Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Soal LHKPN, Kepatuhan Anggota DPR Rendah

Putri Rosmalia Octaviyani
28/3/2019 12:30
Soal LHKPN, Kepatuhan Anggota DPR Rendah
Ketua DPR Bambang Soesatyo menyampaikan sambutan pada acara "DPR Taat Lapor Pajak" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

KALANGAN aktivis menyebut banyaknya yang menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sebagai bukti rendahnya kesadaran anggota DPR dalam mengontrol nafsu korupsi.

Padahal, menurut aktivis Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, seharusnya pelaporan LHKPN merupakan pengingat dan gerakan bagi anggota DPR agar terhindar dari korupsi.

"Soal rendahnya kesadaran itu terverifikasi dengan masih terjadinya OTT anggota DPR karena melakukan korupsi dan suap," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Hal tersebut dikatakannya menanggapi pernyataan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaklumi masih banyaknya anggota DPR yang belum melapor LHKPN.

"LHKPN itu yang kami tahu waktu diawal dulu adalah diawal masa jabatan dan di akhir masa jabatan. Kita bukan pegawai negeri, kita nih politisi yang siklusnya itu lima tahunan, jadi beda," ujar Fadli.

Ia mengatakan saat ini banyak anggota DPR kembali maju di Pemilu Legislatif 2019 sehingga sibuk beraktivitas di daerah pemilihan masing-masing. Lucius menyebutkan keheranannya kesibukan pemilu dijadikan alasan untuk memaklumi lalainya anggota DPR dalam mematuhi aturan pelaporan LHKPN.

Hal itu seharusnya tidak bisa dijadikan alasan bagi mereka untuk tidak terbuka pada masyarakat yang telah memilihnya di pemilu sebelumnya.

Seharusnya anggota DPR yang kembali maju di Pemilu 2019 bisa melihat LHKPN sebagai sesuatu yang penting. LHKPN harus digunakan sebagai informasi kepada pemilih agar menjadi salah satu referensi dalam menimbang calon legislatif yang akan dipilih.

Justru karena kampanye, LHKPN itu jadi penting untuk dilaporkan, bukannya meminta pemakluman masyarakat atas sedikitnya jumlah anggota DPR yang melaporkan LHKPN," ujarnya.

Hal senada dikatakan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina.

Apabila dilihat dari sisi kepatuhan, anggota DPR termasuk sangat rendah dalam melapor LHKPN.

ICW menilai itu sebagai bentuk ketidakpatuhan anggota DPR terhadap aturan yang ada.

"Ketika penyelenggara negara, termasuk anggota DPR RI, tidak lapor LHKPN sampai batas waktu yang ditetapkan, menunjukkan bahwa penyelenggara negara tersebut juga tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku," ujarnya.

Batas akhir pelaporan LHKPN akan jatuh pada 31 Maret 2019. Hingga saat ini jumlah pelapor berdasarkan data KPK per 25 Maret 2019 baru sebanyak 156.116 orang dari total 335.969 wajib lapor. (Pro/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya