Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
SUATU malam, kawan saya di Bali curhat lewat aplikasi Whatsapp. Selama pandemi ini, kata dia, kehidupan jadi tidak menentu. Penuh ketidakpastian. “Hari ini masih gajian, bulan atau tahun depan belum tentu. Gue stres,” tulisnya.
Saya sepakat. Jangankan kita yang awam, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun ngeri dengan situasi ekonomi akibat pandemi ini. Beberapa hari lalu, Bank Dunia bahkan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari 0% (pada Juli) menjadi -1,6% hingga -2%.
Angka ini sebetulnya tidak jauh berbeda dengan prediksi pemerintah, yakni -0,6% hingga -1,7%. “Forecast terbaru kita pada September untuk 2020 ialah -1,7% sampai -0,6%. Ini artinya, negative territory mungkin terjadi pada kuartal III,” kata Sri Mulyani dalam video conference APBN KiTa, Selasa (22/9).
Dari omongan mantan salah satu direktur Bank Dunia itu, boleh dibilang Indonesia sudah masuk jurang resesi. Pada kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi sudah -5,6%. Resesi adalah kondisi pertumbuhan ekonomi minus di dua kuartal berturut-turut. Sejumlah negara, termasuk Singapura, malah sudah terjerembap lebih dulu.
Jika menengok media sosial, terutama Facebook dan Instagram, sepertinya negara ini baik-baik saja. Foto makanan, orang tamasya ke puncak, dan mereka yang mengayuh sepeda seharga puluhan hingga ratusan juta, bertebaran di kedua platform tersebut.
Namun, coba lihat Linkedin. Di situs dan aplikasi jaringan sosial yang terutama digunakan para profesional itu, kian banyak orang meratap kehilangan kerja. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga 31 Juli 2020, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan mencapai 3,5 juta orang lebih. Entah bulan-bulan berikutnya.
Inilah yang dikhawatirkan kawan saya tadi dan juga mungkin sebagian besar dari kita, termasuk saya. Namun, saya tidak mau terlampau mencemaskannya apalagi sampai stres berlebihan. Sebagai buruh yang secara tidak langsung terdampak pandemi ini, saya tetap bersyukur masih bisa bekerja dan merenung di rumah.
Saya pikir, pandemi yang telah berlangsung sejak Maret lalu ini, telah banyak memberi kita pelajaran. Tidak hanya soal cuci tangan dan pentingnya menjaga kebersihan, tetapi juga cara menjalani hidup. Mungkin selama ini manusia terlena oleh kebiasaan dan keteraturan. Merasa di zona nyaman. Jam sekian bangun tidur dan sarapan. Akhir pekan hang out atau pelesiran. Tanggal sekian gajian dan bayar tagihan. Seolah itu siklus rutin dan pasti. Padahal, siapa bisa menjamin besok matahari terbit lagi?
Kini, ketika badai menghantam, sebagian dari ‘robot-robot’ ini tidak siap, kaget, dan terguncang. Ujung-ujungnya stres dan depresi. Dengan kecanggihan teknologi, mungkin kini manusia secara fisik semakin sehat dan kuat. Ada alat pengukur detak jantung, tekanan, hingga kadar gula darah yang dibenamkan dalam smartphone atau arloji, misalnya. Namun, bagaimana dengan kesehatan jiwa?
Padahal, kata Bill Gates, pandemi ini hanyalah awal. Dalam blog pribadinya yang diunggah pada 4 Agustus lalu, sang taipan teknologi ini mengingatkan bahaya lain yang lebih mengerikan, perubahan iklim. Jika tidak diantisipasi dari sekarang, kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, kekeringan, punahnya beragam spesies, serta krisis pangan, akan semakin meluas di masa depan. Bagaimana nasib anak- cucu kita nanti?
Selama ini di tengah kesibukan mencari nafkah dan bergunjing di media sosial, semua itu mungkin bukan menjadi prioritas perhatian kita. Sayangnya, deru lokomotif zaman tidak memaklumi pengecualian semacam itu. Semua manusia tidak akan terbebas dari segala konsekuensinya. Apalagi, di era yang kian terhubung ini, sekecil apa pun perbuatan kita bakal berdampak pada orang atau makhluk di benua lain. Bukankah pandemi ini juga berawal dari seseorang yang batuk di Wuhan?
Makanya, mulai sekarang, laku budaya diubah. Ikuti protokol kesehatan. Jangan buang dahak atau upil sembarangan karena seperti kata salah satu iklan di televisi, ‘Biar kecil, sampah ya sampah’. Dampaknya besar bagi keberlangsungan planet ini.
Selamat berakhir pekan. Salam sehat jiwa raga.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait perkembangan sistem perpajakan coretax system,
Deklarasi Menteri Keuangan G-20 menyerukan penerapan perpajakan progresif. Mereka menekankan agar orang superkaya memenuhi kewajiban pajak secara adil.
BUPATI Klaten Sri Mulyani diwakili Sekretaris Daerah Jajang Prihono membuka kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa Reguler 121 Tahun 2024 di Desa Tambong Wetan, Kecamatan Kalikotes, Klaten.
RATUSAN siswa SD dan SMP di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengikuti lomba drumband dalam rangka peringatan Hari Jadi Klaten ke-220 dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI di Grha Bung Karno.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawarti berkeyakinan peluncuran Simbara untuk nikel dan timah akan menambah pundi-pundi negara, selain dari komoditas batu bara.
RIBUAN warga dari berbagai daerah beramai-ramai memet (memanen) ikan di kolam Desa Gemblegan, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Minggu (21/7).
Sebuah studi menunjukan selama pandemi Covid-19 terjadi peningkatan rawat unap untuk remaja berusia 12 hingga 17 tahun karena gangguan makan.
Dari pemilihan Donald Trump hingga Pandemi global Covid-19, berikut adalah beberapa prediksi kartun The Simpson yang sudah lama tayang dan jadi ada di dunia nyata.
TINGGINYA nilai jatuh tempo utang di 2025 disebabkan dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk memenuhi kebutuhan yang menggelembung saat Indonesia dilanda pandemi covid-19
SAYA mengikuti Global Health Security Conference (Konferensi Ketahanan Kesehatan Global) di Sydney, Australia, 18 sampai 21 Juni 2024
Jika terjadi pandemi terjadi atau wabah besar di suatu negara maka pemerintah negara tersebut harus menyerahkan patogen yang menjadi penyebab pandemi ke WHO.
Di samping PABS hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pendanaan dan transfer teknologi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved