Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
CUACA yang tidak menentu membuat beragam penyakit muncul dan perlu diwaspadai, salah satunya Demam Berdarah Dengue (DBD). Dari data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Jawa Barat, sepanjang Januari-Juli 2022 terdapat 3.572 kasus DBD di Kota Bandung, 7 orang diantaranya berujung kematian.
"Rata-rata kasus kematian ini menyerang anak berusia 1-9 tahun, kini tren kasusnya semakin menurun dibandingkan Januari. Data yang kita lihat di Januari ini cukup tinggi. Biasanya kasus DBD muncul musim penghujan atau pancaroba, makanya meningkat di akhir tahun sampai awal
tahun," kata Pelaksana tugas (Plt) Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota
Bandung, dr Intan Annisa Fatmawaty di Bandung Jumat (22/7).
Intan mengatakan sepanjang 2022, wilayah yang memiliki kasus DBD paling tinggi di Kota Bandung terdapat di Kecamatan Buahbatu. Secara global, faktor yang mengakibatkan sebuah daerah rawan banyak kejadian DBD biasanya terjadi di wilayah padat penduduk. Selain itu, faktor lainnya bisa jadi pelaksanaan dari kegiatan pemberantasan sarang nyamuknya (PSN) belum berjalan optimal.
"PSN ini terdiri dari beberapa upaya, seperti 3 M, menguras, menutup, dan memanfaatkan barang daur ulang. Kemudian, G1r1j (gerakan satu rumah, satu jumantik), diharapkan setiap rumah ada anggota yang bertugas menjadi pemantau jentik. Lalu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga harus selalu digalakkan,"jelasnya.
Untuk terus mengupayakan pemberantasan DBD, Dinkes rutin mengedukasi masyarakat melalui puskesmas sebagai ujung tombak. Para petugas puskesmas rutin menyosialisasikan untuk masyarakat melakukan kegiatan PSN di seluruh wilayah, termasuk menjaga kesehatan lingkungannya.
"Baiknya juga tiap kecamatan punya kader jemantik, sehingga nanti dia keliling ke lingkungan penduduk untuk membantu petugas puskesmas melakukan pemeriksaan jentik nyamuk. Bagi warga Bandung yang telah terindikasi gejala DBD, pada saat demam tinggi, bisa diberikan dulu obat penurun panas," ucapnya.
Namun, lanjut Intan, saat dalam kurun waktu dua hari kondisinya mengalami perburukan, maka segera bawa ke dokter rumah sakit setempat. Jika ternyata hasil diagnosanya DBD, warga diharapkan melapor ke RW atau puskesmas setempat sambil menyertakan surat keterangan dari dokter rumah sakit.
"Setelah itu, petugas puskesmas akan menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui ada berapa kasus di daerah tersebut dan berapa jumlah tersangka (sebutan untuk orang yang masih diduga karena gejalanya muncul, tapi belum didiagnosa). Ini akan menjadi pertimbangan dari puskesmas, apakah dibutuhkan penanganan berupa fogging atau cukup gerakan serentak PSN atau pemberian abate," lanjutnya. (OL-15)
Musim kamarau yang terjadi pada tahun ini ada peningkatan kasus terutama nyamuk aedes aegypti atau demam berdarah dengue (DBD). Peningkatan kasus, menyebabkan 4 orang meninggal
Ada 1.009 kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, di sepanjang Januari hingga akhir Juli 2024. Dari jumlah itu, angka kematian mencapai 31 orang.
Pada sesi talkshow ini, dibahas mengenai pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya DBD di Indonesia bahwa kasus DBD masih menjadi masalah kesehatan yang serius.
DBD termasuk penyakit yang mengancam jiwa. Seseorang bisa mengalami DBD lebih dari sekali akibat infeksi virus dengue dan infeksi berikutnya berisiko lebih parah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia.
Tidak hanya gejala umum, DBD juga bisa menunjukkan gejala yang tidak biasa. Gejala-gejala ini penting untuk diwaspadai agar pasien bisa segera mendapatkan penanganan medis yang tepat.
Ancaman tersebut mulanya ada di wilayah tropis dan subtropis di Amerika. Bahkan pada tahun 2005 lebih dari 500 orang di wilayah tersebut terkena virus oropouche.
Pemerintah Brasil baru-baru ini mengumumkan kematian dua wanita di bawah usia 30 tahun akibat virus Oropouche.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali mengeluarkan epidemiological alert atau kewaspadaan epidemiologik akibat virus oropouche (OROV).
Kematian pertama akibat virus Oropouche, penyakit kurang dikenal yang disebarkan melalui gigitan nyamuk dan agas yang terinfeksi ini, telah dicatat di Brasil.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved