Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
MEMASUKI tahun yang baru, Omnibus Law masih menjadi bahan perbincangan yang hangat oleh orang-orang, mulai dari Omnibus Law tentang UU Cipta Kerja hingga perbincangan yang masih hangat saat ini yaitu RUU Kesehatan. RUU Kesehatan menimbulkan pro dan kontra, terutama di organisasi profesi dan tenaga-tenaga kesehatan lain, termasuk Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dinilai bisa merugikan masyarakat. Oleh karena itu RUU ini ditentang oleh berbagai kalangan masyarakat. Penyusunan RUU ini disusun dengan menggunakan salah satu metode penyederhanaan yaitu Omnibus Law. Dengan metode yang satu ini, nanti peraturan perundang-undangan yang timpang tindih akan disederhanakan dan menjadi satu untuk mengatur keseluruhannya.
Melansir dari ayovaksindinkesdi.id, Ketua IDI dari Pinangan Dr. Amtsyr Muhadi menilai RUU Kesehatan sangat terkesan terburu-buru dan memaksakan. Oleh karena itu, hal ini akan bisa menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Di dalam RUU Kesehatan tersebut setidaknya berisi 15 undang-undang yang terkait profesi dan kesehatan.
Hingga saat ini upaya advokasi yang dilakukan oleh organisasi profesi kedokteran berlandaskan tiga poin dasar yang harus diperhatikan oleh pemerintah yaitu kemanusiaan, keamanan, kesejahteraan. Upaya-upaya advokasi tersebut dibuat untuk menjadi peringatan kepada pemerintah, Legislatif, maupun masyarakat.
Berangkat dari permasalahan di atas, tujuh organisasi profesi kedokteran bersama dengan Pimpinan Pusat Muhamadiyah sepakat menolak tegas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan lewat pernyataan sikap dari catatan kritis yang dikeluarkan pada Selasa (7/2) saat jumpa pers media di Aula PP Muhamadiyah, Jakarta Pusat.
Pernyataan kritis tersebut dibuat dan ditandatangani untuk dikeluarkan secara resmi atas persetujuan tujuh organisasi profesi kedokteran dan Pimpinan Pusat Muhamadiyah. Ketujuh organisasi profesi tersebut ialah Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP), Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan Forum Peduli Kesehatan.
Pernyataan-pernyataan kritis tersebut sebagai berikut.
1. Bahwa metode Omnibus dalam penyusunan RUU Kesehatan telah dipergunakan tanpa melibatkan peran aktif seluruh sektor yang terdampak pengaturan. Hal ini mengulang pola pengaturan dengan metode Omnibus baik dalam bentuk Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja maupun UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
2. Bahwa RUU Kesehatan secara mendasar telah mengubah filosofi bidang kesehatan, yang pada awalnya ditujukan sebagai layanan pemenuhan salah satu hak dasar kepada masyarakat, menjadi kegiatan industrialisasi dan komersialisasi yang berorientasi bisnis dan mencari keuntungan semata-mata.
3. RUU Kesehatan menunjukkan arah pengaturan yang menempatkan pemerintahan sebagai aktor utama dalam pengelolaan bidang kesehatan dengan melakukan pengaturan yang bersifat delegasi blanko. Tidak kurang dari 56 aturan bersifat delegasi blanko dalam RUU Kesehatan yang dilarang penggunaannya dalam UU tentang pembentukan UU.
4. RUU Kesehatan mencabut UU Kesehatan beserta delapan undang-undang lain. Artinya, RUU Kesehatan meliputi pengaturan profesi kesehatan. UU di luar UU Kesehatan di antaranya mengatur tentang profesi, yakni Profesi Dokter dan Dokter Gigi, Profesi Kebidanan, Profesi Keperawatan dan Profesi Tenaga Kesehatan. Pengaturan tersebut terlihat dalam UU Praktik Kedokteran, UU Kebidanan, UU Keperawatan, dan UU Tenaga Kesehatan. RUU Kesehatan melakukan pengaturan ulang tanpa keterlibatan organisasi profesi yang ada, secara komprehensif dan muatan aturan yang tidak mencerminkan kemandirian organisasi profesi, menunjukkan pola pengaturan yang tidak partisipatif dan mengabaikan peran organisasi profesi.
5. RUU tentang Kesehatan yang turut mengubah UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan Undang-Undang Pendidikan Tinggi menunjukkan penerapan metode Omnibus yang tidak tepat dan salah arah, pemberian kewenangan terbatas pada kementerian di bidang pendidikan dan mengubah pola pengelolaan jaminan kesehatan semakin menunjukkan campur tangan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan yang kembali ingin mengendalikan sektor kesehatan agar dapat melepaskan industri kesehatan kepada mekanisme pasar.
6. RUU tentang Kesehatan merupakan bagian dari gerakan global liberalisasi di bidang kesehatan. Sesuatu yang walaupun dianggap sebagai hal yang tak dapat dihindari, tetap harus disikapi dengan berhati-hati dan tidak gegabah, agar tidak merugikan kepentingan bangsa dan masyarakat di bidang kesehatan.
7. RUU tentang Kesehatan bisa memberikan dampak lanjut, antara lain dalam lingkup berlangsungnya praktik komodifikasi pendidikan sumber daya manusia di bidang kesehatan di sekolah dan perguruan tinggi, tenaga kesehatan disiapkan untuk menjadi pekerja bagi pebisnis dan perusahaan dalam logic industrialisasi kesehatan dan sekaligus dialpakan dengan misi humanis-profetisnya saat menjalankan profesi di bidang kesehatan
8. RUU tentang Kesehatan mengindikasikan adanya upaya pengkerdilan terhadap peran profesi kesehatan karena tidak diatur dengan undang-undang tersendiri. Hal ini dikhawatirkan akan menghilangkan independensi lembaga profesi dalam menjalankan tugasnya.
9. RUU tentang Kesehatan juga berpotensi menghilangkan independensi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sebelumnya diatur dalam Undang-Undang BPJS, BPJS bertanggung jawab kepada presiden. Kini pertanggungjawabannya kepada presiden tetapi melalui Kementerian Kesehatan. Hal ini semakin mengindikasikan untuk menjadikan BPJS sebagai instrumen birokrasi pemerintah.
10. RUU tentang Kesehatan sebagaimana maksud poin ke-8 mengubah pengaturan BPJS sebagai badan hukum publik independen. Perubahan ini memunculkan risiko pengelolaan dana BPJS tidak berjalan baik akibat ketidakmandirian lembaga tersebut dan berpotensi dimanfaatkan oleh kepentingan politik pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pada akhirnya dana umat untuk jaminan kesehatan menjadi tidak optimal dan tidak bermanfaat bagi kesehatan umat.
11. RUU tentang Kesehatan dalam beberapa hal berpotensi menjadi ancaman terhadap optimalisasi peran dan aktualisasi kemampuan sumberdaya kesehatan, tenaga medis, dan tenaga kesehatan dalam negeri. Dibukanya peluang kepada investor asing atau tenaga kesehatan asing untuk masuk ke Indonesia seperti yang tertera dalam Pasal 230 menyangkut tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau noninvestasi.
12. RUU tentang Kesehatan patut diwaspadai sebagai bentuk melayani kepentingan bisnis oligarkhi tertentu yang sudah lama menguasai jaringan bisnis bidang kesehatan dengan mengorbankan kepentingan masyarakat luas.
13. Mengingat kerangka dari RUU tentang Kesehatan dibuat dengan pola Omnibus Law, ini mengabaikan partisipasi publik serta tidak bersifat partisipatif dan menyalahi prosedur pembentukan perundang undangan maka dikhawatirkan berpotensi akan terjadi disharmoni dan konfliktual dengan aturan lain.
Melihat dari pernyataan tersebut, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah berharap Rancangan Undang-undang Kesehatan dengan metode Omnibus Law tidak diteruskan mengingat banyak persoalan yang terjadi di masyarakat. "Secara prinsip harapannya tentu tidak dilanjutkan. Bila diteruskan, proses itu harus melibatkan seluruh unsur yang ada dan melakukan pembahasan yang baik, artinya tidak dalam waktu yang singkat kemudian disetujui karena banyak persoalan, banyak kajian yang ada. Harapan kami ini didengarkan dan tidak diteruskan," pungkasnya. (OL-14)
PP Kesehatan diterbitkan sebagai upaya langkah preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
KOMISI IX DPR RI meminta Kemenkes mempercepat penerbitan aturan turunan UU Kesehatan terkait dengan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit atau hospital based.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa permasalahan dan gangguan kesehatan masyarakat akan menurunkan produktivitas dan menimbulkan kerugian bagi negara.
Sikap ini sejalan dengan permintaan dari banyak pihak, terutama yang berkaitan dengan ekosistem pertembakauan nasional.
ATURAN turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan diharapkan rampung pada akhir tahun ini.
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan enam RUU dari daftar RUU Prolegnas Prioritas 2023. Dalam pidato pelaporan di Paripurna DPR, Selasa (3/10).
ORANG yang mengalami kecanduan judi online bisa diberikan tata laksana awal secara komprehensif dan pencegahan untuk kekambuhannya.
Saat ini jumlah dokter yang ada di Sumbar baru berjumlah 4.897 orang, sementara berdasarkan data BPS Tahun 2023, jumlah penduduk Sumbar sebanyak 5.757.205 jiwa.
"Kita juga tidak berani mengatakan itu penyebab kematian, tapi juga tidak bisa bilang bukan karena itu."
AIPKI turut mengambil sikap mengenai pemberhentian Dekan Fakultas Kedokteran Unair Prof. Budi Santoso. Para dekan FK yang bernaung di bawah AIPKI menyesalkan keputusan itu.
PEMERINTAH Korea Selatan mengeluarkan perintah kembali bekerja bagi para dokter pada Selasa (18/6).
Jumlah mahasiswa baru yang diterima UGM lewat jalur SNBT sebanyak 2.830 orang yang merupakan hasil seleksi dari jumlah pendaftar yang mencapai 91.926 orang peserta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved