Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PENGAMAT politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman menilai gelombang petisi para intelektual kampus adalah keprihatinan bersama tentang etika yang makin tergerus. Gerakan itu tidak terkait dengan politik partisan untuk memenangkan salah satu paslon.
"Ya saya pikir, kita tahu bahwa ini bukan lagi persoalan partisan dalam artian politik yang terkait dengan pilihan atau siapa yang dipilih dalam pilpres, tapi adalah persoalan yang dipahami bersama, yang memprihatinkan, ini adalah problem etika republik," katanya saat dihubungi
Sebelumnya, para akademisi dan intelektual dari beberapa universitas menyatakan sikap dan menyampaikan petisi atas kondisi bangsa. Beberapa di antaranya adalah UGM dan UII.
Baca juga : Dikritik Civitas Akademika UGM, UII, hingga UI, Jokowi: Itu Hak Demokrasi
Airlangga mengungkapkan keprihatinan itu muncul sejak adanya pelanggaran etik pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi pintu majunya putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
"Di mana kita bisa melihat ada indikasi, mulai di MK, hukum ditempatkan di bawah kekuasaan, dengan digunakan sebagai instrumen bahkan MK," sambungnya.
Selain itu, sikap dan perilaku Presiden Jokowi juga semakin terang benderang dalam keberpihakan terhadap salah satu paslon. Sampai kemudian intervensi kekuasaan, komentar dari presiden yang tidak menunjukkan sikap negarawan, kelihatan mencla-mencle bahkan memperlihatkan dukungannya.
Baca juga : Perilaku Presiden Makin Meresahkan, Picu Gelombang Protes
"Kedua, kita melihat bahwa ada tindakan-tindakan politik yang sepertinya kemungkinan dilakukan oleh presiden untuk memberikan dukungan terhadap paslon, di mana salah satu paslon adalah anaknya sendiri," tegasnya.
Presiden dinilai hendak menjalankan model politik dinasti bahkan politik monarki. Presiden sedang melakukan aktivitas politik sedemikian rupa menjadikan anaknya sebagai penerusnya. Padahal Indonesia adalah republik, bukan monarki.
Berdasar hal tersebut, para akademisi pun merespons. Mereka bersuara keras atas permasalahan etis. "Ini kan sudah wilayah etis di mana kemudian dalam konteks ini maka kampus sebagai kekuatan akademik yang selain mempunyai mimbar akademik yang bebas juga kemudian hendaknya mau bersuara terhadap problem-problem etis yang sudah menyalahi prinsip republik. Sebagai bagian dari intelektual, sebagai bagian dari masyarakat sipil memang ini adalah satu hal yang kemudian memanggil tentang pentingnya etika republik," sambungnya.
Baca juga : Civitas Akademika Ramai-ramai Kritik Jokowi, Cak Imin: Artinya Lampu Merah
Para akademisi dan kaum intelektual pun menilai ada yang tidak benar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang perlu dikoreksi. Itulah kemudian tidak mengherankan kampus-kampus sekarang sudah mulai bergerak. Gerakan itu juga akan meluas.
"Saya pikir karena dunia akademik kemudian juga mulai dari intelektual, gerakan mahasiswa, bahwa ketika kampus sudah mulai bersuara, itu akan beruntun diikuti oleh kampus-kampus yang lain," tandasnya.
Airlangga berharap suara pengingat dari para akademisi dan intelektual didengar oleh para elite. "Masalahnya ini suara etika, ya semoga masih punya etika. Kalau sudah tidak punya etika ya tidak mendengar," pungkasnya.
Baca juga : Ibarat Bola Salju, Kritik pada Jokowi Diyakini Terus Bermunculan
Sementara itu, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan, sikap dan kritik para akademisi dan cendikiawan jangan disepelekan. Aksi mereka adalah upaya untuk menyelamatkan demokrasi dan menjaga jalannya Pemilu yang Luber-Jurdil.
“Kondisi ini memperlihatkan bahwa memang indonesia sedang darurat negarawan. Dari pemilu ke pemilu Indonesia melahirkan banyak politik tapi defisit negarawan. Apalagi dihadapkan dengan kondisi saat ini yang sangat terang benderang pemilu 2024 ini dirusak dan dibunuh ada yang dengan cara kasar dan halus.” kata Neni hari ini (02/02).
Namun tentu masyarakat tidak boleh diam. Salah satu caranya adalah dengan bersuara, melakukan pernyataan sikap. “Suara dari para cendekiawan dan akademisi seharusnya jangan disepelekan. Pemilu 2024 akan menjadi pertaruhan mau dibawa kemana demokrasi Indonesia,” sebut Neni.
Baca juga : Jokowi Bagi Bansos karena Panik? Jusuf Kalla: Lebih dari Itu
Sikap pemimpin kita tidak lagi menjadi tauladan. Pemilu jauh dari esensi dan demokrasi hanya dijadikan alat untuk meraih kekuasaan. “ Demokrasi hanya menjadi topeng untuk mendapatkan legitimasi kemenangan yang diraih dengan menghalalkan segala cara.” imbuh Neni.
Sudah banyak tanda-tanda bahwa Pemilu yang Luber-Jurdil hanya sebuah angan-angan. “Karena upaya untuk melanggengkan kekuasaan lebih kuat dibandingkan dengan memikirkan kepentingan rakyat. Orang yang sedang berkuasa memang sudah hilang urat malu dalam membangun politik dinasti dan sangat serakah,” ungkap Neni.
Pemimpin yang berpihak dan pandai bersilat lidah. Neni menilai, mereka berkampanye secara terbuka dengan menggunakan seluruh sumberdaya negara mulai dari politisasi bansos, pengerahahan ASN dan aparat desa, abuse of power in election yang sangat rakus dan jika ada yang melawan maka dilakukan intimidasi.
Baca juga : Ini Respon Jokowi Soal Petisi Bulak Sumur Guru Besar UGM
“Jika dibiarkan dan tidak ada yang bersuara maka demokrasi ini akan semakin rusak parah dan kita tinggal menunggu kematian demokrasi yang sudah berada di depan mata,” tegas Neni.
Sebelumnya, sivitas akademisi Universitas Gadjah Mada menyerukan Petisi Bulaksumur. Dengan mengingat dan memperhatikan nilai-nilai Pancasila serta jati diri UGM, mereka menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial oleh sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat.
Kemudian sivitas akademisi dari Universitas Islam Indonesia (UII) juga mengeluarkan pernyataan sikap yang berjudul "Indonesia Darurat Kenegarawanan”. Gerakan dari kampus ke kampus ini kian meluas dan seharusnya menjadi lampu merah bagi penguasa dan pengingat bagi masyarakat, bahwa kita bisa ikut menjaga demokrasi. (Z-7)
TIM peneliti dari UGM menyebut buah jenitri (Elaeocarpus sphaericus), komoditas tanaman buah yang ada di daerah Kebumen, Jawa Tengah punya khasiat untuk mencegah penyakit gagal ginjal.
Campuran ekstrak rosella dan bekatul beras hitam dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 68,39±0,26 persen.
Kedatangan Raline ke UGM untuk memberikan motivasi kepada mahasiswa baru Fakultas Pertanian UGM. Ia didampingi sang ayah, Rahmat Shah
ENAM pelajar yang tergabung dalam Tim Olimpiade Matematika Indonesia sukses menorehkan prestasi gemilang dalam ajang Olimpiade Matematika Internasional atau IMO ke-65.
Google I/O Extended Yogyakarta 2024 berlangsung pada 21 Juli 2024 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM.
SALAH satu kekayaan hayati dari lautan Indonesia yang berpotensi dikembangkan sebagai suplementasi untuk mencegah kanker kolorektal ialah alga hijau (Chlorella vulgaris).
Menkominfo Budi Arie menanggapi petisi yang memintanya mundur dari kursi menteri. Hal ini buntut penyerangan virus ransomware di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
BILLIE Eilish dan Nicki Minaj termasuk menyerukan agar penggunaan artificial intelligence atau kecerdasan buatan (AI) yang bersifat "predatoris" dalam industri musik dihentikan.
Lebih dari 11 ribu fan K-pop melalui platform Kpop4Planet berhasil membuat perusahaan mobil asal Korea Selatan, Hyundai, mundur dari kerja sama pembuatan mobil listrik dari batu bara.
CIVITAS Akademika Universitas Canberra, Anita Wahid, membeberkan alasannya membacakan Maklumat Canberra yang isinya mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BEBERAPA hari belakangan ini, petisi di kampus banyak bermunculan. Mereka menyatakan agar demokrasi kembali ke jalan yang benar dengan mengedepankan nilai-nilai etika.
Petisi-petisi dan pernyataan protes itu merupakan cerminan kegelisahan kalangan intelektual dengan situasi saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved