Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ATURAN yang ada saat ini dirasa belum cukup memberikan perlindungan bagi pers dalam menjalankan jurnalisme yang bebas dan profesional. Namun, revisi terhadap UU Nomor 40/1999 tentang Pers dianggap bukan satu-satunya opsi. Demikian mengemuka dalam seminar bertajuk UU Pers, Prospek dan Tantangan yang diselenggarakan Dewan Pers di Jakarta, kemarin.
Anggota Dewan Pers Asep Setiawan menuturkan tantangan pada UU Pers muncul karena publik kurang memahami UU tersebut. Sering kali ketika ada kasus hukum menyangkut produk jurnalistik undang-undang yang digunakan bukan UU Pers, melainkan UU KUHP atau UU lain.
Padahal, terangnya, masalah itu seharusnya diselesaikan dahulu oleh Dewan Pers. Selain itu, Asep menuturkan ada persoalan juga dalam profesionalisme jurnalis dalam menjalankan peliputan yang sesuai kode etik.
“Dari segi internal, kualitas pers menjadi persoalan. Oleh karena itu, Dewan Pers akan meningkatkan kualifikasi jurnalis sehingga lebih profesional.”
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari menuturkan perlu adanya revisi UU Pers. Tujuannya agar pers lebih sehat. Ia menilai aturan dalam Pasal 7 ayat 1 UU Pers seharusnya diubah dan mewajibkan wartawan masuk dalam organisasi pers.
Menurutnya, wartawan akan mendapat kredensial dan pengembangan profesi serta perlindungan atau bantuan advokasi ketika ada masalah hukum saat ia masuk dalam organisasi pers. “ Wartawan tanpa organisasi akan mudah melakukan jurnalisme tanpa kode etik tanpa ada sanksi apa pun,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Pimpinan Redaksi IDN Times Uni Lubis menyatakan tidak setuju dengan rencana revisi terhadap UU Pers. Ia khawatir revisi tersebut justru menjadi celah bagi politikus untuk melelahkan kebebasan pers yang ada saat ini.
“Itu bisa membawa hasrat politik merevisi pasal lain yang mengancam kebebasan pers yang menjadi roh dalam UU Pers saat ini. Setelah kita lihat bagaimana hasrat dari politisi yang makin menjauh dari kepentingan publik saya tidak bisa percayakan UU Pers untuk direvisi.”
Sementara itu, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Meutya Hafiz menyampaikan bahwa DPR tidak akan merevisi UU Pers sejauh tidak ada usulan dari lembaga pers. Namun, ia menilai keberadaan Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang mengatur pers di Indonesia perlu dikuatkan untuk menampung aspirasi media massa yang semakin beragam.
Lembaga Bantuan Hukum Pers lebih menyoroti banyaknya kekerasan dan kriminalisasi yang dialami wartawan. Anggota LBH Pers Ade Wahyudin menuturkan UU Pers yang ada saat ini justru sedang digerogoti UU yang melemahkan kebebasan pers antara lain UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU KUHP, dan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. (Ind/P-1)
Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho memberikan teguran keras kepada Direktur Lalulintas (Dirlantas) Kombes Dodi Darjanto yang diduga lakukan kekerasan verbal pada jurnalis.
Media massa memiliki peran krusial dalam membentuk opini publik dan menyebarkan informasi kepada masyarakat.
KETUA Dewan Pers, Ninik Rahayu mengingatkan insan pers agar tetap menjunjung objektivitas dalam menjalankan tugas-tugasnya. Ia pun mengingatkan, pers harus bersifat independen.
Dewan Pers bersama konstituen akan melakukan pertemuan untuk membahas pasal demi pasal dari revisi RUU Penyiaran yang dianggap bermasalah.
Dinilai ada usaha beberapa pihak yang menginginkan pers dikontrol seperti zaman orde baru. Kondisi itu mestinya tidak perlu terulang lagi.
Penolakan terhadap RUU Penyiaran bukan untuk kepentingan jurnalis semata, tapi memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved