Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
TIM dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah bersama Ditpolairud Polda Sulteng, tengah melakukan upaya penyelamatan seekor buaya liar di Sungai Palu yang terlilit ban sepeda motor selama hampir empat tahun. BKSDA Sulteng berupaya membebaskan buaya dari lilitan ban bekas di lehernya, mengingat pertumbuhan buaya itu semakin membesar. Hari pertama upaya penyelamatan buaya Kamis (6/2), masih belum membuahkan hasil. Pencarian buaya oleh tim penyelamatan kembali dilakukan hari ini, Jumat (7/2).
Proses penyelamatan dilakukan dengan menggunakan perahu karet milik Ditpolairud Polda Sulteng, dilengkapi alat berupa harpun atau tombak, yang sering digunakan untuk menangkap hewan laut yang berukuran besar. Ombak besar disungai Palu, menjadi kendala bagi tim penyelamat, karena posisi buaya selalu berpindah-pindah. Hal itulah yang membuat tim sedikit mengalami kesulitan.
Menurut Kepala Seksi Wilayah Kelas I Konservasi BKSDA Sulteng, Haruna, posisi buaya yang selalu berpindah-pindah menyulitkan mereka. Meski belum membuahkan hasil, BKSDA tetap optimistis dengan teknik penyelamatan yang mereka lakukan.
"Kami tidak akan menggunakan sistem tembak bius dalam proses penyelamatan buaya ini. Kenapa? Karena tembak bius terlalu besar resikonya, dan juga bisa membahayakan sang buaya," kata Haruna, Jumat (7/2).
Dalam proses penyelamatan, buaya sesekali menampakan dirinya di permukaan air, namun saat akan ditangkap buaya berkalung ban itu langsung masuk ke dalam air dan berpindah tempat. BKSDA Sulteng secara terbuka menerima bantuan dari berbagai pihak, untuk terlibat dalam proses penyelamatan buaya. Akan tetapi harus mengikuti seluruh prosedur yang ada.
"Kami terbuka untuk siapa yang saja yang ingin membantu. Tapi harus sesuai dengan prosedur yang ada. Tetapi saya tegaskan, bahwa tim kami masih mampu untuk menangani masalah ini," kata Haruna
Sebelumnya, BKSDA Sulteng menggelar sayembara untuk membebaskan buaya liar yang sering hilir mudik di aliran Sungai Palu hingga ke Teluk Palu dari ban bekas sepeda motor yang melilit lehernya. Sayembara itu dilakukan setelah Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengeluarkan instruksi untuk membebaskan satwa itu dari lilitan ban bekas pada 2020.
Namun sayembara itu sempat mendapat kritikan dari Perkumpulan Pecinta Hewan Reptil Palu, karena dianggap tidak tepat untuk dilakukan. Menurut Muhammad Gunanta Putra selaku pencinta reptil Palu, seharusnya pihak BKSDA tidak menggelar sayembara, karena untuk melepaskan jeratan ban dari buaya itu adalah tugas BKSDA.\
baca juga: Tahun Ini Babel Fokus Kembangkan Infrastruktur Pariwisata
Pencinta reptil menyesalkan langkah BKSDA dalam melibatkan masyarakat untuk menolong buaya melalui sayembara. Hal itu dapat dianggap pihak BKSDA tidak mampu mengatasi tugas membebaskan leher buaya Sungai Palu dari jeratan ban bekas.
"Meskipun salah satu sisi positifnya adalah dapat dapat membuka pola pikir masyarakat betapa pentingnya untuk menolong sesama makhluk hidup," kata Gunanta. (OL-3)
SEORANG pemancing udang di aliran sungai Bukit Layang, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, ditemukan dalam kondisi sudah tidak bernyawa, Minggu (28/7).
SEEKOR buaya muara menyerang warga Teluk Bayur, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung. Buaya sepanjang 3 meter tersebut lalu ditangkap warga. Beruntung tidak ada korban jiwa.
Sekitar pukul 20.00 WIB. Seorang nelayan bukit layang yang sedang berada tidak jauh dari lokasi korban, mendengar suara orang merintih dan terdengar suara orang tercebur ke air.
EVAKUASI dua ekor buaya di Muaro Nagari Aia Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat dilakukan dengan dramatis.
BUAYA liar bermoncong panjang atau biasa disebut senyulong ditemukan terperangkap di jaring ikan di aliran anak sungai Musi oleh warga.
tingginya kasus konflik buaya dengan manusia ini, salah satu penyebabnya karena habitat buaya yang rusak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved