Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pohon Berusia 120 Tahun ini Serap 10% Karbon di Samudera Atlantik

Devi Harahap
21/9/2022 10:00
Pohon Berusia 120 Tahun ini Serap 10% Karbon di Samudera Atlantik
Pohon Cemara Sitka berusia 120 tahun di Pulau Campbell, Selandia Baru.(GNZ Science)

Sebuah pohon Cemara Sitka berusia 120 tahun di Pulau Campbell, Selandia Baru ini, dijuluki sebagai pohon paling kesepian di dunia. Pasalnya, pohon setinggi sembilan meter ini hanya berdiri sendirian di pulau kecil berbatu dan semak yang berada di Samudra Atlantik.

Pohon itu berjarak sekitar 120 mil atau 193 km dari tumbuhan lain yang bereda di pulau terdekatnya di Samudra Selatan, bahkan dari pulau Selatan Selandia Baru jaraknya lebih dari 400 mil atau 643,7 km.

Seperti dilansir dari Miror UK, cahaya matahari di pulau Campbell hanya bersinar kurang dari satu jam setiap hari, sedangkan sering terjadi hujan rata-rata selama 325 hari, dan suhu tertinggi hanya 6 derajat Celcius.

Meskipun keberadaannya hanya sendirian dan disebut kesepian, pohon cemara Sitka ini berperan penting dalam perang melawan perubahan iklim dunia. Dia mampu menyerap sekitar 10% dari semua emisi gas karbon (CO2) yang membentang antara wilayah Antartika dan tepi selatan Australia sampai ke Selandia Baru.

Pohon ini telah bertindak sebagai penyangga perubahan iklim, penting untuk menjaga tingkat karbon di atmosfer pada tingkat yang dapat dikelola. “Ini adalah komponen yang sangat penting dari sistem iklim,” kata DrAndrew Meijers dari Badan Survey British Antarctic seperti dilansir dari Mirror UK, Senin (19/9).

Selain pohon diketahui laut dapat menyerap CO2 dalam jumlah yang cukup tinggi. Akan tetapi kemampuan laut dalam menyerap karbon telah berubah. Hal ini melambat pada 1990-an, dipercepat pada 2000-an dan sekarang tampaknya melambat lagi.

Untuk membantu memahami alasannya, ilmuwan Selandia Baru Dr Jocelyn Turnbull perlu membandingkan pengukuran dan historia dari karbon dioksida dan radiokarbon. Data ini untuk mengetahui sumber CO2 yang berada di atmosfer di sekitar Samudra Selatan.

Namun, untuk mendapatkan data ini tidak mudah karena tidak pernah ada alat yang dipasang di sana selama 30 tahun yang lalu. Dr Jocelyn Turnbull menggunakan data dari cincin pohon yang berisi catatan panjang yang dia butuhkan.

“Ini semacam tempat kita memperlambat perubahan iklim di bawah langit, menyaringnya ke laut. Itu benar-benar berdampak untuk memperbaiki kualitas udara dari efek perubahan iklim," imbuh Turnbull.

Dr Turnbull menggunakan bor tangan, mengekstraksi sampel inti sedalam 5mm dari pohon pada tahun 2016. Namun, hasilnya detail belum dipublikasikan. Diharapkan dari sebatang pohon yang kesepian dapat mengungkap sebuah rahasia yang akan membantu melindungi Bumi.

“Setiap tahun, Anda memiliki cincin yang bisa dibedakan. Anda dapat mengiris cincin itu dan mengukur radiokarbon di dalamnya, kemudian kita dapat mengembalikan cerita ini ke masa lalu tentang bagaimana lingkungan telah berubah,” jelasnya.

Melalui penelitian sebatang pohon yang kesepian ini, dunia akan segera mengetahui  sebuah rahasia yang dapat membantu melindungi kehidupan di planet bumi.(M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya