal yang tejadi itu menimbulkan utang besar untuk menutupi kebutuhan anggaran yang menurut saya tidak semua produktif. Jadi kalau prioritas, ya semua prioritas, tapi harus digunakan pendekatan pada produktivitas," ujar Jon.
Dia menambahkan, pemerintah mesti bisa mencari cara agar pengadaan utang memberi dampak nyata pada perekonomian. Bila tidak, kata Jon, itu dapat menjadi bumerang dan menimbulkan krisis ekonomi di Indonesia.
Apalagi pengadaan utang di masa pandemi Covid-19 mengalami peningkatan luar biasa. Setidaknya, terjadi kenaikan utang sekitar Rp1.000 triliun dari 2019 ke 2020. Jumlah utang bertambah lantaran pemerintah memiliki keterbatasan fiskal.
Jadi, beban pemerintah kian berat lantaran harus memenuhi kewajiban pembayaran utang pokok dan beban bunga utang. Padahal di 2023 pengambil kebijakan telah menetapkan agar defisit anggaran tidak lagi melebih 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Ini bagaimana caranya, sedangkan tahun ini (defisit) 5,7%, itu mustahil. Ini perlu menjadi diskusi, karena apa solusi atau cara pemerintah untuk mengantisipasi membuat defisit 3% atau dibawahnya," tutur Jon.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, DPR saat ini tak bisa berbuat banyak lantaran hak budgeting telah dilimpahkan sepenuhnya ke tangan pemerintah. Hal itu merujuk dari Perppu 1/2020 yang kemudian disahkan menjadi UU 2/2020.
Jon menduga, pemerintah berniat untuk mengeluarkan Perppu baru yang menghendaki pelebaran defisit lebih dari 3% dengan periode yang lebih lama.
"Pada tahun 2023 itu duit dari mana? solusi sementara ini hanya satu, yaitu membuat perppu baru, jadi beban kepemimpinan berikutnya sangat luar biasa," terangnya.
Di kesempatan yang sama, Rektor Universitas Trilogi dan Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB UGM Mudrajad Kuncoro menyampaikan, posisi utang pemerintah sebetulnya masih terkendali. Sebab dari tiga indikator pengadaan utang, dua diantaranya masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan Bank Dunia.
Tiga indikator tersebut yakni, pertama, Debt to Service Ratio (DSR), di mana ambang batas aman yang dikeluarkan Bank Dunia ialah 20% terhadap PDB. Sedangkan DSR Indonesia saat ini berada di level 26,7%.
Kedua, Debt to Export Ratio (DER) yang ambang batas amannya berkisar 130% hingga 220% terhadap PDB. Saat ini, kata Mudrajad, DER Indonesia cenderung aman lantaran berada di level 209% terhadap PDB.
Ketiga, Debt to GPD (DGDP) Ratio. Dalam hal ini, Indonesia juga berada di bawah ambang batas yang ditetapkan Bank Dunia di kisaran 50% hingga 80%. Saat ini DGDP Ratio Indonesia berada di angka 39,1%.
"Jadi kita memang relaitf aman, tapi dari DSR kita di atas ambang aman. Problem yang menurut saya menjadi titik kritis APBN, fiscal space kita terbatas dengan defisit anggaran yang meningkat," pungkas Mudrajad. (Mir/OL-09)
Alangkah baiknya jika pengaturan pembelian BBM subsidi juga dilaksanakan segera sehingga volume BBM subsidi bisa berkurang dan masyarakat dari kalangan mampu akan membeli BBM nonsubsidi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Said Abdullah yang mengusulkan Revisi UU MD3
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menepis kabar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) sudah disiapkan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur larangan penjualan rokok secara eceran per batang.
DPR mengingatkan pemerintah agar menepati janji bonus kepada pemain dan pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-19 usai meraih juara pada Piala AFF U19 2024.
Pimpinan TNI semestinya menjadi garda terdepan dalam menekankan profesionalitas militer serta memberi demarkasi agar militer fokus dengan fungsi pertahanan.
NILAI tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu (24/7) ditutup melemah terbatas di tengah pasar mencermati utang pemerintah Indonesia.
INDEKS Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (24/7) sore ditutup turun mengikuti pelemahan bursa saham kawasan Asia dan global. IHSG ditutup melemah 51,10 poin.
Meskipun pemerintah masih memberlakukan kebijakan AA, ada data yang menunjukkan pertumbuhan belanja pemerintah masih cukup tinggi bahkan jauh lebih tinggi jika dibandingkan 2023.
Peningkatan utang di tengah menurunnya pendapatan negara akan berdampak pada investment rating Indonesia
Apindo khawatir utang pemerintah bisa melonjak hingga Rp10 ribu triliun jika wacana Prabowo Subianto menaikkan rasio utang mencapai 50% dari produk domestik bruto (PDB) terealisasi.
Biaya utang Indonesia saat ini dinilai terlampau besar
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved