Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pembelahan Ideologi Sulit Disatukan

Rahmatul Fajri
03/7/2019 08:45
Pembelahan Ideologi Sulit Disatukan
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI)Denny JA.(MI/ADAM DWI)

PEMILIHAN Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 telah usai. Namun, masyarakat Indonesia masih sulit bersatu pascapilpres. Hal itu terjadi karena persaingan ideologi yang sangat kuat dalam pilpres kali ini.

"Bagian paling sulit mempersatukan Indonesia adalah tidak hanya ada kompetisi kepentingan politik dan ekonomi, tapi juga ideologi," ungkap Denny JA di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, jika yang muncul saat pilpres hanya terkait dengan kepentingan politik dan ekonomi, persa-tuan lebih mudah terwujud. Kedua masalah tersebut bisa diselesaikan dengan kesepakatan kekuasaan. "Tapi pembelahan ideologi susah diselesaikan," imbuhnya.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA itu menilai perselisihan ideologi bakal berlangsung terus meski presiden terpilih Joko Widodo bertemu dengan lawan politiknya di Pilpres 2019, Prabowo Subianto. Juga tidak akan selesai jika Gerindra bergabung ke koalisi pemerintahan.

"Pertarungan ideologi baru berhenti jika pemeluk (ideologinya) berkurang signifikan," tukas dia.

Ia menyebut ada empat kelompok ideologi yang ikut bertikai dalam Pilpres 2019 ini. Pertama, ideologi politik reformasi. Paham itu mulai dibawa BJ Habibie ketika menjadi presiden pertama era reformasi. Lalu dilanjutkan Gus Dur, Megawati, SBY, dan sekarang Jokowi.

"Itu adalah varian demokrasi yang khas Indonesia. Ada kebebasan politik di sana. Berbeda dengan Orde Baru ataupun Orde Lama," jelasnya.

Kedua, ideologi Islam politik. Paham ini menginginkan syariat Islam lebih berperan di ruang publik. "Bagi paham ini, ideologi yang berlaku sekarang terlalu sekuler. Terlalu memisahkan politik dari agama."

Ketiga, ideologi kembali ke UUD 1945 yang asli. "Paham ini tak menyetujui sistem politik ekonomi yang berlaku sekarang," ujar Denny.

Keempat, ideologi hak asasi manusia. "Paham ini juga banyak mengkritik pemerintahan Jokowi karena dianggap kurang liberal. Jika Islam politik menganggap pemerintahan Jokowi terlalu liberal, pendukung hak asasi justru sebaliknya."

Di sisi lain, peneliti senior LSI Denny JA, Rully Akbar, memprediksi kontestasi Pilpres 2024 bakal lebih sengit. Perbedaan ideologi dan persaingan antarcapres dinilai menjadi penyebabnya. "Pilpres 2024 akan lebih keras dan emosional daripada 2019," ucap Rully. (Faj/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya