Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
WACANA kebijakan pemerintah untuk mengeluarkan kesertaan peserta BPJS Kesehatan bagi perokok dinilai sulit untuk diimplementasikan.
Pasalnya kebijakan terbebut tidak diatur dalam undang-undang nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 jo. PP No. 76 Tahun 2015 jo Permensos No 5 Tahun 2016.
Kepala Bidang BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, wacana kebijakan tersebut pada dasarnya bertujuan baik untuk memastikan jumlah perokok menurun sehingga masyarakat Indonesia bisa lebih sehat.
"Tapi ini sulit dilaksanakan karena hukum positif kita tidak mensyaratkan kepesertaan PBI (baik PBI APBN maupun APBD) dengan persyaratan merokok. Aturan yang ada tidak juga mensyaratkan kepesertaan PBI dengan masalah rokok. Kalau mau diubah maka akan banyak regulasi yang diubah," jelas Timboel saat dihubungi, Minggu (6/10).
Timboel menjelaskan,merokok telah menjadi kebiasaan turun temurun. Sehingga persyaratan tidak merokok menjadi syarat peserta PBI akan sulit diimplementasikan. Selain itu bila ketentuan ini diberlakukan maka pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mendata jumlah perokok.
Baca juga : Soal Tarif Iuran baru, BPJS Tunggu Ketetapan Pemerintah
"Bisa saja seorang perokok menyatakan tidak merokok untuk mendapatkan PBI tapi dia secara sembunyi-sembunyi tetap merokok. Oleh karenanya saya menilai wacana ini tidak efektif dilakukan," imbuhnya.
Menurutnya pemerintah dapat fokus pada penerapan upaya preventif dan promotif gaya hidup sehat masyarakat. Jika upaya tersebut berhasil Timboel optimistis dapat menekan beban kesehatan JKN yang otomatis menekan defisit.
"Tentunya tidak hanya soal rokok tapi juga hal-hal lain seperti pentingnya berolahraga, memiliki rumah yang sehat (ventilasi, pencahayaan rumah dan sebagainya," tukasnya.
Sementara itu menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Ma'ruf hingga saat ini belum ada aturan yang mengatur tentang kesertaan peserta BPJS Kesehatan bagi perokok.
"Belum ada peraturannya sementara masih sama. Tidak ada perlakuan berbeda antara yang merokok dan tidak merokok," ujarnya.
Pemerintah daerah lanjutnya memilki kewenangan untuk membuat aturan atau kebijakan terkait perserta BPJS Kesehatan yang menggunakan anggaran daerah.
"Tidak ada larangan pemda memberlakukan kebijakan tersebut.Dari sisi pemda berarti warganya dianggap mampu karena bisa merokok sebungkus sehari. Sehingga alokasi pembiayaan bisa digeser untuk penduduk mereka yang lebih dianggap membutuhkan," tandasnya. (OL-7)
Penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang menyebar di seluruh Indonesia
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
Untuk mengontrol konsumsi rokok pada remaja, cukai rokok menjadi salah satu upaya yang paling signifikan.
PP Kesehatan diterbitkan sebagai upaya langkah preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved