Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DOSEN Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran S. Kunto Adi Wibowo mengungkapkan beberapa motif mengapa hoaks masih banyak beredar di Indonesia.
"Motifnya banyak, tetapi yang bisa cepat diidentifikasi adalah ekonomi," kata Kunto dilansir laman resmi Unpad Jumat (22/1).
Pada motif ekonomi, produsen hoaks sangat mungkin mendapat keuntungan ekonomi. Baik dari jumlah hits suatu laman hinga monetisasi iklan yang dipasang pada informasi hoaks tersebut. Sebut Kunto, ada pula keuntungan ekonomi dalam arti lain, seperti berhasil memengaruhi pembaca untuk mengonsumsi atau tidak mengonsumsi produk tertentu yang ujungnya menguntungkan produsen hoaks.
Motif selanjutnya adalah motif politik. Motif ini lebih pada bagaimana membangun kekuatan politik dari hoaks yang disebarkan. Ini disebabkan, politik sangat bergantung pada opini publik.
"Ketika opini publik bergeser tentu saja akan ada kekuatan politik yang diuntungkan dan dirugikan," sebutnya.
Motif ketiga adalah memainkan sisi psikologis pembaca. Pandemi dan peristiwa bencana yang terjadi akhir-akhir ini melahirkan situasi yang tidak menentu dan memiliki kepastian yang rendah. Situasi ini yang memicu sejumlah orang untuk mengaitkannya dengan sesuatu. Misalnya, banyak hoaks seputar Covid-19 merupakan konspirasi, sehingga orang tidak perlu takut akan pandemi tersebut.
"Ini sangat bahaya. Tenang yang berlebihan saat krisis itu bahaya," jelas Kunto.
Selain tiga motif tersebut, ada sejumlah motif lainnya, seperti menciptakan teori untuk meninggikan kelompok identitas tersebut atau bahkan mengajak orang ke jalan yang benar tetapi dengan cara hoaks.
Menurutnya, peneliti media sosial ini menjelaskan, ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk memerangi hoaks. Untuk memerangi jangka pendek, setiap platform media sosial sebaiknya memiliki fitur yang memudahkan pengguna untuk mengidentifikasi atau menyetop sebaran hoaks.
Hingga saat ini, belum ada fitur yang sangat bagus untuk menghentikan laju hoaks di media sosial. Karena itu, kata Kunto, platform harus secara agresif melakukan pelacakan dan mengidentifikasi hoaks yang beredar, sehingga tidak mudah disebarkan pengguna.
Untuk jangka menengah, Kunto mendorong adanya penegakan hukum yang tegas. Hukum yang tegas akan memberikan efek jera dan edukasi kepada penyebar hoaks. Selain itu, penegakan hukum juga jangan tebang pilih.
"Kalau mau lewat hukum harus bisa siapa saja," paparnya.
baca juga: Saiful Mujani Diangkat Sebagai Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta
Sementara untuk jangka panjang adalah membangun kemampuan literasi orang. Kemampuan literasi tidak hanya ditentukan dari kemampuan kognitifnya saja. Berdasarkan penelitian disertasinya, Kunto melihat bahwa kemampuan kognitif belum bisa mempredikasi kemampuan identifikasi hoaks.
"Contohnya, IQ-nya tinggi, pendidikannya sudah S3, tetapi nyatanya masih sangat rentan untuk terpengaruh hoaks. Apalagi untuk informasi yang sesuai dengan sikap saya. Ini masalah emosional bukan kognitif," pungkas Kunto. (OL-3)
Diskominfo Jawa Barat menyiapkan dan mendorong unit saber hoaks di 27 kabupaten dan kota mulai mendeteksi dini potensi hoaks
Tipologi hoaks berubah-ubah dari tahun ke tahun. Hal tersebut terjadi karena situasi sosial, politik, dan perekonomian masyarakat yang berubah-ubah.
BEREDARNYA selebaran dan gambar yang mengatasnamakan pengobatan "Ida Dayak Official" di Banda Aceh dan sekitarnya dipastikan hoaks oleh Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli.
Tular Nalar juga menghadirkan Bioskop Keliling yang bekerja sama dengan Jaringan Radio Komunikasi Indonesia.
Baru-baru ini beredar kembali pesan berantai di WAG yang menyebutkan beberapa produk MSG dan mie instan mengandung bahan tidak halal.
Merupakan hal wajib untuk memerangi konten negatif yang saat ini kerap bermunculan di masyarakat sebagai wujud menjaga persatuan dan kesatuan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved