Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PERILAKU sedentari menimbulkan efek samping terhadap kesehatan yang sama buruknya dengan merokok. Hal itu diungkapkan Pembimbing Kesehatan Kerja Muda Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Bonnie Medana Pahlavie.
"Sedentary lifestyle itu, berdasarkan update ilmu pengetahuan baru disebu the new smoking. Hal itu karena perilaku itu memberikan efek atau dampak yang sama dengan merokok," kata dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, dikutip Sabtu (15/4).
Menurut Kementerian Kesehatan, perilaku sedentari adalah kegiatan yang mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur, dengan karakteristik keluaran kalori yang sangat sedikit yakni kurang dari 1,5 METs.
Baca juga: Gangguan Makan Bisa Ganggu Siklus Menstruasi Remaja
Contoh perilaku sedentari adalah berbaring atau duduk dalam waktu lama seperti saat menonton TV, bermain gim video, hingga duduk terlalu lama di depan komputer ketika belajar atau bekerja.
Contoh lainnya adalah pergi ke toko atau mengantar anak ke sekolah yang jaraknya dekat dari rumah menggunakan mobil atau motor.
Bonnie mengatakan, perilaku tersebut jika dilakukan terus menerus akan menyebabkan terjadinya penumpukan lemak dalam tubuh sehingga meningkatkan potensi munculnya berbagai penyakit.
Baca juga: Anak yang Lahir Prematur Berisiko Terkena Hipertensi
"(Sedentari) tidak memberikan gerak dalam tubuh kita, akhirnya terjadi penumpukan lemak dalam tubuh kita. Sehingga, menimbulkan efek berupa penyakit tidak menular seperti obesitas, hipertensi, dan sebagainya," ujar Bonnie.
Untuk itu, Bonnie menyarankan agar perilaku sedentari dibatasi seminimal mungkin guna menghindari peningkatan risiko penyakit-penyakit tersebut.
"Pada dasarnya, tubuh kita, seperti otot-otot itu ditakdirkan untuk bergerak. Bahkan ada otot yang tidak pernah berhenti bergerak yaitu otot jantung. Jadi ya kita harus bergerak," kata Bonnie.
Bonnie menyarankan untuk melakukan aktivitas-aktivitas fisik seperti berjalan kaki, mencuci, menyapu, mengepel, maupun mencuci mobil. Selain itu, sempatkan juga untuk berolahraga dengan durasi 150 menit dalam sepekan.
"Seratus lima puluh menit dalam sepekan. Mau dipecah rata jadi 30 menit selama lima hari silakan, mau dipecah jadi 60-60-30 (menit) juga silakan," ujar Bonnie.
Ia juga mengingatkan berpuasa seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak berolahraga. Tetaplah berolahraga seperti jogging atau senam jantung sehat pada waktu-waktu seperti menjelang berbuka puasa atau setelah tarawih. (Ant/Z-1)
Penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang menyebar di seluruh Indonesia
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
Untuk mengontrol konsumsi rokok pada remaja, cukai rokok menjadi salah satu upaya yang paling signifikan.
PP Kesehatan diterbitkan sebagai upaya langkah preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia.
Pada orang dengan pola hidup sedentari, akan jarang melakukan aktivitas yang bergerak sehingga tidak minum banyak dan berkemih kurang dari 2,5 liter sehari.
Ada risiko kesehatan dari gaya hidup sedentari seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved