Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DEWAN Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) memaparkan kendala kebutuhan rumah nasional di hadapan Komisi V DPR RI, belum lama ini.
Ketua Komisi V DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, dalam audiensi di Gedung Nusantara Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, tersebut Apersi juga memberikan banyak masukan terkait percepatan penyediaan perumahan subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
"Apersi tak sekadar datang berkeluh kesah, tapi juga memberikan masukannya dalam bentuk makalah. Kita jadi lebih paham kendala yang ada di rumah subsidi yang bertujuan untuk MBR,” ungkap Syaifullah dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (23/8).
Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah mengatakan bisnis developer yang tergabung di Apersi saat ini dalam keadaan kurang kondusif. Di saat efek pandemi masih dirasakan, ada pula kendala dari pemerintah yang seharusnya menjadi mitra developer dalam membangun rumah subsidi.
Dalam hal ini Junaidi menyoroti salah satunya soal kenaikan harga rumah subsidi yang sudah dua tahun tidak mengalami kenaikan. Efek pandemi yang masih berlangsung dan naiknya bahan bangunan utama seperti besi dan semen membuat margin berkurang.
"Bahkan di beberapa daerah kenaikannya cukup signifikan, dan memilih tak menjual rumah subsidi. Idealnya kenaikannya 7%," jelasnya.
Baca juga: DPR Dukung Program Subsidi Rumah Rakyat untuk MBR
Tidak hanya itu, Junaidi menjelaskan bahwa dalam industri rumah subsidi yang merupakan program pemerintah yaitu Program Sejuta Rumah (PSR) juga masih terhambat kendala klasik yakni kuota yang tidak konsisten setiap tahunnya. Hal itu menyebabkan pasokan rumah tak maksimal.
Selain itu, kenaikan harga lahan dan ketersediaan yang semakin terbatas membuat anggota Apersi kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Junaidi memberikan masukan seharusnya ada sinkronisasi dalam penentuan kuota dan harga.
"Sinkronisasi ini akan meningkatkan dan menjaga konsistensi kuota KPR subsidi dan akan menjaga rumah subsidi tetap sejalan dengan biaya produksi," terangnya.
Di hadapan anggota DPR itu, Apersi juga telah membuat roadmap terkait optimalisasi ekosistem perumahan. Mulai dari urusan pembiayaan hingga land bank.
Pertama yang diharapkan Apersi ialah penyesuaian suku bunga berjenjang KPR subsidi FLPP. Lalu pemberian subsidi premi asuransi dan lembaganya. Selanjutnya percepatan program tabungan perumahan atau Tapera dan juga program KPR untuk masyarakat informal.
"Terkait lahan, kita berharap adanya percepatan operasional bank tanah. Peran Pemda juga dikuatkan untuk mengatasi berbagai kendala yang ada serta menetapkan zona hunian untuk MBR, membuat indeks kelayakan di masing-masing wilayahnya," tandas Junaidi. (Gan/X-12)
pemerintah harus segera menambah kuota Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk 2024.
RSIJ Sukapura merupakan fasilitas kesehatan dengan kapasitas 185 bed, layanan IGD, rawat inap, rawat jalan, hemodialisis, dan bank darah.
Rumah subsidi disediakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah di sejumlah wilayah di Jawa Tengah.
Pelaku usaha properti di Provinsi Aceh mendesak agar perbankan konvensional diizinkan kembali beroperasi di wilayah tersebut.
Sebanyak 497 unit rumah subsidi berkualitas dibangun di wilayah Soreng Bandung untuk membantu program satu juta rumah milik pemerintah.
KREDIT perumahan rakyat (KPR) subsidi tumbuh cukup tinggi di tahun ini. Namun, kuota KPR subsidi diprediksi akan segera habis di Agustus nanti.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved