Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
MAHKAMAH Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Putusan itu terkait pencabutan status badan hukum HTI oleh pemerintah.
Dengan demikian surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Status Badan Hukum HTI tetap berlaku. Di mana dalam kasasi tersebut Menteri Hukum dan HAM menjadi pihak termohon atau terdakwa.
Berdasarkan laman MA, putusan itu diambil oleh majelis hakim kasasi atas berkas nomor 27 K/TUN/2019 pada 14 Februari.
Adapun majelis hakim yang menangani kasus itu ialah Is Sudaryono, Hary Djatmiko, dan Supandi. "Tolak Kasasi," tulis amar putusan.
Kasasi itu ialah upaya hukum yang diajukan HTI terhadap putusan banding di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 7 Mei 2018. Dalam putusan banding dengan nomor berkas 211/G/2017/PTUN.JKT, PTUN JAkarta menolak gugatan HTI terhadap Kementerian Hukum dan HAM.
Majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, adalah Is Sudaryono, Hary Djatmiko, dan Supandi.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto, mengatakan tidak terkejut dengan putusan tersebut. Ia menilai saat ini kondisi hukum Indonesia cenderung diskriminatif.
Baca juga : FPI Kabupaten Malang Tolak HTI di Indonesia
“Kita tidak merasa kaget. Dalam suasana dan budaya hukum saat ini yang sangat diskriminatif dan politis, putusan seperti itu sangat mungkin terjadi,” ujar Ismail, ketika dihubungi, Jumat, (15/2).
Meski begitu, HTI tidak akan diam dengan hasil yang ditetapkan MA. Konsultasi akan segera dilakukan HTI dengan tim kuasa hukum mereka.
“Kita akan segera konsultasikan hal ini dengan kuasa hukum kita Prof Yusril. Masih ada PK (Peninjauan Kembali). Mungkin kita akan mengajukan PK bila ada novum baru,” ujar Ismail.
Ismail mengatakan, pihaknya menolak bila dikatakan bahwa HTI adalah organisasi terlarang. Hal itu karena tidak ada frasa tersebut dalam putusan pemerintah atau pengadilan.
“Dalam putusan pemerintah maupun pengadilan hanya disebut HTI dicabut status BHP-nya. Itu berarti bubar bukan terlarang,” ujar Ismail.
Seperti diketahui, sebelumnya pada 7 Mei 2018, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta juga menolak gugatan yang diajukan pihak HTI terhadap Kementerian Hukum dan HAM.
Majelis Hakim PTUN Jakarta menilai, ormas HTI terbukti ingin mendirikan negara khilafah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (OL-8)
Kejaksaan Agung akan terus mengawal proses pengajuan kasasi yang akan diajukan terhadap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Juru Bicara MA Suharto menyampaikan baiknya masyarakat sabar menunggu tiap proses hukum yang sedang berjalan.
TIM investigasi KY masih mengumpulkan bukti terkait vonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap Gregorius Ronald Tannur, terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti.
KPK menyatakan kesiapan untuk membuka penyelidikan jika ditemukan indikasi rasuah dalam putusan bebas terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur
Pengacara R Kelly meminta Mahkamah Agung Amerika Serikat membatalkan vonisnya atas tuduhan kepemilikan pornografi anak dan penggugahan seks terhadap anak-anak.
Mahkamah Agung menyebut belum menerima pengaduan terkait putusan bebas yang dikeluarkan majelis hakim PN Surabaya terhadap Gregorius Ronald Tannur, terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved