Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Jastip Kian Menjamur, Bea Cukai Jaring 140 Ribu Barang Ilegal

Faustinus Nua
27/9/2019 17:06
Jastip Kian Menjamur, Bea Cukai Jaring 140 Ribu Barang Ilegal
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi bersama perwakilan Apindo dan Aprindo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/9).(MI/Faustinus Nua)

DIREKTORAT Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Bea Cukai) mencatat hingga bulan September 2019 terdapat 140.863 barang/dokumen (consignment notes/CN) yang berhasil dijaring atau dengan nilai penerimaan mencapai Rp28,05 miliar. Jumlah ini meningkat dibandingkan 2018 di mana terdapat 72.592 CN yang terjaring dengan nilai mencapai Rp4 miliar. 

Barang tersebut merupakan barang ilegal yang didatangkan dengan modus jasa titipan (jastip/splitting).

Peningkatan jumlah yang hampir mencapai 50% dibandingkan tahun lalu menunjukan maraknya pengguna modus jastip. Modus jastip ini dilakukan untuk menghidari pajak masuk yang cukup tinggi dan pembiayaan dokumen-dokumen impor lainnya.

Adapun sebagian besar barang terjaring merupakan barang dengan harga yang cukup mahal dan yang menajadi tren. Berdasarkan data yang diberikan Bea Cukai, barang-barang tersebut anatar lain barang dari bahan kulit, arloji, sepatu, aksesoris pakaian, part elektronik, dan telepon seluler.

Meskipun jastip sangat menjamur di tengah masyarakat, Bea Cukai menegaskan akan terus memperketat penagamanan keluar masuk barang luar negeri melalui bekerja sama dengan berbagai pihak seperti asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), serta masyarakat.

"Bea Cukai mendapat informasi dari asosiasi dan masyarakat. Kemudian kita melakukan analisis dan mencocokan informasi dengan data penumpang. Ketika cocok, petugas langsung mengamankan penumpang beserta barang bawaannya," ungkap Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Prambudi dalam konferensi pers di Jakarta (27/9).

Menurutnya, modus jastip masih menjadi metode yang kerap digunakan para penyedia jasa titipan. Hal ini untuk mengakali batas nilai pembebasan sebesar US$500 per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

Baca juga: Bea Cukai Makassar Gagalkan Penyelundupan Ekstasi dalam Boneka

Selain itu metode lain yang sering dilakukan para pelaku jastip ialah menggunakan kurir dan melalui barang kiriman. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisasi pengeluaran dibandingkan dengan pengeluaran untuk barang impor legal yang yang cukup besar.

"Barang spliting itu kalau mereka jual di Indonesia harganya akan sangat murah dibandingkan barang yang sama yang dijual oleh pedagang legal. Ini merupakan tindakan yang tidak adil dan kami disini untuk melindungi perusahaan yang patuh pajak," imbuhnya.

Ia juga menambahkan bahwa untuk menindak para pelaku jastip yang terjaring, pihaknya akan menahan barang tersebut. Pelaku dikenakan Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor. 

Bea Cukai juga mewajibkan para pelaku untuk memiliki NPWP. Apabila pelaku tidak mengikuti syarat tersebut, pihak Bea Cukai akan memusnahkan atau melelangnya. (A-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya