Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ANGGOTA Komisi VI DPR RI Nasim Khan menilai positif upaya Pertamina yang terus memperluas jangkauan distribusi sampai ke pelosok Tanah Air.
Termasuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi ke berbagai wilayah remote yang sangat sulit dijangkau dan secara bisnis sebenarnya tidak menguntungkan. Bahkan jalur distribusi tersebut, juga dinilai sebagai jalur terkompleks dan sangat rumit.
“Saya mengapresiasi upaya Pertamina yang terus memperluas outlet BBM nonsubsidi. Hal ini akan memudahkan akses energi, sehingga masyarakat di wilayah pelosok pun dapat menikmati BBM berkualitas,” kata Nasim.
Baca juga : Anggota Komisi VI DPR Ingatkan Distribusi Energi Harus Dikelola dengan Baik
Menurut Nasim, upaya Pertamina dalam melayani kebutuhan BBM mulai dari perkotaan, pedesaan hingga pelosok nusantara merupakan tantangan tersendiri.
“Distribusi energi yang dilakukan Pertamina saat ini merupakan jalur terkompleks (rumit), sehingga harus dikelola dengan sebaik-baiknya,” jelas Nasim.
Di sisi lain, Nasim tidak menepis, jangkauan distribusi Pertamina hingga ke wilayah terpencil tersebut, tidak seluruhnya menguntungkan dari sisi bisnis. Namun sesuai amanah UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), imbuhnya, BUMN seperti Pertamina, memang harus menjalankan peran sebagai entitas bisnis di satu sisi, namun pada saat bersamaan harus melaksanakan fungsi pelayanan publik yang tidak hanya mempertimbangkan aspek komersial.
Baca juga : Skema Cost Recovery Dorong Investasi Migas
“Hal itu tentu berbeda dengan swasta,” lanjut Nasim.
Berbagai upaya Pertamina, jelas Nasim, juga berperan penting dalam menjaga ketahanan energi sekaligus menggerakkan roda ekonomi di seluruh penjuru Tanah Air. Hal tersebut sesuai amanah Undang-Undang, bahwa dalam mengelola energi nasional, Pertamina juga mengacu pada prinsip availability, accessibility, affordability, acceptability dan sustainability.
“Salah satu peran strategis Pertamina saat ini adalah menjaga ketahanan energi Indonesia dengan tetap menjaga pasokan, mengikuti peningkatan kebutuhan energi,” pungkas Nasim.
Baca juga : DPR dan Pemerintah Sepakati Asumsi Sektor ESDM untuk RAPBN 2025
Terkait distribusi hingga ke pelosok, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan mengatakan ini adalah bentuk komitmen perusahaan dalam menyediakan akses energi yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Saat ini ada lebih dari 14 ribu lembaga penyalur BBM yang Pertamina Patra Niaga kelola, dan ini tersebar di seluruh wilayah baik perkotaan hingga pelosok desa. Ini bagian dari keadilan energi, aksesibilitas dan kemudahan masyarakat mendapatkan BBM,” terang Riva.
Untuk SPBU reguler sendiri, saat ini terdapat lebih dari 6.300 SPBU, lalu untuk Pertashop sudah lebih dari 6.600 outlet yang tersebar sampai ke desa-desa. Belum lagi, lanjut Riva, Pertamina Patra Niaga juga mengelola lebih dari 400 SPBU nelayan.
Baca juga : Subsidi Energi Diusulkan Naik Tahun Depan
Dari segi hargapun, Riva mengatakan Pertamina Patra Niaga menyalurkan BBM dengan harga terjangkau, meskipun dalam prosesnya, distribusi yang dilakukan sangatlah beragam.
“Selain accessibility, kami juga terus mendukung upaya pemerintah menjaga stabilitas perekonomian dengan memberikan harga BBM nonsubsidi yang paling kompetitif," tutup Riva.
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pertamina, Komisi VI DPR juga mengapresiasi kinerja operasional Pertamina, termasuk distribusi BBM yang sampai ke pelosok.
Pada RDP pertengahan Juni lalu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima juga mendorong Pertamina beserta seluruh subholding untuk memastikan ketersediaan, distribusi serta keterjangkauan harga BBM dan gas, meningkatkan pengawasan dan mengevaluasi sistem distribusi BBM dan gas bersubsidi, termasuk optimalisasi digitalisasi dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional. (H-2)
PENGAMAT energi dari UGM Deendarlianto menilai pemerintah tidak perlu membentuk satuan tugas (satgas) untuk memperbaiki investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia.
SKK Migas mendorong eksplorasi masif untuk mengejar target investasi hulu minyak dan gas sebesar US$15,7 miliar atau setara Rp254 triliun (kurs Rp16.195) di akhir tahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$20,84 miliar pada Juni 2024. Angka tersebut turun 6,65% dibandingkan raihan Mei 2024.
Salah satu upaya yang dilakukan Kementerian ESDM yaitu meminta KKKS Migas untuk segera mengusahakan Bagian Wilayah Kerja migas potensial yang tidak diusahakan (idle) atau mengembalikannya.
Riau merupakan provinsi besar dalam industri migas, dengan menghasilkan 180 ribu barel per hari atau 30 persen dari lifting nasional.
Incar Blok Baru, Pertamina Internasional EP Ekspansi ke Timur Tengah
Saat ini, terpantau pelayanan solar subsidi di Kabupaten Sikka berjalan normal tidak mengalami kendala maupun antrian yang mengular.
Saat ini regulasi dari pemerintah masih lebih ke arah kendaraan listrik berbasis baterai dengan segala kemudahan yang diberikan.
Pemerintah memastikan tidak akan melakukan pembatasan pembelian ataupun penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
WACANA pemerintah soal pembatasan pembelian BBM bersubsidi menuai sorotan. Komisi VII DPR RI meminta pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang jelas agar tidak menimbulkan keresahan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno meminta pemerintah segera melakukan sosialisasi terkait wacana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Dalam upaya mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, berbagai produk bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan telah dikembangkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved