Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

ACT Punya 10 Perusahaan Cangkang, Ini Nama-Namanya

Siti Yona Hukmana
26/7/2022 10:27
ACT Punya 10 Perusahaan Cangkang, Ini Nama-Namanya
egawai beraktivitas di kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT), Menara 165, Jakarta(ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)

BARESKRIM Polri mengungkap yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) membuat perusahaan-perusahaan cangkang diduga untuk menggelapkan dana. Total ada 10 perusahaan yang terafiliasi dengan ACT.

"Iya (ada 10 perusahaan cangkang)," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan, Selasa (26/7).

Whisnu kemudian merinci nama-nama ke-10 perusahaan cangkang tersebut. 

  1. PT Sejahtera Mandiri Indotama
  2. PT Global Wakaf Corpora 
  3. PT Insan Madani Investama 
  4. PT Global Itqon Semesta.
  5. PT Trihamas Finance Syariah 
  6. PT Hidro Perdana Retalindo 
  7. PT Agro Wakaf Corpora 
  8. PT Trading Wakaf Corpora 
  9. PT Digital Wakaf Ventura 
  10. PT Media Filantropi Global.

Ke-10 perusahaan itu bergerak di bidang amal dan bisnis. Namun, Whisnu menyebut pihaknya masih melakukan pendalaman.

Baca juga: Bareskrim Panggil 4 Tersangka Kasus ACT, Jumat

"Masih didalami satu persatu, mohon sabar," ujar jenderal bintang satu itu.

Adapun perusahaan cangkang adalah perusahaan yang dibentuk secara sengaja tanpa menjalankan operasi bisnis yang sebenarnya. Biasanya dipakai untuk menyembunyikan harta. 

Sebelumnya, Whisnu memastikan ada dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan ACT di perusahaan cangkang tersebut.

"Pasti (ada TPPU), karena kita mendasari dari telaah Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," ujar Whisnu, 15 Juli 2022 lalu.

Dittipideksus Bareskrim Polri menetapkan empat petinggi ACT sebagai tersangka usai gelar perkara pada Senin sore, 25 Juli 2022. Keempatnya ialah Ahyudin selaku mantan Presiden ACT dan Ibnu Khajar selaku Presiden ACT saat ini. Kemudian, Hariyana Hermain selaku Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT dan Novariadi Imam Akbari selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.

Mereka menggelapkan dana santunan untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang diberikan Boeing. Mereka menggelapkan dana dari total Rp138 miliar yang diberikan untuk 69 ahli waris.

Uang sebanyak Rp103 miliar digunakan untuk program yang telah dibuat ACT. Sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukan. Rinciannya, pengadaan armada rice truk senilai Rp2 miliar. Kemudian program big food bus senilai Rp2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya senilai Rp8,7 miliar.

Selanjutnya, untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar. Penggunaan dana CSR dari Boeing sebesar Rp3 miliar untuk dana talangan CV CUN. Terakhir, mengambil dana senilai Rp7,8 miliar sebagai dana talangan untuk PT MBGS. Sehingga total semua yang tidak sesuai peruntukan senilai Rp34.573.069.200.

Selain itu, para tersangka juga menggunakan dana donasi untuk gaji para pengurus. Para tersangka mendapatkan gaji yang sangat fantastis setiap bulannya, yakni berkisar antara Rp50-450 juta. Ahyudin mendapat gaji yang paling banyak yakni Rp450 juta, sedangkan Ibnu Khajar mendapat gaji Rp150 juta per bulan. Sementara itu, Hariyana dan Novariadi kisaran Rp50-100 juta.

Ke-4 tersangka dijerat pasal berlapis. Yakni tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45 a ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Lalu, Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagai mana diubah dalam UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Kemudian, Pasal 3, 4, 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Terakhir, Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya