Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
INDONESIA menggalakkan penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (sustainable aviation fuel/SAF) untuk mendukung pengurangan emisi karbon. Bioavtur direncanakan diproduksi secara masif pada 2026.
"Pertamina berencana untuk meluncurkan Cilacap Green Refinery pada tahun 2026 berbasis waste feedstock," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Yudo Dwinanda Priaadi dalam International Palm Oil Conference (IPOC) ke-19 di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/11).
Bioavtur juga telah digunakan pada penerbangan komersial dengan bahan bakar J2.4, uji coba dengan Garuda Boeing 737-800 NG. Kementerian ESDM, kata Yudo, berkomitmen untuk terus mendorong produksi dan penggunaan bioavtur dalam industri aviasi.
Baca juga: Pengamat: Bioavtur Berstandar Internasional dan Aman untuk Penerbangan
Namun pengembangan bioavtur tak berjalan mulus. Sebab, ada sejumlah tantangan, di antaranya, kelangkaan ketersediaan dan variasi feedstock dalam produksi SAF. Kemudian insentif ekonomi dari adanya produksi SAF; karena dibandingkan dengan bahan bakar berbasis fosil, saat ini produksi bioavtur masih membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga produksi harus terus ditingkatkan.
"Kolaborasi dengan berbagai partner baik dalam kerja sama pengembangan produk dan juga teknologi terus didorong untuk dapat memproduksi bioavtur," kata Yudo.
Baca juga: Sustainable Aviation Fuel, Bioavtur Pertamina untuk Penerbangan Ramah Lingkungan
Di kesempatan yang sama, General Manager Green Energy, Biofuel Feedstock & Business Development Apical Group Aika Yuri Winata mengatakan, penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (sustainable aviation fuel/SAF) berpotensi mengerek harga tiket pesawat.
Itu karena biaya produksi yang tinggi dan sumber energi yang lebih terbatas dibanding bahan bakar avtur konvensional. "Biaya tambahan dari adopsi SAF diperkirakan akan mencapai miliaran dan triliunan dolar bagi produsen bahan bakar, yang mengakibatkan kenaikan sebesar US$3 hingga US$14 pada tiket rata-rata pada tahun 2030 dan US$13 hingga US$38 pada tahun 2050 untuk perjalanan udara yang lebih berkelanjutan," ujarnya.
Aika menambahkan, kendati berbiaya mahal, penggunaan SAF dinilai penting. Pasalnya, sektor penerbangan global diketahui menyumbang 3% emisi CO2 pada tahun 2019. Namun itu juga diakui menjadi salah satu sektor yang paling sulit untuk didekarbonisasi.
SAF muncul sebagai alternatif yang paling menjanjikan dan layak untuk bahan bakar pesawat konvensional, mampu mengurangi emisi CO2 hingga 90%, meskipun saat ini hanya menyumbang kurang dari 0,1% dari penggunaan bahan bakar pesawat.
Guna mempercepat adopsi SAF dan melakukan dekarbonisasi perjalanan udara, imbuh Aika, penting untuk memanfaatkan kekuatan wilayah ASEAN. Itu mencakup ketersediaan dan aksesibilitas limbah dan sisa, potensi penghematan efek gas rumah kaca (greenhouse gas effect/GHG) yang signifikan, derivasi dan produksi yang berkelanjutan, serta keterlibatan aktif dalam industri.
"Negara-negara ASEAN secara kolektif menawarkan lebih dari 16 juta metrik ton minyak limbah dan sisa setiap tahun, dengan bahan baku potensial seperti minyak jelantah, limbah pabrik kelapa sawit, minyak tandan buah kosong, dan distilasi asam lemak kelapa sawit. Harga relatif dan penghematan GHG untuk bahan baku ini adalah pertimbangan kunci untuk produksi SAF," jelas Aika.
Dia mengatakan, akselerasi pengembangan SAF di ASEAN memerlukan intervensi kebijakan, termasuk mandat dan skema insentif, menyelaraskan kebijakan dengan standar internasional, dan mengimplementasikan pembiayaan berkelanjutan melalui kebijakan dan pinjaman penerbangan. (Mir/Z-7)
Indonesia harus mampu memproduksi secara mandiri katalis yang merupakan elemen penting dalam produksi bahan bakar baik yang berasal dari energi fosil maupun minyak nabati.
Pertamina tidak hanya mempersiapkan kemandirian energi, tapi juga berperan penting memproduksi BBM ramah lingkungan seperti bioavtur sustainable aviation fuel (SAF).
Ke depan Pertamina perlu mengembangkan Pertamina SAF atau Bioavtur. Tantangan Pertamina adalah meningkatkan kapasitas produksi sehingga bisa memenuhi permintaan serta persoalan harga.
Pertamina Patra Niaga telah menerima stok SAF sebanyak 80 Kilo Liter (KL) untuk digunakan dalam rangkaian tes SAF
Hasil dari serangkaian pengujian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa performa SAF J2.4 memiliki kualitas yang sama dengan avtur konvensional.
Abdul Halim Perdanakusuma adalah salah satu pahlawan nasional yang dikenal sebagai perintis dalam pembentukan dan pengembangan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
TIDAK banyak yang tahu bahwa ternyata ada hubungan rumah sakit dengan maskapai penerbangan.
CrowdStrike mengeklaim telah mengidentifikasi masalah dan sedang melakukan perbaikan.
Dengan adanya penurunan biaya, maka INACA dapat membantu pemerintah dalam mengembangkan konektivitas penerbangan nasional.
Kemenag tidak memiliki wewenang untuk mengajukan slot time. Karenanya, urusan slot time masuk dalam item kontrak berdasakan skema pemberangkatan yang harus dipenuhi maskapai.
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyiapkan langkah efisiensi penerbangan untuk menurunkan harga tiket pesawat. Salah satu upayanya adalah dengan mengevaluasi biaya operasi pesawat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved