Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PSIKOLOG dari Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Naftalia Kusumawardhani menyarankan pasangan yang belum siap untuk menunda pernikahan demi mencegah baby blues atau depresi pascamelahirkan.
Baby blues atau postpartum distress syndrome adalah kondisi terganggunya suasana hati yang terjadi pascamelahirkan dan dapat dialami sekitar 50%-80% perempuan yang melahirkan, khususnya kelahiran anak pertama, tetapi tidak menutup kemungkinan dialami pada kelahiran anak kedua dan seterusnya.
Gejala baby blues yang kerap terjadi yaitu mudah sedih dan menangis, sensitif, cemas, takut, tidak percaya diri, merasa kehabisan tenaga, tidak tertarik merawat bayi, merasa gagal, tidak berharga, tidak nyaman, bingung tanpa sebab, dan tidak sabar.
Baca juga: Ini Beda Baby Blues dan Depresi Pascamelahirkan
"Apabila gejala tersebut berlangsung selama dua pekan, maka ibu harus berani ambil keputusan untuk mencari bantuan ke psikolog. Pengalaman melahirkan itu unik, tidak universal, maka sebaiknya ibu tetap berobat dan tidak terpengaruh anggapan orang yang memandang negatif. Justru ibu hebatlah yang tahu cara antisipasinya," papar Naftalia.
Menurutnya, baby blues dapat dialami karena perubahan kehidupan setelah menjadi orangtua tidak hanya tentang mengasuh anak, tetapi juga hubungan dengan anggota keluarga, mertua, dan ipar yang mengalami transisi.
Ia juga menjelaskan, ibu yang kelelahan dan memiliki beban dapat menyebabkan kurang optimalnya pengasuhan di masa emas anak yakni di 1.000 hari pertama kehidupan atau usia 0-2 tahun.
Baca juga: Ini Bahaya Depresi Pascamelahirkan yang Perlu Diketahui Calon Ibu
Ibu yang terlalu capek dan memiliki beban tambahan dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi bayi.
"Ibu stres menyebabkan ASI tidak keluar, kelelahan sampai tidak sempat memperhatikan gizi dalam menu makanan bayi, akibatnya pengasuhan di 1.000 Hari Pertama Kehidupan kurang optimal," paparnya.
Untuk itu, ia menekankan kepada para calon orangtua pentingnya memiliki pengetahuan tentang kehamilan hingga pascamelahirkan.
"Menambah wawasan ini akan membentuk kesiapan dan mengoptimalkan persiapan calon orang tua, serta mintalah dukungan keluarga. Persiapan dalam segala aspek juga perlu, tidak hanya finansial, tetapi juga secara fisik dan psikologis," ujar dia.
Naftalia menambahkan, masa nifas (40 hari pascamelahirkan) merupakan periode kritis untuk ibu, karena itu adalah waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan secara fisik dan psikologis.
"Perlu diketahui para calon orangtua, apa saja yang terjadi di tiga periode penting selama nifas, yaitu pada hari pertama sampai hari ketiga, taking in, kemudian hari ketiga sampai ke-10, taking hold, sampai letting go di hari ke-10 hingga kurang lebih minggu keenam," tuturnya.
Menurutnya, penting juga bagi orang sekitar untuk tidak menghakimi pilihan ibu dalam melahirkan, baik itu normal maupun operasi sesar.
"Penghakiman dari orang lain seperti anggapan ibu sejati adalah yang melahirkan secara normal, sedangkan operasi sesar dianggap ibu takut kesakitan, takut bentuk fisik berubah, atau terkesan hanya ingin proses yang mudah saja. Penghakiman itu dapat membuat ibu semakin terbebani," ucap Naftalia.
Setelah melahirkan, kondisi fisik ibu mengalami perubahan. Rasa lelah luar biasa dirasakan ibu apalagi jika tanpa bantuan dari keluarga di sekitarnya, untuk itu penting memberi dukungan pada ibu pascamelahirkan.
"Ibu bahagia, maka bayi sehat, tidak ada ibu yang sempurna. Hanya ibu yang mau menjalani semua proses kehamilan hingga kelahiran," pungkasnya. (Ant/Z-1)
Studi terbaru dari Health Collaborative Center mengungkap tingginya kejadian mom shaming di Indonesia. Sebagian besar pelaku justru berasal dari keluarga dan orang-orang sekitar.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, psikolog HatiPlong, Dicky Sugianto, menekankan bahwa seseorang tidak perlu menunggu hingga masalah besar muncul
Insiden tragis terjadi di Serang, Banten pada 13 Juni kemarin. Seorang balita berusia tiga tahun ditemukan tewas di tangan ayah kandungnya sendiri.
Banyak mendengarkan lagu galau ternyata tidak hanya mempengaruhi suasana hati, tetapi juga dapat memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental
Pada orang dengan hoarding disorder, penimbunan sering kali dilakukan secara acak dan sembarangan. Mereka merasa aman saat bisa menumpuk sampah karena merasa sayang saat membuangnya.
USAI libur panjang, kembali ke bangku sekolah menjadi tantangan tersendiri bagi anak. Buruknya, anak bisa saja stres. Apa yang harus dilakukan?
Ibu yang mengalami baby blues diminta berusaha mengungkapkan emosi yang dirasakan kepada pasangan maupun orang-orang terdekat agar bisa segera mengatasi masalah tersebut.
Ibu yang mengalami baby blues bisa mengalami perubahan emosi seperti menjadi mudah marah, gampang menangis, mudah cemas, dan cepat kelelahan.
Baby blues merupakan sebuah kondisi mental yang umum terjadi pada hampir 80% perempuan yang baru saja melahirkan.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian depresi pascamelahirkan sebesar 25,4%.
Seorang ibu yang baru mengalami perubahan proses itu, secara mental atau psikisnya mengalami beban yang bisa mengganggu orang di lingkungan, termasuk anaknya.
Kerja sama PKJN RS Marzoeki Mahdi (PKJN RSMM) dengan King’s College London ini diharapkan bisa menjadi tempat bertukar ilmu, bertukar pengalaman dalam penanganan kesehatan mental.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved