Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
PERBINCANGAN mengenai sekolah hijau saat ini menjadi perbincangan serius dalam sistem pendidikan kita. Isu itu muncul sejalan dengan semakin kencangnya persoalan perubahan iklim yang terus menghantui dunia. Sebetulnya isu itu muncul sejalan dengan berkembangnya industri raksasa di sektor pertambangan minyak, gas alam, dan panas bumi.
Satu sisi kita berbahagia karena dengan semakin dimanfaatkannya kekayaan alam akan mengantarkan kehidupan manusia semakin mudah dan menguntungkan. Namun, kita harus ingat karena penemuan-penemuan kandungan alam tersebut justru membawa kerugian pada kehidupan di bumi. Dampak negatif yang ditanggung alam ini tidaklah kecil. Kerusakan alam beserta keanekaragaman hayati beserta habitat-habitatnya tidak mungkin terhindarkan dari semakin tergerusnya kekayaan bumi tersebut.
Berbagai industri raksasa yang telah berhasil mengambil kekayaan alam, diklaim menjadi penyumbang emisi gas karbon dioksida terbesar di dunia yang menyebabkan efek gas rumah kaca sebagai salah satu gejala pemanasan global. Kerusakan itu pun masih harus ditambah dengan efek negatif sebagai hasil dari perubahan iklim, seperti semakin buruknya kualitas air, punahnya spesies dan habitatnya, hutan semakin menyusut, serta menurunnya produktivitas pertanian.
Dari situlah kita tahu bahwa usaha-usaha dari para cendekiawan lingkungan kurang menghubungkan perubahan iklim tersebut dengan pendidikan, yang mampu turut serta memberikan peran solusi dari perubahan iklim ialah suatu keburukan.
Pendidikan hijau
Isu perubahan iklim kini telah menjadi isu yang terus berkepanjangan. Karena itu, pemerintah diharapkan dapat turun tangan dengan memberikan kebijakan untuk merevisi kurikulum dalam upaya untuk menghijaukan sektor pendidikan yang di dalamnya diatur muatan mata pelajaran yang secara eksklusif membahas mengenai lingkungan hidup dan kependudukan.
Pendidikan hijau dapat diartikan sebagai suatu upaya pembentukan pengetahuan, kesadaran diri, serta karakter dan perilaku dalam proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Dengan demikian, lingkunganlah yang dijadikan sebagai sumber utama pembelajaran tersebut. Jika demikian, ruang lingkup pendidikan hijau dapat diwujudkan dengan membentuk sikap ilmiah terhadap masalah lingkungan, termasuk terhadap hewan dan tumbuhan, serta munculnya kesadaran global siswa mengenai isu-isu lingkungan hidup.
Karena penekanannya ialah pada pembentukan karakter dan perilaku siswa, hasil pendidikan hijau itu ialah munculnya sikap empati, peduli, serta respons yang aktif dan adaptif terhadap lingkungan. Peran pemerintah dalam hal ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan siswa mengenai lingkungan hidup sehingga pada gilirannya akan mengubah pola perilaku mereka dalam merespons berbagai isu tentang kerusakan lingkungan dan cara terbaik untuk penanggulangannya.
Untuk itu, output dari kebijakan itu dapat berwujud nyata pada mata pelajaran yang ada di sekolah, bahwa mata pelajaran tersebut harus berorientasi pada pembentukan etika dan karakter secara transformatif bagi seluruh siswa terhadap lingkungan.
Sadar lingkungan
Definisi pendidikan lingkungan hidup menurut UNESCO, berdasar pada Deklarasi Tbilisi 1977, ialah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan secara keseluruhan dan segala masalah yang berkaitan dengannya, serta masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama, baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini dan mencegah timbulnya masalah baru.
Sementara itu, dalam piagam Belgrade (1975) dinyatakan bahwa pendidikan lingkungan hidup merupakan pendidikan seumur hidup yang komprehensif dan responsif terhadap perubahan dunia yang begitu cepat berubah. Dengan demikian, setiap individu harus dipersiapkan untuk memahami masalah utama dari dunia saat ini, memiliki keterampilan dan atribut yang diperlukan untuk berperan aktif dalam memperbaiki kehidupan, dan melindungi lingkungan dengan memperhatikan nilai-nilai etika.
Problem yang kita hadapi sekarang ialah bagaimana kita dapat menerjemahkan aturan yang ada dari Deklarasi Tbilisi dan Piagam Belgrade tersebut ke realitas pembelajaran. Menciptakan manusia yang sadar betul dengan lingkungan hidup sehingga mampu memecahkan segala persoalan yang muncul tidaklah semudah membalikkan tangan. Dia ialah proses yang berlaku selama hidup dan selalu aktif dalam merespons isu-isu lingkungan di dunia ini. Itulah yang menurut Hawthorne dan Alabaster harus diciptakan warga negara hijau yang mampu untuk menggunakan kekuatan demokratis dan konsumen hijau yang menggunakan kekuatan finansial mereka untuk melindungi lingkungan (Hawthorne & Alabaster, 1999).
Ahli pendidikan lingkungan berpendapat bahwa kita dapat mengubah perilaku seseorang mengenai lingkungan dengan memberinya pengetahuan tentang lingkungan berikut masalah-masalah yang terkait. Pemikiran itu berangkat dari asumsi bahwa jika kita memberi pengetahuan kepada individu, pada gilirannya ia akan memiliki kesadaran mengenai lingkungan dan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan, dan kemudian akan lebih termotivasi untuk bertindak terhadap lingkungan dengan lebih bertanggung jawab. Pemikiran konvensional lainnya menghubungkan antara pengetahuan dan sikap serta sikap dengan perilaku (Hungerford & Volk, 1990).
Sejalan dengan Deklarasi Tbilisi 1977 tersebut, UU RI No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa lingkungan hidup ialah 'kesatuan ruang dalam semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup yang lain’.
Sementara itu, menurut UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 'Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara’.
Dengan demikian, pendidikan lingkungan hidup ialah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan elemen masyarakat yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang dapat menggerakkan individu berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang (Mestika Sekarwinahyu, Modul 01: Sejarah dan Konsep Dasar Pendidikan Lingkungan Hidup).
Inti pendidikan hijau ialah pendidikan lingkungan hidup yang harus kita perjuangkan bersama dalam sistem pendidikan kita sebagai bentuk tanggung jawab kita kepada anak cucu.
Catatan UNESCO 58 juta anak di seluruh dunia tidak mengenyam bangku pendidikan.
Sekolah Citra Kasih, Citra Garden Jakarta menggelar kegiatan open house
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 menunjukkan bahwa angka anak tidak sekolah meningkat seiring bertambahnya usia.
"Kakak-kakaknya yang ngajar dan semuanya baik banget. Belajarnya juga enggak bikin bosen karena ada gimnya,"
Rumah Cita-cita ingin berkontribusi membantu anak-anak yang berada di sekitar Kampung Pemulung, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow. Dalam pertemuan tersebut, Prabowo menekankan pentingnya kerja sama antara Indonesia dan Rusia.
Menurut Kementan tidak ada cara lain menghindari krisisi pangan selain mengebut program pompanisasi dan oplah.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyoroti bahaya fenomena cuaca panas ekstrem yang semakin meningkat di banyak negara.
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, mendesak negara-negara untuk bertindak menanggapi dampak panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.
Suhu baru tertinggi yang tercatat sebesar 17,09 derajat Celcius, sedikit melampaui rekor sebelumnya sebesar 17,08 derajat Celcius yang terjadi pada 6 Juli 2023.
Untuk menghadapi tantangan ini, dibutuhkan generasi muda yang peduli pada lingkungan dan memiliki pengetahuan serta keahlian membangun masa depan berkelanjutan.
Langkah nyata ini juga sebagai bentuk dukungan BMKG untuk memberikan data yang lebih akurat dalam mewujudkan target Net Zero Emission tahun 2060.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved