Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Tekan Angka Pengangguran dengan Tambah Pendidikan Vokasi

Devi Harahap
10/7/2024 06:59
Tekan Angka Pengangguran dengan Tambah Pendidikan Vokasi
Sejumlah pelajar mengikuti kelas tata rambut di SMK Negeri 27 Jakarta, Sawah Besar, Jakarta, Selasa (27/2/2024).(ANTARA/Aprillio Akbar )

PELAKSANA Tugas (Plt.) Direktur Mitras DUDI Kemendikbud Ristek, Uuf Brajawidagda, menyambut baik anjuran panja DPR RI yang merekomendasikan agar pemerintah menambah jumlah pendidikan vokasi yang berkualitas.

“Semakin banyak vokasi disuarakan dan menjadi kesadaran publik, saya pikir semakin bagus untuk pemajuan negara. Kami senang jika semakin banyak pembicaraan terkait vokasi karena di berbagai negara maju, (pendidikan) vokasi juga maju,” ungkapnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Selasa (9/7).

Uuf memberi contoh bahwa banyak negara-negara yang telah menjadikan pendidikan vokasi sebagai salah satu jawaban untuk menekan angka pengangguran dan memajukan produktivitas pembangunan ekonomi, beberapa di antaranya Tiongkok, Jerman dan Singapura.

Baca juga : Tekan Pengangguran Vokasi dengan Penguatan Kerja Sama Industri

“Di Tiongkok, politeknik-nya sangat luar biasa, lalu di Jerman juga demikian dan Singapura kelihatannya negara kecil tetapi yang kita lihat politekniknya juga besar-besar dan sangat kuat, jadi semakin banyak pembicara terkait vokasi maka semakin bagus,” katanya.

Kendati demikian, ia tak mengesampingkan peran pendidikan sarjana lantaran keduanya saling melengkapi untuk mengisi berbagai peluang industri dan permintaan pasar.

“Tertentu kebutuhan sarjana dan vokasi saling melengkapi karena kita butuh keduanya untuk membangun kemajuan, karena memang tipe pekerjaannya juga berbeda dan macam-macam sehingga saling melengkapi,” jelasnya.

Baca juga : Ketat, Seleksi Pendidikan Tinggi Vokasi pada SNBT 2024

Selain itu, Uuf menyatakan bahwa penambahan pendidikan vokasi juga harus diselaraskan dengan berbagai jurusan atau program studi yang menyesuaikan kemajuan zaman dan kebutuhan industri.

“Ukuran (kemajuan) bukan perguruan tinggi vokasi yang semakin banyak tetapi bahwa program (yang dibutuhkan) tersedia dan karena potret daerah itu berbeda-beda jadi kebutuhan pun relatif, yang penting sadar bahwa kebutuhan daerah terhadap sekolah vokasi berbeda-beda,” tuturnya.

Data pendidikan vokasi dan jumlah lulusannya juga merupakan salah satu kunci dalam memperkuat arah kebijakan pendidikan. Saat ini, jumlah perguruan tinggi vokasi negeri terdapat 49 pendidikan berbentuk khusus vokasi, sementara perguruan tinggi penyelenggara program vokasi berjumlah ratusan. Ada pula sekolah berbasis vokasi yakni SMK yang berjumlah 14 ribu dan lembaga kursus vokasi sekitar 17 ribu.

Baca juga : 231 Ribu Lulus SNBT dari 785 Ribu Peserta

“Namun tidak ada ukuran atau target berapa jumlah vokasi di sebuah daerah, jadi idealnya relatif dan tergantung kondisi geografis serta seperti apa pola pendidikan yang ingin dicapai suatu daerah,” jelas Uuf.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf dalam keterangannya mengatakan bahwa saat ini tengah diseleksi pemilihan Dirjen Vokasi, diharapkan bagi dirjen terpilih harus bisa menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di dunia pendidikan vokasi, salah satunya yakni serapan lulusan vokasi terhadap dunia kerja serta ketidaksesuaian kurikulum yang yang tidak populer di mata Gen Z.

“Permasalahan-permasalahan teknis seperti itu, tentunya menjadi hal yang paling penting untuk menjadi fokus Dirjen terpilih nanti. Bukan hanya siap, tetapi kompetitif, kompeten, resilience disertai dengan sertifikasi yang relevan, yakni membangun SDM unggul terampil,” jelasnya.

Baca juga : 29 Perusahaan Retail Buka Ratusan Peluang Kemitraan dengan SMK dan PTV

Lebih lanjut, Dede menjelaskan bahwa Dirjen vokasi juga harus mengoptimalkan link and match, dan menguatkan eksistensi pendidikan vokasi, riset terapan yang inovatif, kegiatan magang, dan program merdeka belajar.

“Kolaborasi link and match dengan dunia usaha, dunia industri juga jangan hanya agenda seremonial seperti perjanjian kerja sama tanpa eksekusi yang cermat, hal tersebut penting ditekankan mengingat fenomena ketenagakerjaan yang begitu dinamis,” imbuhnya.

Tak hanya dari sudut pembenahan eksternal, namun Dede juga menyoroti pentingnya faktor internal seperti pengembangan kurikulum adaptif dan penguatan SDM para pendidik. Dirjen vokasi harus mampu meningkatkan kapasitas para pendidik dengan sering melakukan sertifikasi dan uji kompetensi beragama dengan para praktisi industri.

“Masalah kurikulum memang masih menjadi catatan, terlebih harus adaptif dengan perkembangan zaman, tak terkecuali fenomena transisi pandemi ke endemi dimana sistem kerja hibrida seperti luring-daring menjadi hal yang wajar,” pungkasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya