Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DIREKTUR Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro berharap agar Indonesia realistis dalam upayanya menggunakan energi bersih. Jangan sampai ambisi tersebut justru menjadi pupuk permasalahan baru di masa mendatang.
"85% energi kita itu masih fosil, kalau ingin meninggalkan itu sepertinya tidak cukup logis. Dari Kemenkeu sendiri mengatakan untuk memensiunkan batu bara Indonesia membutuhkan sekitar Rp3.900 triliun, sementara APBN hanya sekitar Rp2.000 triliun, kebutuhan lebih besar dari anggarannya," tuturnya kepada Media Indonesia, Kamis (4/11).
"Dengan angka itu semestinya kita sudah bisa mengukur mungkin atau tidak. Kalau bicara peluang, probabilitas itu meski hanya 0,001% ya itu mungkin. Tapi untuk apa juga kalau probabilitasnya kecil?" sambungnya.
Komaidi bilang, penggunaan energi bersih perlu dan menjadi penting. Namun menurutnya, komitmen dari pemangku kepentingan menjadi jauh lebih penting untuk mewujudkan misi tersebut.
Indonesia juga perlu memastikan upaya pengurangan energi fosil dilakukan oleh negara-negara yang telah membuat komitmen. Celaka, menurut Komaidi bila komitmen dalam forum-forum internasional hanya sekadar tutur kata semata.
"Jangan sampai hanya sekadar komitmen, tapi tidak ada implementasinya," kata dia.
Itu merujuk dari apa yang dilakukan oleh Inggris. Komaidi bilang, belum lama ini Britania Raya menyatakan menghentikan penggunaan batu bara. Namun tak selang sebulan, justru kembali memanfaatkan batu bara karena melonjaknya tarif listrik.
Hal itu menurutnya perlu menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan. Komaidi berharap pemerintah tak gegabah mendorong penggunaan energi bersih dan meninggalkan energi fosil.
Terlebih, dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dalam Peraturan Presiden 22/2017 diperkirakan konsumsi minyak akan mencapai 4 juta barel per hari. Angka itu justru melonjak dari konsumsi minyak yang saat ini hanya 1,5 juta barel per hari.
Baca juga : ESDM : Pembiayaan ADB Bakal Percepat Pensiunkan PLTU Batu Bara
"Jadi penggunaan energi bersih secara bertahap itu wajar. Tapi kalau kemudian dipercepat dan kemudian ingin menjadi yang paling depan, saya rasa ada risiko ekonomi dan fiskal di sana," kata Komaidi.
Menurutnya, Indonesia tak bisa serta merta meninggalkan energi fosil. Selain tercantum dalam RUEN, ketergantungan Indonesia akan energi fosil sejatinya juga tercermin dalam Paris Agreement. Sebab, Indonesia berkomitmen menggunakan energi bersih hingga 23% di 2030 dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.
Persentase itu menurut Komaidi menunjukkan betapa bergantungnya Indonesia pada energi fosil. Pasalnya, bila komitmen dengan upaya sendiri itu tercapai, Indonesia masih bergantung pada energi fosil hingga 77% dari total penggunaan energi.
"Jadi seolah-olah yang 77% ditiadakan, tidak diberikan perhatian, tapi yang 23% dipuji-puji. Padahal kita masih bergantung pada yang 77% itu. Saya kira ada kampanye yang tidak proporsional dalam beberapa waktu terakhir. Modusnya apa saya tidak paham, yang paham mereka yang melakukan kampanye," jelas Komaidi.
Sementara itu pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menuturkan, keputusan dan kesepakatan yang dibuat dalam forum Conference of The Parties (COP) kerap sukar untuk dicapai oleh banyak negara. Itu terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dari tiap-tiap negara.
"USA dan Masyarakat Eropa selalu berbeda dalam penerapan program untuk pengendalian perubahan iklim. Tiongkok dan Inggris kembali menggunakan energi fosil pada saat negaranya dilanda krisis energi," kata dia.
Belum lagi sebut Fahmy, negara-negara dengan ekonomi besar kerap bertentangan pendapat dengan negara-negara berkembang. Program B100 misalnya, ditolak dan ditentang oleh negara-negara Eropa lantaran re-planting tanaman sawit membutuhkan pembabatan hutan.
Padahal penggunaan B100 disebut Fahmy juga merupakan wujud komitmen Indonesia menerapkan energi bersih. Karena gejolak dan kemampuan, Indonesia dinilai perlu realistis menerapkan transisi energi bersih.
"Indonesia realistis saja tanpa harus memaksakan kehendak dalam proses penggantian fosil menjadi EBT sesuai kemampuan. Dalam kondisi tersebut, Indensia tetap saja konsisten dalam pengambangan B100 untuk menggantikan energi fosil," pungkas Fahmy. (OL-7)
Proposal ditargetkan selesai sebelum bulan Agustus 2024 dan selanjutnya akan diserahkan kepada Pemerintah untuk mendapatkan payung hukum dalam bentuk Program Strategis Nasional.
RENCANA pemerintah merevisi target energi terbarukan dari 23% menjadi 17-19% pada 2025 dinilai tidak tepat.
Terkait pengelolaan data, Khofifah menyampaikan bahwa penghargaan sebagai Daerah Terbaik dalam Pengelolaan Data Energi menjadi semangat untuk terus berbenah.
CPE merupakan ketersediaan sumber energi yang disimpan secara nasional dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam mengatasi kondisi krisis dan darurat energi.
PEMERINTAH pemerintah Indonesia diperkirakan akan sulit mencapai target bauran energi sebesar 23 % pada tahun 2025, meski memiliki potensi energi baru terbarukan yang sangat besar.
Penjabat (Pj) Gubernur Bangka Belitung (Babel), Suganda Pandapotan Pasaribu, mendukung Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Wilayah Kepulauan Bangka Belitung.
RDF yang terletak di TPA Cipayung bisa mengolah 800-1.200 ton sampah per hari
IESR mengajak masyarakat untuk berkontribusi pada aksi penurunan emisi pribadi dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan.
PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana akan mengolah sampah alat peraga kampanye (APK) Pemilu 2024 menjadi bahan bakar alternatif.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menjelaskan energi panas bumi bisa menjadi alternatif pembangkit listrik
Inovasi-inovasi berikut merupakan teknologi ramah lingkungan yang bisa menghemat energi, mengurangi emisi dan polusi.
kesadaran bahwa momen kesempatan dalam menanggulangi perubahan iklim itu harus diambil.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved