Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Isu polusi udara tak hanya terjadi di Indonesia, negara maju seperti Amerika Serikat (AS) juga tak lepas dari masalah yang mengganggu kesehatan ini.
Studi terbaru yang diterbitkan pada Jurnal PLOS Climate mengungkapkan 10% orang terkaya di Amerika merupakan salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia yang menyebabkan krisis iklim semakin memburuk.
Selain kepemilikan rumah besar dan jet pribadi, bahan bakar fosil yang dihasilkan dari perusahaan-perusahaan tempat mereka menginvestasikan hartanya turut berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan.
“Pemanasan global bisa menjadi masalah yang sangat besar dan samar-samar yang terjadi di dunia, tetapi kita merasa tidak memiliki kuasa untuk mengatasinya. Kita mungkin bisa berkontribusi dalam beberapa hal untuk mengatasinya, tetapi itu tidak jelas atau tidak bisa diukur,” kata Jared Starr, penulis laporan tersebut dan ilmuwan dari University of Massachusetts Amherst.
Seperti dilansir CNN pada Sabtu (19/8), Starr berharap penelitian ini bisa membantu dan memberi gambaran yang lebih jelas tentang tanggung jawab individu terhadap apa yang dikonsumsi masyarakat.
Para peneliti pun menganalisis kumpulan data besar selama 30 tahun untuk menghubungkan transaksi keuangan dengan polusi karbon. Artinya setiap dolar yang dihasilkan juga berperan dalam menyumbang polusi karbon.
Mereka juga melihat adanya polusi yang memanaskan planet akibat operasional produksi secara langsung dari perusahaan hingga di rantai pasokan. Misalnya, sebagian besar emisi perusahaan minyak berasal dari para pelanggan yang membakar minyak hasil ekstraksinya.
Dari penelitian ini didapatkan fakta bahwa dari 10% orang terkaya Amerika Serikat, yaitu rumah tangga dengan pendapatan lebih dari US$ 178.000 per tahun atau setara dengan Rp 2,7 Miliar, bertanggung jawab atas 40% polusi karbon di planet ini.
Jika dihitung kembali, bahkan pendapatan dari 1% orang kaya teratas saja, yakni rumah tangga yang menghasilkan lebih dari US$ 550.000 menghasilkan 15% hingga 17% polusi udara.
Laporan itu juga mengidentifikasi “super-emitor” atau penghasil emisi dalam jumlah tinggi. Mereka hampir secara eksklusif berada di antara 0,1% orang Amerika terkaya yang terkonsentrasi pada industri keuangan, asuransi dan pertambangan yang menghasilkan sekitar 3.000 ton polusi karbon per tahun.
“Lima belas hari pendapatan rumah tangga 0,1% teratas menghasilkan polusi karbon yang sama banyaknya dengan pendapatan seumur hidup rumah tangga 10% terbawah,” kata Starr.
Dampak iklim bukan hanya tentang besarnya pendapatan masyarakat tetapi juga industri yang memproduksi berbagai hal. Sebuah rumah tangga yang menghasilkan US$980.000 dari industri bahan bakar fosil tertentu misalnya, akan dianggap sebagai penghasil emisi super.
Para penulis laporan tersebut meminta para pembuat kebijakan untuk memikirkan kembali mengenai cara efektif terkait kebijakan pajak karbon untuk mengatasi krisis iklim.
Kimberly Nicholas, profesor ilmu keberlanjutan di Lund University di Swedia, yang tidak terlibat dalam laporan ini, mengatakan bahwa penelitian ini membantu mengungkapkan seberapa erat hubungan antara pendapatan terutama dari investasi terhadap polusi yang menyebabkan pemanasan bumi.
Sementara itu, ekonom politik di Rutgers University yang juga tidak terlibat dalam penelitian tersebut mengungkap bahwa mengidentifikasi pelaku utama di balik krisis iklim sangat penting bagi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan yang mengurangi polusi pemanasan planet dengan cara yang adil.
Meski demikian, polusi udara yang menyebabkan pemanasan bumi dari aktivitas ekonomi para miliarder secara global ternyata satu juta kali lebih tinggi daripada rata-rata orang di luar 10% orang terkaya di dunia, menurut sebuah laporan tahun lalu dari organisasi nirlaba Oxfam.
“Saat ini, cara kerja ekonomi adalah mengambil uang dan mengubahnya menjadi polusi iklim yang mengganggu kestabilan kehidupan di Bumi, dan hal ini pada dasarnya harus diubah,” ujar Nicholas.(M-3)
LOCAL Conference of Youth Indonesia 2024 mengadakan pre-event dengan tema Youth Synergy in Local Conference of Youth Indonesia di Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kementerian Keuangan.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membeberkan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi karbon dan deforestasi.
Kita bisa membuat sendiri masker untuk merawat kulit wajah. Caranya mudah, cukup sediakan tisu bambu dan manfaatkan produk skincare yang ada di rumah.
Bank sampah menghadapi sejumlah tantangan. Antara lain, kurangnya kurangnya pembeli tetap bahan daur ulang serta keterbatasan kapasitas pengelolaan sampah dan keterampilan bisnis.
DEPARTEMEN Lingkungan Hidup BEM Universitas Indonesia 2024 menggelar kegiatan The 13th UI YEA yang dilaksanakan pada 21-30 Juni 2024, di Desa Ujungjaya, Ujung Kulon, Banten.
Pada 8 Juli 2024, kualitas udara Jakarta dikategorikan sedang dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) 98 dan konsentrasi PM2,5 29,8 mikrogram per meter kubik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved