Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PEMERINTAH sebaiknya fokus pada perbaikan iklim usaha nasional. Pasalnya, resesi global yang berpotensi terjadi tidak hanya dipengaruhi faktor eksternal seperti perang dagang, tetapi juga dalam negeri.
"Ada atau tidak ada resesi, faktor eksternal bukan satu-satunya alasan stagnasi ekonomi nasional tetapi karena kita secara internal juga tidak bisa memacu produktifitas nasional dengan jauh lebih baik daripada saat ini", kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani ketika dihubungi di Jakarta (16/9).
Menurutnya, perang dagang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia memang menjadi salah satu penyebab resesi. Namun, banyak negara berkembang yang mengalami pertumbuhan gross domestic products (GDP). Bahkan bebrapa negara tumbuh lebih besar dari Indonesia dengan perbedaan 1-2%.
"Di ASEAN contohnya Vietnam, Philippines & Cambodia memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari Indonesia di kisaran 6.2%-7.5% dan tren pertumbuhan mereka meningkat. Thailand meskipun pertumbuhannya tahun 2018 di bawah Indonesia, juga cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi walaupun mengalami faktor eksternal yang sama dengan Indonesia. Di luar kawasan, India punya pertumbuhan 6.9% di 2018 juga cenderung mengalami peningkatan", ungkapnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurutnya terlalu bertumpu pada konsumsi domestik yang cenderung stagnan di level 5-5.2%. Hal ini dipengaruhi faktor-faktor potensial seperti investasi dan perdagangan internasional yang kurang berkontribusi positif terhadap ekonomi.
"Jadi kecenderungan stagnasi pertumbuhan kita bukan hanya karena faktor eksternal yg tidak mendukung tetapi terlebih karena faktor internal kita tidak cukup baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Pemerintah sangat-sangat lamban membenahi isu-isu kebijakan ekonomi dalam negeri yang menghambat produktifitas nasional", imbuhnya
Shinta pesimistis target pertumbuhan ekonomi 5.3% pada 2020 akan tercapai bila respons kebijakan seperti 5 tahun terakhir, yakni reformasi ekonomi nasional yang tidak konsisten.
"Kalau tidak ada percepatan reformasi ekonomi nasional untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif dan memicu produktifitas nasional secara signifikan, saya justru khawatir kita bukan hanya tidak bisa mencapai pertumbuhan 5.3% tetapi malah ikut mengalami perlambatan ekonomi juga. Karena potensi terjadinya capital outflow lebih besar bila Indonesia tidak mengubah iklim usaha menjadi lebih efisien dan produktif", jelasnya.
Baca juga: Kemendag Masukkan Ketentuan Halal dalam Aturan Impor Produk Hewan
Shita menyoroti sejumlah paket kebijakan ekonomi yang sudah digelontotkan pemerintah, tetapi sulit dieksekusi. Misalnya, sebut dia, soal simplifikasi, efisiensi dan harmonisasi perizinan dan birokrasi terkait investasi dan ekspor-impor di level nasional maupun provinsi
Ia berharap pemerintah bergerak cepat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih efisien. Harus ada kebijakan pemerintah yang bisa memicu pertumbuhan dalam jangka pendek dengan memicu kegiatan produksi dan ekspor. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan skema pendanaan khusus yang terjangkau untuk investasi industri dan ekspor khususnya untuk UMKM.
"Jangan lagi ada cerita di kalangan pelaku usaha bahwa insentif-insentif pemerintah itu hampir mustahil diklaim. Ini hanya akan memberikan sinyal negatif bagi investor bahwa pemerintah Indonesia ternyata tidak sungguh-sungguh mau mengundang investasi. Di level teknis juga harus dibenahi agar lebih service oriented dan lebih mau memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha yang beragam dan dinamis", pungkasnya. (OL-8)
Sektor jasa keuangan terjaga stabil karena didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas memadai di tengah ketidakpastian global.
Pembicaraan tersebut menandai langkah maju terbaru dalam upaya bersama untuk menstabilkan hubungan yang sulit antara dua negara.
KECENDERUNGAN deindustrialisasi dini makin menguat ditandai dengan rendahnya investasi dalam menyerap tenaga kerja, khususnya di sektor padat karya. Perbaikan kualitas SDM mendesak.
Penasihat Keamanan Nasional Biden, Jake Sullivan, mengatakan AS akan menekan dominasi Tiongkok di kancah perekonomian dunia.
Mendag Muhammad Lutfi menegaskan sikap pemerintah untuk memfasilitasi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) agar dapat memperluas pangsa pasarnya ke pasar global.
SEJARAH konflik AS, tidak lepas dari pragmatisme realisme yakni kebijakan luar negeri mendasarkan national interest for national security.
Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 menunjukkan bahwa angka anak tidak sekolah meningkat seiring bertambahnya usia.
JURU Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia tumbuh positif dengan pertumbuhan di triwulan I 2024 mencapai 5,11 persen
Peran pemerintah daerah sangat krusial untuk mendukung pencapaian Indonesia menjadi negara maju. Optimalisasi peranan daerah dapat mempercepat Indonesia keluar dari middle income trap.
Iwan mengatakan penentuan kebijakan terkait IHT harus dirumuskan secara matang. Harus ada pertimabngan dampaknya bagi kemampuan industri dalam menyerap tenaga kerja.
YULIOT Tanjung resmi diangkat menjadi Wakil Menteri Investasi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi)
EKONOM Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai presiden terpilih Prabowo Subianto akan dihadapkan pada empat hal krusial ketika mulai menjadi Kepala Negara nantinya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved